di keesokan harinya nya pagi-pagi kami setelah siap sarapan dan juga mengantarkan Arfa dan Tika ke TK.
aku di dalam mobil kembali memikirkan rasanya aku masih ragu untuk memiliki anak lagi, bisa dibayangkan bukan betapa sulitnya kalau misalnya sekarang memiliki anak kembar yang memang sudah cukup besar tapi harus mengurus anak kecil lagi.
pagi ini kak Arta pun tidak banyak bicara karena aku rasa dia kecewa pada aku karena aku terus-terusan menolak permintaannya itu.
gara-gara pertanyaannya semalam aku susah tidur karena kebimbangan, sebenarnya tidak hanya itu alasan kenapa aku menunda untuk memiliki anak lagi,ini juga karena keinginan ku untuk kembali bekerja tapi ya sudahlah sesuai aku katakan kemarin malam kalau nanti arfa dan Tika sudah sekolah aku pasti siap untuk memiliki anak lagi.
aku dan kak Arta bersiap untuk pergi ke rumah sakit menjenguk Yulia, tak lama di perjalanan kami pun sampai lalu langsung masuk ke dalam ruangan dan syukur saat kami datang dia pun sudah sadar.
"hai . . . . ."
"tayooo"
lanjut ku
"oalah yang yang kamu ini gimana sih orang sakit kok malah di prank"
kata kak Arta heran
"hahahaha dikit aja kok"
kataku sambil tertawa
"kamu ini loo ada ada aja"
kak Arta mengusap kepalaku
setelah itu akupun duduk di bangku dekat Yulia berbaring dan melihat dari dekat masih terlihat sangat lemah.
"ehh iya anak kalian cewek apa cowok"
tanyaku
"cewek tar"
jawab balri
"waahh sepasang udah yaa"
"eeh bal kamu beneran deh ngurus Yulia ini masih aku yang ngamuk yaa belum papa mamanya hahahahah"
ejekku
"ya ampun mati aku!!!"
balri bangkit dari tempat duduknya dengan wajah yang sangat kaget
"kenapa!??"
tanyaku bingung
"aku belum kasih tahu mama papanya Yulia, habis aku!!! kalau kayak gini bener-bener bakal dipecat jadi mantu aku"
panik
"hahahahahaha"
aku dan kak Arta pun tertawa melihat kepanikannya
"gimana ini?? aku harus bilang apa coba"
perasaannya mulai kalut dalam kebingungan dan kepanikan
"hahahaha jujur aja dari pada bohong"
kata kak arta sambil tertawa
"aduuuh, gimana ini yank mati lah aku"
balri mendekat ke Yulia dan menggaruk-garuk kepalanya.
Yulia yang terbaring hanya dapat tersenyum melihat suaminya yang mulai panik, tak lama setelah Balri tenang dia pun keluar entah apa yang dilakukan kami pun tidak tahu.
kami kembali berbicara walaupun Yulia belum bisa banyak berbicara aku yang mengerti pun tidak terlalu banyak bertanya padanya.
"eh Yul Aku mau lihat deh di mana anak kamu"
tanyaku
"sebenarnya aku belum tahu juga"
"looh iya nya, ya udah aku keluar sebentar ya biar aku tanyakan ke dokter atau suster nanti kalau udah aku fotoin biar kamu lihat"
kataku langsung bangkit dan dia pun hanya menganggukkan kepalanya
aku keluar dari ruangan dan mencari-cari seorang suster yang bisa aku tanya, saat aku sedang berjalan aku melihat balri yang terduduk dengan wajah yang pucat sedang menelepon, saat itu rasanya aku ingin tertawa terbahak-bahak melihatnya dalam ketakutan tapi karena aku tak ingin jadi menambah tekanan buatnya akupun hanya berjalan melewatinya.
dan tak lama setelah itu aku pun menemui seorang suster aku langsung bertanya padanya di manakah bayi dari ibu Yulia yang melahirkan kemarin dan dia pun memberitahu.
begitu sampai aku langsung masuk dan melihat Putri mungil Yulia itu.
"ya ampun kecil banget, masih merah banget pula, foto foto hehehehe"
kataku saat itu
aku melihat tidak hanya Putri mungil Yulia yang ada di dalam situ masih ada 3 bayi lainnya yang berada di di inkubator juga,setelah puas melihat si mungil akupun keluar langsung menuju ke ruangan Yulia lagi.
sesampainya akupun langsung menunjukkan foto itu ke Yulia dan dia hanya menatapnya sambil tersenyum, terlihat jelas dari raut wajah Yulia dia sedang merasa sangat bahagia.
"MAMPUS AKU!!!"
kami pun langsung melihat Balri yang saat itu penuh kepanikan.
akhirnya dia pun duduk lalu menarik nafas berusaha menenangkan diri.
