Chereads / Masa Muda Yang Tak Muda / Chapter 31 - Saatnya mereka Menangis

Chapter 31 - Saatnya mereka Menangis

Matahari mulai turun dari ketinggiannya, adam melihat matahari itu seakan mata kinan yang saat ini telah melihatnya, melepas kepergiannya, membiarkan adam pergi dengan hanya melihatnya dari kejauhan, ia semakin turun dan terus turun hingga tak terlihat lagi, dari dalam jendela pesawat adam memandangi matahari yang sedari tadi berada di sampingnya yang perlahan hilang, air mata tak terasa menetes, adam menurunkan egonya sebagai lelaki kuat yang tidak akan menangis meski dalam situasi terburuk sekalipun. tetesan air mata yang terus berusaha ia tahan menjadi semakin deras hingga ia terpaksa melepas kacamata hitamnya agar bisa menghapus air mata kepedihannya karena harus meninggalkan kinan seorang diri disana, adam tahu kinan akan terus melewati hari-harinya seperti dulu, sendiri, tanpa kehidupan yang berwarna, tanpa senyum dan tawa kebahagiaan, dia gadis yang hanya akan diam meskipun orang lain meneriaki dan mencacinya, dia benar-benar tidak perduli dengan kehidupan sosial diluar sana. Adam memiliki keinginan untuk mengajak kinan masuk ke dunia yang berwarna, mengajaknya melalui masa muda yang dia lewati tanpa warna selama ini, masa muda yang tidak mungkin akan terulang lagi, adam ingin kinan tetap merasakannya meskipun sedikit terlambat. Usia 18 tahun belum cukup terlambat untuk merasakan indahnya dan berwarnanya masa muda itu. Tapi kenyataan berkata lain, adam harus melewatkan kesempatan itu, adam akan pergi dalam waktu yang lama dan kembali pada masa di saat usia muda tak lagi menjadi bagian dari mereka, terlalu jauh untuk mengulang semuanya nanti. "kinan sudah sangat membenciku saat ini, apa yang sedang dia lakukan sekarang di saat aku dengan bodoh menangis disini karena memikirkannya", adam menghapus air matanya sambil bergumam dalam hati.

