Luna berjalan malas memasuki perusahaan tempatnya bekerja. Matanya bengkak dan sembab, semua karyawan kini bergunjing dihadapannya secara langsung. Meski bukan pertama kalinya mendengar gunjingan tentangnya tapi kali ini terasa sangat menyakitkan.
"Kasihan sekali pasti dia dicampakan"
"Ku dengar Pak Kevin akan segera menikah, Lihatlah dia terliat sangat kacau."
"Kasihan sekali, dia pasti sudah merangkak ditempat tidur bos dan dibuang begitu saja."
"Gadis rendahan."
Mereka menggunjing Luna, membuat telinganya panas, ingin sekali dia memberikan lem pada mulut setiap orang yang mencibirnya tapi Luna bukan wanita bar-bar yang dengan mudah membuat keributan meski untuk membela dirinya sendiri.
Lihatlah Luna, sadarlah semua ini tidak akan terjadi jika tidak karena Kevin, kamu tidak boleh membuka sedikitpun celah dihatimu untuknya. Luna menutupi rasa sakit dihatinya dengan menyisipkan kebencian pada Kevin meskipun kenyataannya dia merasa lebih sedih dari sebelumnya.
Luna kini memasuki Lift, semua orang menghindarinya dengan memberi jarak padanya.
"Apa rasa sedih itu menular? mengapa mereka semua menjaga jarak padaku?" Luna bertanya bingung dalam hatinya menambah kesedihan padanya dipagi ini.
Lift sudah hampir tertutup sempurna tapi tiba-tiba terbuka kembali. Seorang pria masuk, semua orang mundur selangkah membuat Luna heran sampai ia menyadari jika seseorang yang baru masuk itu adalah Kevin.
Kevin tidak menyapa, ia hanya terdiam berdiri disebelah Luna. Luna sendiri hanya memalingkan wajah tanda tidak perduli meski dalam hatinya merasa tidak nyaman terlebih saat Kevin berpakaian seperti itu. Kemejanya tidak dikancing sempurna, dan setelan jasnya yang tidak serasi dengan kemejanya dan rambutnya berantakan tidak rapih seperti biasa.
"Dia pasti telah bersenang-senang dengan tunangannya semalam." ucap Luna dalam hati mencibir sambil tersenyum miring melirik Kevin.
"Memikirkan kejadian semalam?" Ucap Kevin membuat para karyawan hanya saling menatap bingung.
"Kamu membuatku sangat kacau dipagi ini." ucap Kevin kembali sambil tersenyum sedih, Luna tidak menjawab hanya menatapnya kesal.
"Apa yang anda bicarakan pak?" Luna berusaha untuk tenang meskipun isi kepalanya rasanya mendidih mendengar perkataan ambigu Kevin yang membuatnya semakin terlihat buruk.
"Penolakan cintamu.. kamu membuatku kacau karena tidak pernah menerimaku." Jawab Kevin, sebenarnya Kevin sengaja mengatakan hal ini agar semua orang diperusahaan berhenti mencibir dan menggunjing Luna dengan hal yang tidak masuk akal.
Para karyawan yang bersama mereka kembali dibuat bingung, mereka sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi diantara sang bos dan sekretarisnya.
.....
"Hari ini, kita ada pertemuan dengan desainer interior hotel Kings." Ucap Luna sambil menyerahkan berkas kepada Kevin. Suasana sangat dingin kini tapi mereka tetap berusaha untuk tetap profesional, Kevinpun memeriksa berkasnya dengan teliti dan Luna menunggunya dengan sabar.
"Aku tidak ingin ada yang menggunjingmu, jadi aku mengatakan hal itu. Maafkan aku, aku tidak berniat mengusikmu aku hanya tidak suka mendengar kamu dicaci seperti itu." Luna hanya diam dan tidak merespon, setau Luna mereka tidak pernah menggunjingngnya jika ada Kevin bersamanya jadi bagaimana Kevin tau jika banyak yang terang-terangan menggunjingnya hari ini.
