sudah hampir 1 jam Yulia di dalam ruangan operasi begitu juga suster yang sedari tadi terus dipanggil.
aku yang terduduk menunggu sudah tidak bisa berpikir apapun hanya bisa berdoa untuk keselamatan yulia dan juga bayinya.
"gimana keadaan Yulia"
aku pun melihat sumber suara yang ternyata adalah balri, dengan wajah yang memucat kaget dan terlihat lelah.
aku pun bangkit dari tempat dudukku menghampirinya dan langsung
tpaark!
dengan wajah yang penuh kemarahan aku langsung menampar wajahnya dengan sangat kuat.
"kamu jadi suami itu bagaimana sih! kamu taruh di mana otak kamu itu Balri! kamu bilang kemarin kamu pulang demi istri kamu tapi sekarang kamu malah ninggalin dia dan tanpa ada siapapun di dalam rumah!!"
kataku penuh amarah
"hhmm aku "
katanya gugup
dan aku langsung memotong perkataan yang tidak jelas itu
"aku apa aku hah!! udah lagi kamu nggak bisa dihubungi sama sekali kalau udah kayak gini mau apa lagi hah!!!"
sudah tidak ada kata-kata lagi yang dapat aku keluarkan dan dia pun tidak bisa mengatakan apapun kami semua sama-sama terdiam dan menunggu hasil.
operasi masih terus berjalan setiap detik membuat kegelisahan di antara kami semakin bertambah.
"kamu bayangin deh ya kalau sampai karena kejadian ini kamu harus kehilangan salah satu dari mereka"
lanjutku lagi semakin memuncak
"nggak aku nggak akan bisa terima itu semua"
balri semakin menggila
"udahlah sayang dia pun enggak maunya semua ini kan, kita sama-sama tenang aja dulu ya, kita tunggu bagaimana hasilnya"
kata kak Arta
sampai salah seorang suster keluar dari dalam ruang operasi menghentikan perdebatan kami lalu dia mengatakan pada kami.
"bapak ibu pasien masih kekurangan darah stok darah kami sudah habis dan itu pun belum cukup, bagi bapak dan ibu melakukan tes darah"
ajak seorang suster
"baik sus"
jawab kak arta dan bangkit dari tempat duduknya
aku pun ikut bangkit dan pergi ke ruang pengambilan darah untuk melakikan tes tapi
sebelum aku masuk kedalam aku menelpon ayu terlebih dahulu memberi kabar soal keadaan Yulia saat ini, dia yang saat itu mendengar kabar dariku sangat kaget dan dia pun mengatakan akan segera datang.
barulah aku masuk ke dalam ruangan dan langsung diambil sampel darah, setelah kami semua selesai kami tinggal menunggu hasil dan tinggal mengambil darahnya saja untuk didonorkan.
"bapak dan ibu sepertinya kita harus mencari donor dari yang lain karena dari bapak dan ibu semua tidak ada golongan darah yang cocok dengan ibu yulia"
kata suster yang tadi
"apa!!"
kata balri dari kaget
"iya pak tidak ada yang cocok, saya harap bisa dengan cepat ditemukan ya pak"
kata si suster memberitahukan nama golongan darah Yulia lalu pergi
aku yang tadi juga kaget mendengar perkataan suster melihat kearah Balri yang sepertinya benar-benar frustasi.
karena darah itu memang dibutuhkan cepat, aku dan kak Arta pun langsung bergerak menanyai pusat dari kantor milik papa kak Arta.
"hei pada ngapain Yulia gimana"
tanya ayu yang baru saja datang
"kita lagi nyari pendonor darah untuk Yulia, dia masih di ruang operasi menunggu darah kita ini lagi berusaha secepatnya mendapatkan darah"
jelasku
"apa golongan darahnya"
tanyaku
aku pun memberitahunya dan ternyata ayu memiliki golongan darah yang sama dengan Yulia dengan cepat aku mengajaknya ke ruang pengecekan dan memberitahu suster yang tadi bahwa ayu bersedia menjadi pendonor darah untuk yulia.
setelah beberapa menit ayu pun keluar dari ruangan itu, dia yang terduduk lemas dan sedikit pucat belum mengatakan apapun tak lama setelah itu seorang suster yang lainnya memberikan semangkuk bubur kacang hijau untuk ayu.
saat itu balri benar bisa bernafas lega karena pendonor sudah didapatkan dengan cepat dan operasi bisa dilanjutkan lagi.
setelah menunggu lagi akhirnya Yulia pun selesai dioperasi dan langsung di dibawa ke ruangan.
karena Yulia baru saja selesai menjalankan operasi tentu saja kami tidak diizinkan masuk untuk melihatnya. ada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan itu dia menjelaskan kalau operasinya berjalan lancar dan anaknya pun masih bisa terselamatkan namun karena masih belum cukup bulan dan bayi pun masih terlalu kecil dan beratnya hanya 2,2 kilogram saja anak Yulia dan Bali itu harus di masukkan ke dalam tabung inkubator.
