Chereads / Hirarki abu-abu / Chapter 101 - Pertemuan Keluarga part 3

Chapter 101 - Pertemuan Keluarga part 3

Senja di kala itu kelabu

Seperti hati q saat memikirkanmu

Walau tidak berpisah jarak dan waktu

Namun tetap saja waktumu bukanlah kuasa q

Tidak ada andil q di sana

Bahkan nama q hanya muncul sesekali saja

saat kau menunaikan tugas dan kewajiban mu

Namun aq bangga pada mu, Sayang q

Inilah bentuk perjuanganmu dalam hidup

Pembela tanah air

Pengayom bangsa

Para penjaga kedaulatan negri

Karena untuk selamanya.. NKRI harga mati

Bulan menatap mobil ranger yang digunakan Bagaskara dan teman-temannya melaju menjauh. Ia tau..mulai sekarang harus membiasakan diri dengan hal semacam ini. Dunia kekasihnya kini adalah dunia yang penuh dengan bahaya. Dunia yang sedari dulu sangat ia hindari. Ada rasa getar aneh yang menjalar dari dadanya ke segala penjuru sudut di tubuhnya. Cemas.. khawatir..tetapi harus..jika ingin bertahan..ia harus sanggup melewati nya. Membiasakan diri..

" Bulan..sekarang sudah punya bodyguard pribadi ya?" Ayah nya menggoda nya sambil tersenyum.

" Bodyguard gimana siy, Pa? Sebel niy..dah persiapan sejak sore..ternyata cuma mampir sebentar." Bulan pura-pura cemberut.

" Aaah..kakak..binar matamu tidak mampu menyembunyikan bahagiamu.. Walaupun hanya bertemu beberapa menit saja..tapi dia tetap menunaikan janjinya pada mu bukan? Meminta izin Mama&Papa untuk berhubungan serius dengan mu.." Rama membuat hati Bulan kembali berseri..Memang benar.. Bagaskara telah menepati janjinya. Dengan gaya kaku khas militer..ia menghadap kedua orang tua Bulan dan meminta izin saat itu juga..tanpa basa-basi. Mungkin karena juga terburu waktu.

Ayahanda Bulan sangat memakluminya karena kedua kakek Bulan juga militer. Namun agak berbeda dengan ekspresi dari ibunda Bulan. Ia tampak kurang puas dengan sosok Bagaskara.

Nobody's perfect.. Inilah hidup..apapun yang kau lakukan akan selalu kurang di mata orang lain.

Bagaskara mengirim kabar beberapa jam setelahnya. Namun saat itu Bulan sudah tertidur. Bulan memang biasanya tidak pernah sanggup membuka matanya melebihi pukul 12 malam. Kerusuhan telah berhasil dipadamkan sekitaran pukul 10 malam. Namun tetap saja anggota kepolisian tidak dapat langsung beristirahat. Mereka diharuskan untuk tetap melakukan tindakan pengamanan sesuai SOP. Tidak mempedulikan seberapapun lelahnya mereka.. lapar yang melanda hingga melilit.. seragam yang sudah lengket, basah oleh keringat.. Belum lagi pengendalian emosi yang sangat sangat sangat dibutuhkan dalam situasi kondisi apapun. Tidak memandang usia..jika kau masuk menjadi anggota kepolisian..walau usia mu masih 19 tahun..maka beban dan tanggung jawab besar itu sudah ada di atas pundak mu. Bahkan nyawa pun kadang menjadi taruhannya.

Bulan baru membaca pesan-pesan singkat dari Bagaskara sekitar pukul 5. Yakin bahwa Bagaskara tengah beristirahat, Bulan mengurungkan niatnya untuk membalas pesan-pesannya. Segera bersiap-siap dan membersihkan diri, ibunya memanggilnya untuk sarapan.

" Bulan..Segera sarapan dan minum sesuatu yang hangat." Mamanya memanggilnya setengah berteriak.

" Baiklah, Ma..Aq akan minum air hangat saja."

Bulan bergurau.

" Bulan..apa kau yakin dengan Bagaskara? Mama harap kamu tidak terpesona hanya karena fisik."

" Bagaskara baik, Ma..sejauh yang Bulan tau. Dia sangat memperhatikan Bulan. Walau sedang sibuk, ia tetap berusaha memberikan perhatiannya, beda dengan yang sebelum-sebelumnya. Memangnya ada apa, Ma?" Bulan mulai merasa curiga.