"kenapa sih bal"
tanya kak Arta mendekatinya
"mati aku Arta"
katanya merengek
"laaah ini anak kesurupan yaaak"
"Mama papa Yulia lagi OTW tadi aku habis nelpon mereka dan itu sudah dimarah-marahin mati aku ar, mampus aku ini"
katanya menggigit kuku
"hahahaha santai Bro, tarik nafas dulu"
kak Arta menepuk pundaknya
"gak bisaaa"
rengeknya
"gini-gini, memang susah sih buat ngadepin mertua tapi ya kalau memang kita salah kita harus mengaku dan memperbaiki. Naah kamu tuh sekarang perlunya jujur dan menjelaskan kalau memang orang tua Yulia nanti mempertanyakan"
kak Arta membantu balri agay tentang
hheeem fuuuihh
"hah ok lah Ar"
diangkatnya
tak lama setelah itu aku dan kak Arta pun pamit pulang karena kak Arta masih harus bekerja apalagi kemarin sudah beberapa hari libur karena urusan dengan ibu Melani.
bahkan di perjalanan pulang pun hanya terdiam dan tidak mengatakan apapun padaku itu benar-benar membuatku salah tingkah dan akupun merasa tidak nyaman dengan itu.
sesampainya kami di rumah kak Arta turun dari mobil tanpa menghiraukan aku, akhirnya setelah aku berada di dalam kamar aku pun mengajaknya untuk berbicara.
"kenapa"
tanyanya
"apa kakak marah sama aku soal semalam"
tanyanya
"gak kok"
jawabnya dengan singkat
"ok, Aku bakal lanjutin soal pembicaraan kita semalam setelah aku pikir-pikir kak ayo kita program tahun depan"
kataku
"yang bener yank kamu mau yeees"
katanya dengan semangat
"iya, apa sih yang buat kakak"
gombalku
"hahahahah kamu ini"
pelukannya
saat melihatnya dengan begitu senang dengan keputusanku meninggalkan satu kebimbangan dalam hati, saat itu aku kembali memikirkan keinginanku untuk bekerja kembali dan aku rasa untuk saat ini lebih baik aku menunda untuk memberi tahunya dan memilih menunggu waktu lain yang mungkin lebih tepat.
setelah pembicaraan aku dan kak arta selesai dia langsung bangkit dari tempat duduknya lalu mengganti bajunya karena memang dia harus berangkat kerja sekarang, setelah dia siap dengan semua akupun mengantarkannya sampai ke depan pintu seperti biasa dia selalu mencium keningku dan aku pun mencium tangan tapi kali ini setelah dia mencium keningku dengan senyumnya yang lebar dia mencium bibirku dengan lembutnya membuat aku benar-benar mengerti kalau dia sangat bahagia saat ini.
begitu kak Arta pergi akupun keluar untuk bermain ke rumah ayah dan bunda,aku langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu, melihat ayah dan bunda sedang menikmati waktu sampai mereka dengan menonton TV.
dengan senyum jahat saat itu aku menemukan ide jahil ku, aku pun berniat mengageti mereka bagaimana tidak karena mereka sedang melihat film horor si siani bolong begini, bukannya akan seru kalau lihat mereka ketakutan.
"hehehehe"
aku tertawa pelan
aku coba lihat kiri dan kanan mencari sesuatu yang membuatku sedikit seram sambil memperhatikan ayah dan bunda tentunya akhirnya aku menemukan topeng yang kalau nggak salah waktu itu pernah dibeli fandry waktu ada acara pasar malam di rumahku yang lama, dengan mengendap-ngendap aku duduk dibelakang sofa mereka lalu aku memakai topeng itu, perlahan aku naik tepat di belakang kepala mereka lalu berusaha meniup ke leher mereka agar membangunkan bulu-bulu halus mereka.
"iih yaah bunda merinding"
kata bunda memegang tengkuk lehernya
"leher ayah dingin Bun"
aku yang semakin senang akhirnya semakin memberanikan diri dengan memperlihatkan wajahku dan berteriak
uuwaaaaa!!!
dengan keresnya
terlihat samar-samar ayah dan bunda saat itu kaget dan terjatuh dari sofa membuat aku benar-benar sudah tidak tahan dan langsung melepas topengku dan tertawa terbahak-bahak
"hahahahahahaha"
"kamu ini yaaaa tarika!!!! Untung aja bunda maunya nggak punya sakit serangan jantung!!! kalau enggak bunda rasa udah mati di tempat Bunda saking kagetnya!!"
kata bunda kesal
"kamu yaa!!!"
geram ayah
aku yang masih tertawa sampai terpejam pejam matanya menahan kan sakit di perut tidak sadar kalau ayah yang gram ternyata melemparkan koran yang ada di meja.
"aduuh"
kataku kesakitan
"rasaknok anak kok kurang ajar"
lanjut ayah
"sakiit yah"
rengekku
"sukurin kok"
tambah bunda
"hehehehe maaf maaf"
kataku akhirnya ikut duduk