Chereads / Mutiara Hitam / Chapter 26 - Program

Chapter 26 - Program

"Assalamualaikum?" Sapa sepasang kekasih yang baru saja melangsungkan pernikahan. Siapa lagi kalau bukan Zara dan Zia.

"Waalaikumussam.." Terdengar balasan dari dalam rumah. Setelah Zara mengucapkan salam, ia memperhatikan Zia tengah mengeluarkan beberapa barang bawaannya. "Maasyaa Allah, anak Mama udah pulang." Jerit seseorang yang langsung memeluk Zara dengan hangat.

Zara menyalami sebagai tanda penghormatan. "Gimana kabarnya, Zara?" Tanya sang mertua dengan lembut. "Pasti perjalanannya sangat melelahkan bukan?" Tanyanya dengan mengelus-elus kepala Zara. Aktivitas itu sungguh membuatnya nyaman, dan ia hanya tersenyum mengiyakan. Dan dengan cepat melangsungkan percakapan yang hangat.

"Anak Mama Zara doang ya?" Sindir Zia yang baru keluar dari mobil setelah memarkirkannya yang hanya dihadiahi kekehan dari kedua wanita itu. Kemudian ia menuju bagasi untuk mengangkut segala sesuatu yang dibutuhkan. Zara mengulurkan tangannya, ketika ia melihat Zia sedang berusah payah untuk membawa semua barang mereka. "Tidak usah, kau pasti capek." Ucap lelaki yang masih sibuk dengan barang-barangnya itu.

Zara melepaskan tangan kiri yang sedari tadi berpegangan dengan Mamanya Zia, Ia mendekat ke arah Zia. "Iya aku capek, tapi ada seseorang yang lebih lelah lagi. Ia menyetir selama berjam-jam dengan kemacetan dimana-mana, tanpa bisa memejamkan sedikitpun matanya. Aku hanya ingin membantu untuk sedikit meringankan bebanmu." Ungkapnya dengan tatanan kalimat yang tertata begitu rapi.

Mei dan anak laki-lakinya tertegun sejenak untuk mencerna ungkapan-ungkapan gadis yang ada dihadapannya. Mei sungguh merasa hatinya sangat sangat lega, ketika melihat Zia memiliki pendamping hidup yang bisa dikatakan penyejuk hati, pelipur lara.

"Sini.." Rebut Zara untuk mengambil beberapa barangnya, hal tersebut mengembalikan kesadaran anak dan ibu itu. Zia hanya menggendikan bahu, ia melenggang menuju kamarnya yang berada di ujung lorong yang terlihat segar itu. Ya, rumah ini sangat dijaga baik oleh Mei, ia tak akan pernah melewatkan satu sudut pun terlewat untuk diisi tanaman hias yang menyegarkan udara.

Zara mengikuti sang suami dari belakang. Ketika sampai di dalam ruangan ia melihat Zia yang tengah mendudukan diri sembari meminum segelas air dari mejanya. Ia kemudian meletakan barang bawaannya, lalu mengucapkan "Kau mandi dulu, lalu makan. Nanti selepas Isya kau bisa tidur dengan cepat." Zia terdiam tak menanggapi, sedangkan Zara memutuskan untuk menemui Mamanya.

Gadis yang mengenakan gamis berwarna mint dengan hijab yang warnanya lebih tua dari bajunya menghampiri seseorang yang tengah berkutat di dapur. "Tante lagi ngapain?" Tanyanya.

"Aih, no no no. Kenapa manggilnya Tante?" Tanyanya dengan mengacungkan spatula ditangan. "Panggil Mama, harus panggil Mama. Karena kamu anak Mama.. Ya, paham?" Ucapnya dengan sedikit gertakan, Zara hanya mengangguk menuruti.

"Mama kenapa malah masak, biar Zara aja yang masak. Nanti capek.." Ucapnya.

"Bukan Mama, kamu malah yang capek. Mama kan seneng kamu ke sini, apalagi menyambut mantu yang cantik ini." Ucap Mei dengan tangan yang terampil memotong sayuran dan beberapa bumbu lainnya.

Zara menggulung lengan gamisnya hingga sikut, "Apa yang bisa Zara bantu?" Tanyanya. Setelah melalui perdebatan yang cukup sengit, akhirnya Mei menginstruksikan beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Zara. Hanya aktivitas yang ringan-ringan saja, seperti membalikan martabak yang Mama Zia buat, mencuci sayuran, dll.

Makanan sudah selesai, ia mengumpulkan semua alat-alat yang telah digunakan mereka menuju wastafel. "Udah kamu diam aja.. Duduk di sana, cepat. Mama gak mau ya, anak Mama sakit. Kalian kan baru menikah tubuh harus fit, biar semangat membuat programnya.. Biar rumah ini gak sepi lagi."

Seseorang tersedak dengam air mineral yang berusaha untuk melewati kerongkongannya. Zara dengan pipi merahnya itu kaget lantaran tak tau bahwa di sana terdapat seseorang yang menguping pembicaraan duo wanita dengan terduduk manis.

"Ada apa dengan reaksi itu?" Mei membalikan badannya, dan menatap Zia dengan tatapan yang nyalang. "Jangan bilang kalian berdua belum melakukannya?" Tanyanya lagi. Zara hanya menunduk dan Zia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Melihat tingkah kalian yang seperti ini semakin membuat Mama yakin, bahwa itu semua benar." Pernyatannya itu semakin membuat Zara merunduk dalam-dalam. Memang benar saat ini belum ada kegiatan fisik yang mereka lakukan selain dari memeluk dan mencium.

"Ayoo dong sayang, kalian kan sudah menikah. Halal untuk melakukan 'itu'. Kebahagian diantara kalian akan semakin bertambah ketika tangisan bayi terdengar dimana-mana." Ucapnya antusias. "Yang banyak yaa bikinnya.. Biar Mama banyak temennya. Yang semangat yaa.." Tambahnya lagi. "Kalau bisa tiap hari, biar cepet jadi." Bisiknya namun masih terdengar oleh Zara dan Zia yang semakim semakin semakin membuat wajahnya semerah kepiting rebus.

"Apaan sih Mah.." Sangkal Zia, berusaha untuk menghentikan percakapan itu. Karena jangankan untuk melakukannya, merencanakan programnya saja belum. Dan sungguh Mamanya ini tidak tahu malu sekali mengucapkan kata-kata tersebut dengan entengnya.