"Itu bukan masalah bagi saya, anda tidak perlu repot-repot meluruskan. saya tidak ingin terus dikaitkan dengan anda diluar pekerjaan." Jawab Luna, ia berusaha terdengar kuat tapi suaranya yang bergetar menunjukan dengan jelas perasaannya yang kacau saat ini.
"Baiklah.." Jawab Kevin pelan.
"Pesan tempat direstoran, kita akan melakukan pertemuan dengan desainer interior hotel Kings saat makan siang." Lanjut Kevin, nada bicaranya terdengar sangat profesional seperti biasa membuat Luna merasa sedikit Lega.
"Baiklah.." Jawab Luna mengangguk, ia lantas meraih kembali dokumen yang telah diperiksa Kevin dan berjalan pergi keluar ruangan.
Perasaan Kevin hancur, Luna seperti menutup rapat hatinya tanpa celah dia bahkan memberi jarak agar Kevin tidak dapat merasa dekat dengannya meski mereka sedang bersama.
Luna sendiri merasa dadanya semakin sesak, entah mengapa rasa sesaknya terus bertambah saat dia mengatakan hal menyakitkan pada Kevin.
Sekarang ia bahkan ingin menangis.
"hi sekertaris.." Sapa Monic yang tiba-tiba datang tanpa permisi menerobos masuk keruangan Luna dengan gaya centilnya yang terlihat seperti mengejek Luna.
"Pagi bu Monic." Sapa Luna dengan sopan, tapi Monic membalasnya dengan sinis.
"Ini sudah cukup siang.. astaga kamu bahkan tidak pandai menyapa bagaimana bisa menjadi seorang kepala sekertaris." cibir Monic sebelum akhirnya berjalan memasuki ruangan Kevin.
Luna hanya dapat diam bersabar, jam sembilan itu bukankah masih pagi? Luna hanya dapat merengut kesal dan kembali kepekerjaannya.
Sedangkan didalam ruangan Kevin hanya dapat menekuk senyumanya kebawah saat Monic memasuki ruangannya dan tanpa basa basi memeluknya dari belakang.
Betapa bodohnya dirinya, ia tidak dapat membuat Monic melepaskan pelukannya tapi dia tetap menatap Luna yang sesekali melihatnya meski mengabaikannya. Kevin tahu siapapun itu jika diposisi Luna saat ini tidak akan ada yang percaya pada pria brengsek seperti dirinya. Hampir setiap hari Kevin menyatakan cinta padanya tapi dia malah bertunangan dengan wanita lain membuat Kevin semakin merasa bersalah pada Luna.
"Dia sengaja pamer rupanya." Gumam Luna geram, ia lantas meletakan tumpukan map di atas mejanya sehingga ia tidak dapat lagi melihat pemandangan menjijikan seperti itu lagi.
Monic sendiri merasa senang melihat Kedua sejoli ini tersiksa, ia lantas memikirkan cara lain agar semuanya lebih menarik.
Ia melepaskan dekapannya dan menelpon Luna dari meja Kevin. "Sekretaris, bisa masuk sebentar." Perintah Monic dengan semua ide jahatnya diatas kepalanya.
Kevin terkejut saat Monic menelpon Luna, apa maunya wanita iblis ini.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Kevin marah.
"Kenapa sayang, sekertarismu sekertarisku juga. aku hanya meminta tolong padanya." Jawab Monic santai, sampai akhirnya Luna memasuki ruangan.
"Luna, aku membawa hadiah untuk Kevin tapi aku bingung harus memilih yang mana, menurutmu yang mana yang lebih cocok untuknya." Tanya Monic sambil memperlihatkan dua buah dasi dengan desain mewah dengan warna dan motif berbeda.
"Keduanya bagus." Jawab Luna singkat, entah mengapa otaknya rasanya kembali mendidih saat ini terlebih melihat Monic yang menggelayut manja dibahu Kevin.
