" Dhany..Dhany..apakah bagus? Apakah cocok untuk q?" Suara Bulan mengejutkan Dhany untuk segera bangkit dari gejolaknya.
"Uh..q pikir aq butuh ke toilet sebentar." Dhany terburu-buru meninggalkan Bulan yang memandangnya dengan penuh tanda tanya.. "Ada apa dengannya? Kenapa wajahnya tiba-tiba merah..apa dia demam? Sepertinya tadi baik-baik saja." Bulan berbicara sendiri melihat tingkah aneh Dhany.
Dhany berjalan terburu-buru menuju toilet pria di sisi kiri jam dinding besar berbentuk ukiran awan dengan buliran kaca sebagai air hujannya. Hampir saja menabrak pengunjung lain yang baru saja keluar dari toilet. Sambil mengucapkan kata maaf yang terburu-buru Dhany tidak memperhatikan sosok pria yang baru saja hampir ia tabrak.
Segera menuju wastafel dari batu marmer yang berjajar tiga dengan cermin besar di atasnya. Dhany segera membasuh wajah dan kepalanya dengan air mengalir..mencoba mengatur deru nafas nya yang tidak teratur. Pelan- pelan ia mulai menghitung angka satu sampai lima puluh sebagai usahanya untuk mengalihkan pikirannya.. "Bulan..mengapa aq sangat tidak terkendali saat berada di dekat mu? Pikiran q sangat liar tadi.." Dhany mengepalkan kedua tangannya dengan marah. Ia merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Sebelumnya ia tidak pernah dikalahkan oleh perempuan manapun. Bahkan biasanya merekalah yang mengemis hingga menangis, memohon perhatian dan cinta nya. Dhany hanya peduli dengan profesionalisme nya..tidak dingin..tetapi hanya sanggup untuk didekati sebatas teman saja. Jika ada yang mampu menembus batasan itu, maka dapat dipastikan ia adalah seseorang dengan karakter istimewa yang mampu mencuri perhatian pria impian banyak gadis di kota ini.
Dua pelayan datang membawa berbagai pesanan mereka. Tepat setelah pesanan mereka tersaji semua di atas meja Dhany kembali dari toilet.
" Maaf, Bulan.. aq mendadak pening tadi." Dhany berusaha menyembunyikan wajahnya yang masih bersemu kemerahan.
" Apa kau baik-baik saja, Dhany? Apa kau demam? Q lihat wajah mu memerah tadi." Bulan tampak khawatir dengan perubahan Dhany.
" Uh..tidak..aq baik-baik saja." Dhany berusaha menguatkan sorot matanya.
" Apa kau yakin?" Bulan meraba punggung tangan Dhany dan mengusapnya dengan lembut. Mencoba memberikan ketenangan di sana. Namun apa yang terjadi adalah kebalikannya. Dhany menjadi amat sangat tidak tenang. Ia segera meraih sebotol air mineral yang tersedia di meja..meneguknya dengan cepat sembari mengaturnya agar tidak membuatnya tersedak.
Aq harus mengalihkan perhatian dari pikiran ini. Kalau tidak maka aq akan benar-benar menerkamnya saat ini juga. Pikiran Dhany menjadi kacau lagi.
" Liontin itu makin bersinar saat kau pakai, Bulan. Kau terlihat makin cantik." Dhany akhirnya menemukan titik perhatian lain yang ia kira dapat ia gunakan untuk menyelamatkan diri. Namun itu pun tidak terlalu berhasil dikarenakan leher jenjang dan sebagian bahu terbuka Bulan makin berkilau berhiaskan liontin sakura itu. Bulan tersenyum padanya dan berusaha melihat bayangannya di pantulan kaca seberang meja mereka.
" Oh, lihatlah Dhany..kau pandai memilih perhiasan. Aq sangat menyukainya. Terimakasih." Jemari Bulan mempermainkan liontin itu di atas batas baju nya. Dhany sungguh kehabisan akal. Apakah gadis ini tengah menggodanya atau dia saja yang terlalu liar berimajinasi. Dhany tidak tahan lagi. Kemudian mencoba menarik nafas panjang sembari memejamkan kedua matanya sejenak..mengalihkan pikirannya pada setumpuk dokumen kantor baru yang wajib ia periksa minggu ini dan segala persiapannya. Ohh..kenapa tubuh q terasa panas? Apa cuaca sedang tinggi tingkat kelembaban nya? Dhany mengatur nafas satu persatu..