"dan si bayi pun akan terus berada di dalam inkubator sampai beratnya mencapai berat normal untuk bayi pada umumnya,nanti kalau ingin melihat diperbolehkan tapi jangan sekarang, saya rasa itu saja cukup saya permisi"
jelas dokter dan akhirnya pergi meninggalkan kami
kami semua yang berada di situ mendengarkan benar-benar bernafas lega. ayu yang sedari tadi lemas akhirnya pun mulai berbicara duduk di sampingku masih tetap bersandar dia bertanya.
"sebenarnya ini kenapa kok bisa sampai kayak gini"
tanya ayu
"sebenarnya aku juga nggak tahu kenapa bisa kayak gini, tapi yang aku tahu saat kami tiba di rumahnya melihat dia terduduk di depan pintu dengan darah yang sudah berceceran sangat banyak"
jelasku pada ayu
"hhmm jadi ada kemungkinan dia jatuh di kamar mandi"
"bisa jadi sii"
"eeh bal anak kamu gimana"
tanya ayu
"dia sama pengasuhnya sekarang"
jawab balri
"loh bukannya tadi waktu aku datang ke rumah kamu nggak ada siapapun ya bal kecuali pengawal yang ada di luar rumah"
aku ikut tanya ke balri
"aku rasa para pengasuh itu sedang berbelanja keluar bersama anakku, aku pun tahu Yulia di sini karena pengawal yang memberitahu"
jelasnya
"eh bal aku mau tanya deh, kamu ke mana sih kok sampai enggak bisa dihubungin"
tanyaku
"tadi siang aku ditelepon oleh pamanku kalau tiba-tiba ada rapat dadakan dan saat itu aku meninggalkan ponselku di kantor tidak membawanya ke ruang rapat jadi aku tidak tahu kalau Yulia menelpon aku berkali-kali"
jelasnya
"mmmhh dasar!!! besok bawa aja itu kalung untuk nganuin ponsel kamu biar ada apa-apa kamu tetap tahu ini nggak lagi dibutuhin ngilang"
omelku
"iya iya maaf"
katanya mengaku salah
"ya udahlah ngapain lagi diributin yang penting kejadian ini nggak terulang lagi dan apalagi Yulia dan si adik juga selamatkan kita berdoa aja lah untuk mereka"
lanjut kak arta
setelah merasa kondisi ini sudah aman aku dan kak Arta pun berpamitan pulang karena memang kami juga masih merasa lelah baru pulang dari Jakarta.
begitu juga ayu diapun izin pulang dan hanya tinggal berilah yang menunggu Yulia.
"eeh bro kita pulang dulu ya kalau ada apa-apa cepet telepon kita"
kata kak Arta pada balri
"iya Ar, aku terima kasih banyak lho sama kalian udah mau bantu"
"it's okay bal kita pulang yaa"
kami pun pergi dari situ langsung menuju ke rumah.
setibanya di rumah aku melihat kedua anakku yang sudah beberapa hari aku tinggalkan, aku kejar mereka dan aku peluk keduanya lalu mencium mereka bertubi tubi.
"iihh kangennya bunda"
kataku
dan mereka pun hanya tersenyum, Aku meninggalkan mereka sebentar untuk menyegarkan diri dengan mandi lalu turun lagi dan bermain bersama mereka.
saat duduk melihat mereka bermain kak arta yang baru selesai mandi pun duduk disampingku,dia ikut tersenyum melihat tingkah lucu kedua anak kami yang sekarang sudah semakin besar.
"yank"
"hhmm iya kak"
"kita buat adik untuk Arfa dan Tika yuk"
tiba tiba
"Apa!!"
kaget
"iya ayo kita buat adik untuk mereka"
ulang kak Arta lagi dan menetapku
"waduh gimana ya kak"
bingung
"hhmmm sekarang mau alasan apalagi kemarin itu katanya tunggu mereka sekolah, sekarang kan udah sekolah"
kata kak arta mengulang alasanku yang waktu itu pernah aku ucapkan
"aamm anu anuu maksud aku sekolah itu kan SD kak bukan TK"
lanjutku memberi alasan
"hhmm ya ya ya"
jawab Kak Arta datar
akupun kembali membujuknya agar dia tidak marah ataupun ngambek padaku. aku menjelaskan kalau yang aku katakan itu memang benar karna TK itu kan artinya taman kanak-kanak sedangkan SD itu adalah sekolah dasar jadi nggak salah dong aku bilang tunggu mereka masuk sekolah dulu.
pada saat itu kak arta pun hanya diam dan tidak membahas itu lagi.