"Kevin tidak memakai dasi saat ini, aku ingin kamu memilihkan yang mana yang cocok untuknya hari ini."
"Astaga apa wanita ini sedang memancing amarahku?" Ucap Luna dalam hati.
"Yang ini cocok dengan warna kemejanya."Ucap Luna memilih asal.
"Kalau begitu pakaikan Kevin dasi." perintah Monic.
"Monic, hentikan." ucap Kevin, ia sungguh ingin menyeret wanita ini keluar saat ini juga tapi Kevin masih harus bersabar.
"Kenapa? aku tidak pandai memakaikan dasi, aku ingin melihat caranya memperlakukanmu." Bisik Monic, tingkah mereka sangat menjijikan itulah yang ada dipikiran Luna tapi dihatinya menggeram kesal.
"Ayo cepat, waktuku tidak banyak sekertaris." Perintah Monic lagi dengan nada memaksa dengan terpaksa Luna meraih dasi tersebut sedangkan Monic memaksa Kevin untuk berjalan kearah Luna.
Mereka seperti boneka barbie yang menurut dengan apa yang aku inginkan, itulah yang ada difikiran Monic.
Dengan perlahan Luna mengaitkan dasi yang dipilihnya kedalam kerah kemeja Kevin.
"Santailah Luna, kamu sudah biasa melakukannya." Uucap Luna dalam hati, entah mengapa ia sangat gugup kali ini bukan karena Monic yang sedang memperhatikannya melainkan karena tatapan mata Kevin. Tatapan penuh cinta, siapapun akan tahu jika melihatnya tatapan seperti semalam membuat wajah Luna memerah begitupun dengan Kevin saat pandangan matanya yang nakal mengarah ke bibir manis Luna.
Monic tidak lagi terlihat senang kini, mereka benar-benar berani bertatap mesra seperti itu bahkan dihadapannya.
"Lihatlah kalian terlihat seperti sepasang suami istri." Ucap Monic membuat Luna melepaskan tanganya dari dasi Kevin yang telah dipasangnya sempurna.
Monic lantas berjalan menuju Kevin dan menyentuh dasi yang dipasangkan Luna.
"Tapi sayang sekali, aku yang akan menjadi istri Kevin dan bukan kamu sekertaris." Ucap Monic santai membuat Luna hanya dapat mengepalkan tanganya karena kesal.
"Kapan kamu akan pergi dari sini?" Tanya Kevin ketus, ia sangat jengah dengah tingkah Monic yang seolah menggendalikannya dengan sempurna padahal ini hanya bagian dari rencananya untuk menyingkirkan Monic.
"Sayang.. aku kan masih rindu... kamu tahu kan rasanya merindukan sesorang didepan mata tapi kamu tidak pernah merasa rindumu tersalurkan." Monic benar-benar seorang iblis, bahkan disaat Kevin bersikap dingin dengannya ia tetap bisa membalasnya dengan licik menggunakan Luna.
"Kalau begitu saya permisi." ucap Luna, ia tidak ingin terus terjebak dalam suasana menyebalkan seperti ini.
"Tunggu dulu." Tahan Monic membuat langkah Luna terhenti, Monic lantas membuka dasi yang dipasangkan Luna dan menggantinya dengan dasi yang satunya lagi.
"Buang ini.. aku benci motifnya, sangat kampungan." Ucap Monic seraya membuang dasi itu kelantai.
Dengan mata memerah Luna mengambil dasi itu dan membawanya pergi bersamanya.
Luna lantas membuangnya ketempat sampah dengan kasar.
"Dasi itu dia yang membelinya bukan?" Celoteh Luna kesal setelah memasukan dasi itu kedalam tempat sampah.
"Rasanya aku ingin memakinya dengan membawa kebun binatang kedalam kalimatku." Oceh Luna lagi dengan kesal.
.....