00:17
Gelombang kehancuran akan tiba dalam waktu 17 menit lagi. Semua orang di kota pasti sudah tau. Para Knight dan petualang bersiap untuk pertempuran, warga kota mengunci rumah mereka.
Kayaknya saat waktunya habis, para pahlawan, termasuk aku, akan langsung di transport ke tempat gelombang itu. Sihir yang sama akan mempengaruhi anggota party kami juga, jadi Raphtalia akan di transport bersamaku.
Aku memilih untuk menggunakan Light Metal Shield, karena perisai itu memiliki tingkat pertahanan yang paling tinggi sampai sejauh ini.
"Raphtalia, gelombangnya akan segera datang."
"Ya!"
Dia mengangguk, namun dia tampaknya kuatir. Setidaknya dia serius mengenai hal ini.
"Tuan Naofumi, apa kamu keberatan kalau kita bicara sebentar?"
"Tentu. Ada apa?"
"Itu cuma... berpikir tentang gelombang itu membuatku merasa emosional."
Apa maksudnya? Apa sia takut akan kematian atau semacamnya? Tentu saja aku akan kerepotan kalau dia mati, jadi aku harus melindungi dia, tapi.... Astaga, mungkin aku terlalu banyak baca komik.
Tempat ini bukanlah sebuah game, dan ini juga bukan sebuah buku. Ini nyata.
Diatas semua itu, para pahlawan yang lain memiliki equipment yang bagus. Aku bahkan nggak tau apakah aku bisa bertahan pada kehancuran tersebut dengan equipment yang kumiliki.
Aku mungkin akan berakhir terluka.
Kalau aku cuma cidera saja, kurasa itu adalah sesuatu yang layak disyukuri. Tapi aku mungkin berakhir mati.
Kalau aku memang betulan mati, nggak diragukan lagi orang-orang dari dunia ini akan menatap mayatku dan berpikir: "Dia mendapatkan balasan yang setimpal".
Aku harus berhenti berpikir tentang itu. Aku bukannya melawan orang lain, tapi diriku sendiri. Aku bertarung untuk bertahan hidup.
"Kita sudah membicarakannya sebelumnya, ingat? Apa yang terjadi padaku sebelum kamu membeli aku?"
Itu mengerikan. Menyimpulkannya dalam satu kata: neraka.
Setiap hari, seseorang akan dibeli, dan kemudian dikembalikan. Hal itu juga terjadi pada Raphtalia.
Pada mulanya, mereka mungkin berencana untuk membuat dia menjadi seorang pelayan. Dia dibeli oleh sebuah keluarga kaya. Mereka mungkin berencana mengajari dia segala macam hal.
Lalu dia menangis pada malam hari, menangis karena mimpi buruknya. Dan dia dikembalikan, seperti itulah yang terjadi.
Pemilik dia yang berikutnya juga sama. Dia mulai memgajari Raphtalia segala macam pekerjaan, tapi ketika dia mulai menangis si pemilik memjual dia.
Pemilik terakhir, orang sebelum aku, adalah yang terburuk.
Dia membeli Raphtalia, memukul dia dengan tongkat, dan kemudian menjual dia.
Lalu dia mulai batuk, dan mempersiapkan dirinya sendiri untuk mati, memikirkan hal itu tidaklah susah.
Aku nggak terlalu terkejut mendengar bahwa ada begitu banyak penganiayaan di dunia ini.
Dia bilang bahwa tepat saat dia tenggelam dalam penyakit, tepat saat mimpi buruknya menghancurkan hatinya berkeping-keping, saat dia nggak tau harus berapa kali lagi dia dibeli, saat itulah aku muncul.
"Aku.... Aku merasa sangat beruntung bertemu denganmu, Tuan Naofumi."
"....Nggak masalah."
"Karena kamu mengajari aku bagaimana untuk terus hidup."
"...oke."
Aku memaklumi perkataannya, kalau berpikir tentang itu, setidaknya setengahnya sebagai sebuah pekerjaan. Karena aku nggak peduli. Yang kupedulikan cuma bertahan hidup.
"Dan kamu memberiku sebuah kesempatan, sebuah kesempatan untuk menghadapi gelombang itu."
"....Nyantai aja."
"Jadi aku aku akan melakukan apa yang aku bisa untukmu. Aku adalah pedangmu, dan aku akan terus bersamamu."
"Baik.... Berjuanglah."
Setelah itu, aku menyadari seberapa kasarnya aku. Tapi, pada saat itu, nggak ada lagi yang bisa kuperbuat.
00:01
Tinggal satu menit lagi.
Aku menenangkan diri, dan bersiap untuk ditransport.
00:00
BOOM!
Sebuah suara keras menggema di dunia.
Seketika itu, pemandangan disekitarku berubah. Kurasa kami sudah di transport.
"Langitnya...."
Langitnya dipenuhi dengan retakan, seperti sebuah cangkang kura-kura, dan berwarna merah gelap yang mengerikan.
"Itu...."
Aku melihat sekeliling untuk mencoba memahami sekitarku saat aku tiba-tiba melihat tiga bayangan. Dan mereka diikuti oleh 12 orang.
Itu adalah para pahlawan sialan.
Mereka telah di transport, sama sepertiku, jadi aku nggak terkejut. Tapi kemana perginya mereka?
Aku menatap kearah mereka berlari dan juga melihat kawanan besar monster muncul dari retakan di langit.
"Kita berada dekat dangan Riyute!"
Raphtalia menyadari dimana kami berada.
"Ini adalah kota pertanian. Ada banyak orang disini!"
"Tapi evakuasinya harusnya...."
Tiba-tiba aku tersadar.
Mereka nggak tau dimana gelombang itu akan muncul, jadi bagaimana bisa mereka melakukan evakuasi?
"Kalian, tunggu sebentar!"
Mereka mengabaikan aku, dan terus berlari kearah sunber gelombang tersebut.
Aku melihat kawanan monster dalam jumlah yang besar keluar dari retakan itu, seperti bayi laba-laba, dan mereka bergerak menuju kota.
Lalu, aku melihat para pahlawan yang lain menembakkan suatu bola bersinar ke langit, meski aku nggak tau apa itu. Mungkin iyi adalah tanda agar para Knight bisa menemukan kami.
"Sialan! Baolahr, Raphtalia, ayo ke kota!"
Warga Riyute sangat baik pada kami.
Kalau mereka tewas karena gelombang ini, aku nggak akan bisa tidur.
"Baik!"
Kami berlari, tapi kearah yang berbeda dari para pahlawan yang lain.
***