Hari sudah malam saat mereka melaju menyusuri jalan-jalan pinggir kota. Darius memilih jalan yang tidak terlalu ramai lalu lalang kendaraan.
"Lan, apa yang kau rasakan hari ini?" Darius memulai percakapannya kembali.
"Oh, tentu saja..terimakasih atas hari ini,Darius. Aq mendapatkan gaun yang di luar ekspektasi q..dan kau juga memberi kesempatan untuk q berkarya bersamamu . Terimakasih juga karena telah mengajak q ke restoran menembus dimensi waktu. Menu nya enak-enak." Bulan bersemangat menjawabnya.
"ehm..ya..sama-sama" Darius menimpali.
Tapi Bulan tau, bukan jawaban itu yang diharapkan Darius. Dia paham, arah tujuan pertanyaannya. Tapi dia tidak ingin sampai ke sana. Otaknya bekerja lebih cepat memikirkan pembicaraan lain yang mungkin dapat dia jadikan tapis penghalang dari pertanyaan-pertanyaan Darius yang tidak ingin dia jawab.
"Kau telah membantu q mendapatkan gaun, kau sendiri bagaimana? Sudah siapkah jas mu? Apa kau memilih dari koleksi Mr.Tony juga? Bisakah kau memperlihatkannya pada q lewat foto?" Bulan berusaha keras.
"Ya, aq mendapatkannya sendiri. Bukan dari Mr.Tony.. lihatlah sendiri ke apartemen q jika kau mau." Darius memasang perangkapnya lagi.
Oh tidak..pria ini..menggiring q kembali ke arah nya..Bulan terdiam..
"Bagaimana? Mau lihat jas wisuda q sekarang?" Darius makin menekannya
"Mmm..tidak,aq lelah, Darius. Seharian bepergian." Bulan memasang wajah lelah yang sedikit dilebih-lebihkan. "Lain waktu saja ."
Darius diam sesaat. "Besok akan q kirim jadwal pemotretan."
"Baiklah, terimakasih." Bulan merasa lega, sepertinya dia menang kali ini.
Di depan kost. Darius menepikan mobilnya 5 meter dari pintu gerbangnya.
"Terimakasih atas hari ini, Darius." Bulan cepat-cepat keluar dari mobil.
Darius hanya diam.
Mungkin aq terlalu cepat. Mungkin dia masih butuh waktu. Mungkin luka itu masih terasa sangat sakit hingga dia takut untuk memulai segalanya dari kembali.
Darius melajukan mobilnya menjauh dari kost Bulan.
"Sebentar lagi Bulan. Aq hanya akan memberimu waktu sebentar lagi. Dan setelahnya, adalah waktu mu bersama q. Sebentar lagi." Darius mengatakannya dengan suara dalam. "Aq hanya perlu bersabar sebentar lagi."
Bulan terburu-buru memasuki kamarnya. Tidak melihat siapa yang dari tadi menunggunya di ruang TV. Memandanginya tanpa bicara. Mengikutinya hingga menghilang dibalik pintu.
Setelah tergesa-gesa mengganti baju dengan piyama. Bulan mengambil air minum. Berlama-lama menikmati tegukan demi tegukan. Duduk di kursi samping meja belajarnya. Memandangi bayangannya yang terpantul tepat di hadapannya. Apa yang telah terjadi belakangan ini. Sepertinya dewa cinta tengah bermain-main dengannya. Belum genap satu bulan sejak berakhir hubungannya dengan Leo..dan dia pun tidak buta dengan usaha Malven..dan kini..Darius. Bahkan Darius sudah berani melakukan pembicaraan-pembicaraan menggiring Bulan masuk ke dalam lingkarannya. "Apa yg telah aq lakukan? Aq bahkan belum pulih. Tidak mungkin secepat itu. Beberapa teman-temannya mungkin tidak masalah untuk langsung mengambil hati yang menawarkan diri di hadapan mereka. Malven, genius yang pendiam, di saat teman-temannya sibuk bermain dia lebih suka mengerjakan program-program komputer pesanan relasi bisnisnya. Bukan berasal dari keluarga kaya, tetapi berpendidikan. Sedangkan Darius..mahasiswa favorit di kampus. Bak selebritas kampus..banyak mahasiswi yang mengidolakan sang ketua klub photography yang sangat eksklusif. Humble, tetapi tidak mudah didekati. Hasil jepretannya beberapa kali masuk nominasi kompetisi prestisius nasional. Dan beberapa kali terpilih dalam pameran photography di ibu kota. Rumor mengatakan bahwa dia pernah dekat dengan salah satu selebritas pendatang baru yang berbakat namun tidak pernah ada yang tau kebenarannya sampai sekarang.
Aq tidak mengerti..ini suatu kesialan atau keberuntungan yang datang pada q secara bertubi-tubi. Karena saat hati q terluka karena pengkhianatan Leo..aq pikir aq ditimpa musibah..dan kesialan lah yang aq terima..Namun setelah q mengerti lebih dalam..itu adalah sebuah keberuntungan q..Aq tidak menikahi pria brengsek hidung belang yang bahkan tidak memiliki keberanian untuk mengakui kesalahannya. Memang, Leo meminta maaf pada akhirnya. Tetapi permintaan maaf tidak lah sama dengan pengakuan kesalahan. Yang Leo lakukan adalah membangun dinding alibi. Dan hanya berakhir saat Bulan melemparkan fakta-fakta di hadapan hidungnya. Sungguh, mencari pembenaran demi pembenaran saat kau berusaha menutupi kesalahanmu adalah sikap yang sangat pengecut dan menjijikkan.
Dan itulah yang kini dia rasakan. Belum melupakan bekas kekasihmu adalah bukan pertanda bahwa kau masih mencintainya. Dalam kasus Bulan, dia masih mengingat betul detail pengkhianatan yang dilakukan oleh Leo terhadapnya. Bulan lebih memilih untuk mengingat-ingat, mencerna setiap perilaku Leo selama bersamanya. Setidaknya itulah salah satu cara nya agar lebih berhati-hati saat menghadapi pria-pria di luar sana yang setipe dengan Leo. Pasti akan ada kemiripan di antara mereka. Dan dia tidak sudi untuk jatuh di lubang yang sama. Pikirnya.