"..."
Suasana romantis pun hilang .
Tidak ada lagi ekspresi lembut Huo Yunting begitu pula dengan kewarasannya, selama beberapa menit dia menatap wanita mabuk ini. Kemudian dia mendekat lagi dan mencubit bibir Lu dengan bibirnya, dengan sigap Huo menekan tubuh Lu ke ranjang. Tangannya dengan terampil menggerayangi tubuh wanita itu, perlahan-lahan kancing kemeja wanita itu terlepas. Terlihat bulatan dada indah berwarna merah muda merona berguncang seiring dengan permainan tangan Huo.
Lu yang mabuk adalah seorang Lu yang baik. Entah bagaimana, dia menjadi patuh dan lebih bergairah saat dia melingkari lehernya sendiri dengan lengannya. Serangan Huo terus berlanjut, terdengar erangan yang terus menerus, bersamaan dengan tubuhnya yang sensitif menggeliat dalam kesakitan yang menyenangkan. Seolah-olah seperti korek api yang menyala jatuh ke genangan minyak tanah, Huo kehilangan kontrol dirinya, saat dia melepas celananya dan "pedangnya" teracung.
Bagian terbaik dari momen ini datang segera setelah dia mengarahkan pedangnya ke arah target lubangnya. Pada saat waktunya akan penetrasi, Lu tiba-tiba meluruskan tubuhnya, berbalik badan dan muntah di samping tempat tidurnya.
Apa?
"UGHHHHHHHHHHHHHH."
Huo merenggut ketika dia melihat istrinya yang mabuk muntah seperti air yang menyemprot dari selang pemadam kebakaran. "Fiuh ..." Merasa lega dan kemudian jatuh kembali ke ranjang.
Dan, dia benar-benar JATUH. TERTIDUR.
"Hei! Hei! Hei! Aku belum selesai memasukkan "pedangku". Kamu tidak boleh tidur begitu saja! UGH!" Dia mengecek "tongkat golfnya", dan kembali memandang wanita yang sudah lelap tertidur. Kalau saja dia bisa mencekiknya sampai mati, pasti akan sangat memuaskan!
Sial, rasa sakit ini yang hanya bisa dipahami oleh pria, rasanya seperti memasang tenda yang sudah tertancap kokoh, namun si wanita memilih tidur di tempat tenda lain.
Huo Yunting melirik wajah Lu yang sedang tidur. Keinginan untuk melampiaskan nafsunya terasa mendidih di dalam dirinya, teruskan atau tidak? Itu pertanyaannya. Akhirnya dia mengusap wajahnya dan bergegas ke kamar mandi untuk mandi air dingin, memadamkan nyala api yang membara di dalam tubuhnya.
Dia kembali ke kamar dan memanggil pelayan rumahnya untuk membereskan ranjangnya yang sudah berantakan. Setelah itu, ia membawa si putri tidur ke ruang tidur tamu.
"Hmmm ... hmmm ..." Seperti seekor anak kucing, dia dengan nyenyak tidur dipelukannya, menggosokkan kepalanya ke dadanya, ketenangan yang belum pernah dilihat sebelumnya terlihat jelas melalui alisnya yang halus dan senyum yang begitu manis, tidak seperti wajah yang selalu merasa terganggu yang biasanya terlihat selama ini.
Huo membetulkan rambut yang terlilit di belakang telinganya, muncul perasaan rumit berkilat di matanya.
"Ha ... hmm ... ah, ah, tidak ..."
Lu berucap dalam tidur, seolah-olah memiliki mimpi buruk yang aneh, mulai bergumam dalam ketakutan – napasnya berubah menjadi terengah – engah.
"J-Jangan lakukan itu. Jangan bunuh pria itu. Aku ... aku takut ... sangat takut ..."
Kalimat itu menyebabkan Huo tersentak, matanya bingung menatap istrinya yang berkeringat sambil mengerutkan kening.
Dia tampak sangat ketakutan. Huo dengan cepat meraih telepon genggamnya di sakunya, membuka password-nya mengotak-atik menu kontak mencari nama. Ada beberapa pemikiran di benaknya.
*Berbunyi*
"Ya, Saudara Huo?"
Untuk alasan tertentu, dia memutuskan untuk menelepon Huo Li.
"Apakah dia sudah mati?"
"Belum, belum mati. Hampir." Huo Li terdengar bersemangat di telepon, karena kakaknya Huo juga dapat mendengar sedikit suara teriakan seperti babi yang tersiksa
"Ya sudah, biarkan dia pergi kalau begitu."
"APA ... apakah kamu baru saja memberitahuku untuk membiarkannya pergi?" Huo Li tidak bisa mempercayai telinganya, ketika dia melanjutkan dengan nada yang tidak mau, "Tolong, Tuan, sudah cukup lama saya tidak bermain dengan mainan yang saya inginkan. Dan Anda mengambilnya kembali? Saya belum cukup puas memilikinya .., tolong, jangan lakukan itu padaku, jangan mengambil mainanku. Tapi baiklah, kau daddy-ku yang terbaik dan paling bijaksana, dan aku tidak bisa mengatakan tidak kepada Daddy-ku yang hebat. Hmmm? Daddy? Saudara Huo, apakah anda masih disana? Anda— "
Huo Yunting menekan tombol merah di layarnya, sehingga telinganya dapat kembali tenang.
Gila, bagaimana dia dapat berbicara begitu cerewetnya dalam satu waktu?
Huo membaringkan Lu dengan sangat hati-hati ke tempat tidur, jari-jarinya menyentuh pipinya yang pucat, menyeka air matanya. Kemudian dia menutup matanya.
...
Ah?!
Di pagi hari berikutnya, Lu membuka matanya, masih terasa sakit kepala akibat mabuk malam tadi. Yang terlihat hanyalah sesuatu berwarna putih. Dia tidak kuasa untuk meraihnya dengan tangannya. Rasanya hangat dan sangat nyaman di jari-jarinya sehingga dia terus membelainya.
"Wow, kamu terlihat bergairah?"
Lu terkaget dan perlahan-lahan mundur ke sudut tempat tidur—instingnya mengenal suara itu.
Suara itu mengingatkannya pada seseorang, seseorang yang selalu membuat bulu kuduknya berdiri. Dulu…
"Ya, ini aku. Suamimu yang sah."
Dia memegang punggung lu dan menariknya ke pelukannya. Pelukannya sangat erat, Lu bisa merasakan hembusan panas napasnya ketika dia membisikkan kata-kata yang memikat.
"Yah, tadi malam kamu juga sama bergairahnya dengan sekarang."
"..."
Lu mengangkat kepalanya dan menatap mata Huo Yunting yang menggoda. Momen tadi malam diputar ulang seperti putaran kertas animasi di kepalanya.
Merasa malu, namun sedikit marah, respons kejam keluar dari bibirnya, "Ya, saya memang sangat bergairah tadi malam, tapi saya tidak melihat tindakan apapun dari dirimu. Apakah kamu kehilangan tenaga?"