Malam dingin dan sepi di rumah, kinan berdiri di depan jendela kamarnya sambil terus memandangi headset yang adam buang, perlahan kinan meraih handphonenya dan mengambil headset itu, ia mencoba untuk menggunakannya, dengan perlahan kinan meletakan alat pendengar itu di telinganya, di lihat dari model dan merknya, "barang ini mungkin cukup mahal, dia sangat bodoh karena membuang barang berharga seperti ini" kinan berbicara sendiri sambil mengenakan headset itu dan kemudian menyalakan musiknya, terasa sangat nyaman di gunakan dan musikpun mulai berputar, dengan matanya yang terus memandang ke arah luar dari jendela, tatapan kosongnya tak tau kemana maksud tujuannya, sambil mengikuti alunan lagu yang ia putar, air mata kinan jatuh, tangisan yang tertahan membuat itu semakin menyesakkan dan perih untuk di rasakan, kinan memukul-mukul dada sebelah kirinya, dia merasa sangat sesak, perasaannya mengatakan bahwa ia sudah tak sanggup lagi menahan tangis seharian ini bahkan dari kemarin, sambil terus mendengarkan musik di telinganya, kinan tak bisa menghentikan air matanya yang terus jatuh dan membasahi pipinya, suara tertahan karena tak ingin orang rumah mendengarnya membuat kinan sangat merasa sesak, ia ingin berteriak, lebih tepatnya memanggil nama adam, ingin berteriak mencegah adam untuk tidak pergi meninggalkannya, kata-kata itu ada jauh di dalam hatinya, tapi tak mungkin ia katakan kepada adam, kinan berpikir siapa dia bisa mencegah adam untuk pergi, bahkan cintanyapun dia tolak, kenapa juga aku harus mencegahnya untuk pergi. pikiran kinan itu membuatnya menjadi tak bisa berkata jujur atas perasaannya kepada adam. "aku ingin kamu disini, aku ingin kamu tidak pergi, maafkan aku" kinan berkata perlahan dan terus menangis. Tanpa kinan ketahui, ibu berada di balik pintu kamarnya, meskipun kinan berusaha tidak bersuara saat menangis, tapi jika di dengarkan tepat di depan pintu, suara itu terdengar jelas, ibu khawatir dengan keadaan kinan, dari semenjak ibu pulang tadi sore kinan sama sekali tidak keliar dari kamarnya, bahkan genta bilang bahwa waktu kinan pulang dari kampus dia hanya minum segelas air dan langsung masuk ke kamarnya dengan wajah yang sangat sedih, bahkan saat kakaknua bertanyapun kinan seperti tidak mendengar dan hanya berjalan menuju kamarnya. karena Genta tidak berani mengganggu adiknya dalam situasi seperti itu akhirnya genta hanya mendiamkannya saja dan memberikan waktu untuk kinan sendiri di dalam kamarnya. sampai akhirnya ibu pulang dan meminta kinan untuk keluar kamarnya tapi kinan tak kunjung keluar. dan saat malam tiba ibu bermaksud kembali memanggil kinan untuk makan malam, tapi ibu seperti mendengar suara tangisan di dalam sana, tangisan yang menyiratkan rasa sakit yang teramat dalam, kinan betul-betul telah menahan itu dari kemarin, ibu tahu bahwa anaknya sedang berusaha kerasa menahan tangisan itu karena tidak ingin ada yang tahu, jadi ibu hanya diam dan berdiri di depan pintu kamar kinan tanpa berani masuk, itu akan membuat putrinya tidak nyaman. Ibupun ikut meneteskan air matanya, ibu seperti merasakan sakitnya hati kinan saat ini sehingga membuat putrinya menangis, sudah sangat lama kinan tidak memperlihatkan emosi dalam dirinya di depan ibu, baik itu sedih ataupun senang, putrinya seperti selalu berusaha untuk tidak terlihat sedih di depan ibunya dan saudara-saudaranya, tapi juga tidak memperlihatkan wajah bahagia, kinan hanya sering memasang wajah cuek dan acuh terhadap segala hal. "ibu selalu bersamamu sayang" ibu berkata sambil menyentuh pintu kamar kinan, dia sangat ingin menyentuh dan membelai rambut putrinya yang sedang menangis saat itu, tapi dia tak berdaya, ibu tidak pernah memiliki waktu selama ini untuk kinan, dia selalu sibuk bekerja di tokonya karena ia tulang punggung keluarga, bahkan sedari kecil kinan hanya menghabiskan waktunya sendiri di rumah, terlebih saat kedua kakaknya telah berpulang, membuat kinan berubah menjadi anak pendiam dan tidak suka berinteraksi. ibu tak bisa berbuat banyak soal itu karena kesibukannya dan menilai itu sebagai fase penyesuaian kinan terhadap situasi mereka, tapi ternyata itu terjadi hingga saat ini, kejadian itu telah merubah kinan 100% dari anak yang ceria dan selalu bisa menghibur ibunya, dan saudara-saudaranya menjadi anak yang menarik diri dari lingkungan dan komunikasi dengan ibunya sekalipun, dia jadi tidak banyak bicara. Masa kanak-kanak dan masa mudanya sangat berat hingga membentuk kinan menjadi gadis yang menutup diri dan sulit bergaul. "maafkan ibu sayang" setelah beberapa saat ibu akhirnya pergi meninggalkan kamar kinan dan turun ke bawah. Genta yang sedari tadi menunggu ibu turun dari kamar kinan penasaran dengan apa yang terjadi disana, "kenapa ibu lama sekali, aku tidak mendengar ibu memanggil kinan" ibu hanya diam saja sambil terus menyiapkan makan malam untuk putranya, "apa bibi sudah pulang? sudah kamu makan saja, adikmu tidak berselera makan, nanti biar ibu antarkan makan ke kamarnya" ibu tidak berkata banyak dan hanya meminta genta agar segera melanjutkan makan malamnya. Genta yang juga tidak berani melanjutkan pertanyaannya akhirnya hanya meneruskan makan malamnya dan kembali ke kamarnya.

Malam semakin larut, kinan terbaring di ranjangnya dengan memeluk headset adam, air mata itu telah berhenti namun rasa sakit itu masih menjadi penghuni dalam relung hati kinan. Kesedihannya sangat terlihat saat ia terus memeluk alat pendengar pemberian adam, dan matanya terus terbuka, kinan bahkan tidak bisa memejamkan matanya malam itu, pikirannya terus terbang dan berjalan tak henti memikirkan adam yang membuatnya terus terjaga. Di luar kamar ibu memberanikan diri mengetuk pintu kamar kinan, setelah ibu secara perlahan menguping dari luar, dan memastikan sudah tidak terdengar tangisan kinan di dalam ia masuk ke kamarnya kinan. "Sayang, apa kamu masih belum tidur?, apa ibu boleh masuk? sambil mengintip dengan membuka sedikit pintu kamar kinan ibu bertanya, karena jika langsung masuk takut kinan merasa terganggu dengan privasinya, ibu menilai kinan sudah sangat dewasa dan butuh ruang privasi untuk dirinya dan tidak melewati batas itu sebagai tanda saling menghargai antara anak gadisnya yang sudah besar dan seorang ibu yang bijaksana.