" Setau mama.. pendapatan mereka itu kecil. Apa kau bisa bertahan dengan kehidupan seperti itu? Kenapa tidak kau pilih saja salah satu anak buah Papa? Dari segi ekonomi dan kepintaran mereka jelas di atas Bagaskara."

Mama mulai melakukan intervensi nya.

" Baiklah, Ma..kenalkan mereka pada Bulan karena tidak mungkin untuk Bulan memperkenalkan diri sendiri pada mereka. Atau setidaknya berikan jalan mereka untuk bertemu Bulan. Jika memang jodoh, pasti akan ada jalan ceritanya kan, Ma?" Bulan menanggapi mamanya sambil membuat teh hangat.

" Yaa sudah lah, Ma.. yang menjalani itu Bulan..kita sebagai orang tua hanya bisa mendoakan yang terbaik. Menurut Papa yang penting dia se agama dengan kita, punya pekerjaan tetap, punya sopan santun, perilakunya baik, dan bertanggungjawab." Ayah Bulan menengahi.

" Faktor ekonomi itu juga penting, Pa. Banyak rumah tangga hancur karena itu."

" Bagaskara punya penghasilan yang cukup, Ma. Jangan disesuaikan dengan standar Mama. Ingat dulu, Papa juga belum berpenghasilan seperti sekarang. Rezeki sudah ada yang mengatur, Ma." Ayah Bulan mengingatkan masa lalu mereka. " Dan lambat laun penghasilan akan bertambah. Mama tau sendiri kan?"

" Tapi Pa..Bulan terbiasa dengan kehidupan yang tercukupi semuanya." Mama kembali berkilah.

" Sudahlah, biar mereka mengawali semuanya dari bawah. Biar dia belajar. Mandiri. Inilah hidup." Ayah menutup diskusi dengan kalimat yang tidak dapat dibantah oleh ibu. Memang sejarah keluarga mereka tidak langsung serta merta berkecukupan. Walau kedua buyut Bulan sebenarnya berasal dari keluarga berada dan berdarah biru namun roda kehidupan berlaku pada mereka. Kehidupan mereka benar-benar jatuh ketika ke dua orang tua Bulan masih kecil.

Bulan bersiap hendak pergi ke boutique. Ketika itu ia baru saja keluar pagar rumahnya. Dan tiba-tiba saja ia dikejutkan satu suara yang ia kenal.

"Selamat pagi, cantik.."

Bulan terkejut dan menoleh..siluet Bagaskara yang tinggi dan tegap menghalangi sinar matahari di hadapannya. Bulan terhenyak sesaat..siluet ini.. seperti yang ia lihat di awal-awal mimpinya tentang Bagaskara dahulu..

"Bagas..sejak kapan kau berdiri di sini? Kenapa tidak masuk?"

"Aq baru saja sampai. Apa kau akan ke boutique?" Bagaskara tersenyum sambil membelai rambut Bulan.

"Ya..ini mau berangkat ke boutique." Bulan membalas senyumannya.

" Ayo, kita ke boutique sekarang." Bagaskara menggamit lengan Bulan. Kemudian membukakan pintu mobil untuk nya.

Bagaskara mengemudikan mobilnya dengan santai. " Bagas, bukankah kau baru pulang dini hari tadi?" Bulan menatap Bagaskara yang tengah mengemudi.

" Ya. sekitar jam 3 dini hari tadi." Bagaskara menoleh. " Kenapa?"

" Aq pikir istirahat mu belum cukup. Apa kau tidak lelah?" Ada nada kekhawatiran saat Bulan menanyakannya.

" Iyaa.. tidak apa-apa..nanti aq akan beristirahat kok." Bagaskara mengedipkan sebelah matanya.

" Aq bisa ke boutique sendiri. Lain kali tidak usah seperti ini. Lebih baik kau beristirahat saja. Aq tidak ingin kau sakit." Bulan mengerutkan ke dua alisnya. " Atau mungkin kau ada urusan lain?"

" Jangan khawatir, Sayang.. Aq baik-baik saja."

Bagaskara menyentuh pipi Bulan untuk menenangkannya.

" Aq hanya ingin menemanimu."