Chereads / Jalan Menuju Surga / Chapter 46 - Aku Takut, Semuanya Akan Terlambat

Chapter 46 - Aku Takut, Semuanya Akan Terlambat

Jalan setapak di Puncak Shenmo sangat sempit dan sudah rusak dan tangga batunya pun tidak rata, dengan beberapa anak tangga yang hilang.

Immortal Jing Yang tidak pernah turun gunung dan tidak ada seorang murid pun di sini. Ketika Ketua Sekte datang bersama dengan para elder untuk mengunjunginya di Puncak Shenmo setiap beberapa tahun, mereka datang dengan mengendarai pedang terbang. Karena tidak ada yang menggunakannya, maka sudah begitu lama jalan itu tidak diperbaiki.

Semakin jauh mereka mendaki menaiki Puncak Shenmo, semakin buruk jalan yang harus mereka lalui dan semakin kuat Formasi Pedang Terlarangnya.

Tidak peduli sehati - hati apapun Zhao, ia tetap mendapat semakin banyak luka di tubuhnya dan pakaiannya pun perlahan memerah dengan darah.

Teknik Menempa Tekad Pedang tidak cukup untuk menghindari bahaya yang ada di Formasi Pedang itu, ataupun untuk melindungi Zhao Layue dengan sepenuhnya dari luka yang muncul akibat tekad - tekad pedang itu.

Jing Jiu terus mengikutinya, dengan kedua tangannya berada di belakang punggungnya.

"Aku lelah." ujar Jing Jiu.

Zhao Layue pun berhenti, lalu duduk bersila dan mulai menyerap energi langit dan bumi untuk memulihkan kondisinya.

Beberapa lama kemudian, ia membuka matanya.

"Kenapa kamu mengikutiku?"

Saat ia melihat Jing Jiu, ia mendapati bahwa Jing Jiu tidak terluka sedikitpun, "Tampaknya, kamu tidak perlu mengikutiku sama sekali." ujar Zhao.

"Seperti apa yang sudah kukatakan, Aku hanya ingin tahu." ujar Jing Jiu.

Sambil berbicara, Jing Jiu tidak memandangnya sama sekali, ia justru terus menatap piring keramik yang ada di depannya, mempertimbangkan di mana ia harus meletakkan butiran pasir yang ada di tangannya.

Melihat pasir - pasir yang tersusun di piring keramik itu dan membayangkan tentang ruang yang terbagi oleh tekad - tekad pedang di Puncak Shenmo, Zhao Layue lalu merenung memikirkan tentang sesuatu hal.

Ia pun berdiri, lalu memandang jalan setapak yang begitu sunyi dan menakutkan. Setelah ia terdiam untuk beberapa saat, ia kemudian mengibaskan pergelangan tangannya, cambuk pedang nya lalu keluar dari gelangnya dan mendarat di tangannya.

Cambuk Pedang yang terlihat biasa - biasa saja ini bukanlah sebuah benda yang biasa, karena benda ini telah mengikat Paman Guru Zhuo dari Puncak Bihu yang telah mencapai level Undefeated di Puncak Pedang.

Jing Jiu kemudian menyadari mengapa cambuk pedang ini terlihat begitu familiar di malam itu.

Ia tahu bahwa Zhao Layue akan menggunakan cambuk pedang itu untuk menguji jalan di depannya dan ia hanya bisa menggelengkan kepala.

Itu adalah pilihan yang cerdas, namun bukanlah pilihan yang baik.

"Mengapa tidak?" tanya Zhao Layue.

"Jangan gunakan itu sampai kamu benar - benar membutuhkannya. Seseorang sedang mengawasi kita." ujar Jing Jiu.

Puncak Shenmo tertutup oleh Formasi Pedang, sehingga pemandangan di atas puncak gunung tidak akan bisa terlihat dari luar, membuatnya menjadi lebih misterius dibanding awan - awan yang ada di puncak gunung.

Terpikirkan akan kesulitan yang ada di depan mereka, Zhao sudah bersiap untuk mempergunakan relic magisnya yang kuat.

Namun semua hal memiliki pengecualian.

Mereka yang berada di level Heavenly Arrival, mampu melihat apa yang ada dibalik awan dan kabut.

Di seluruh muka bumi, hanya ada beberapa orang yang berhasil mencapai level ini. Sayangnya, mungkin hanya ada dua orang yang mencapai level ini di Sekte Green Mountain.

Jing Jiu percaya bahwa mereka belum memperlihatkan diri mereka di Sungai Sword Washing. Mereka hanya mengirimkan pesan melalui Suara Pedang dan pada saat ini, mereka sedang memperhatikan Jing Jiu dan Zhao dari puncak gunung mereka masing - masing.

Zhao Layue lalu teringat bahwa Jing Jiu pernah berkata, kalau Yuan Qijing diam - diam mungkin telah mencapai level Heavenly Arrival.

Lalu, terhadap siapa sebenarnya Jing Jiu berjaga - jaga? Apakah Ketua Sekte, ataukah Pedang Keadilan?

Zhao Layue kemudian menyimpan kembali cambuk pedangnya dan meneruskan perjalanannya menyusuri jalan setapak itu.

Kali ini, ia bergerak dengan lebih pelan dan jumlah luka yang ia dapatkan menjadi lebih sedikit, yang mungkin ada hubungannya dengan susunan pasir yang ada di piring keramik Jing Jiu.

...

...

Malam pun semakin larut.

"Aku lelah." ucap Jing Jiu untuk ketiga kalinya.

Zhao Layue kembali berhenti dan kemudian melayangkan pandangannya ke sebuah tempat tertinggi yang ada di puncak gunung.

Ia telah berjalan begitu lama, namun puncak gunung itu masih terlihat begitu jauh.

"Aku benar - benar terlalu percaya diri."

"Mendaki ke puncak gunung tempat Senior Grandmaster Jing Yang memang tidak mudah." ujar Zhao Layue setelah beberapa saat terdiam.

Ada dua makna yang tersirat dalam perkataannya barusan.

"Kamu sudah berusaha dengan baik." ucap Jing Jiu jujur namun dengan suara yang datar.

Zhao Layue lalu menelan sebutir pil dan membalut luka - lukanya. Tampaknya, ia memang sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik.

Jing Jiu tidak melakukan hal apapun untuk menolongnya. Ia hanya terus berdiri di samping Zhao dan mengarahkan pandangannya pada gadis itu.

Keheningan terkadang merupakan suatu bentuk ketidak-berperasaan.

Ia seperti seorang penonton.

...

...

Sejak Jing Jiu dan Zhao Layue masuk ke Puncak Shenmo, orang - orang yang tidak berada di puncak gunung, tidak akan bisa melihat mereka lagi.

Ini adalah cara kerja dari puncak gunung terlarang. Semua pemandangan dan hal - hal yang lainnya akan tertutup bagi orang - orang yang tidak berada di puncak gunung.

Melihat jalan yang sepi dan sunyi itu, setiap orang merasakan emosi yang berbeda.

Gadis muda dari Sekte Hanging-Bell itu merebahkan diri di dada senior masternya dan kemudian menguap.

Ia telah dua kali terlelap, namun masih belum mau pergi dari tempat itu.

Ia merasa bahwa ini adalah bagian yang paling menarik dari perjalanannya ke Green Mountain, sehingga ia tidak ingin melewatkan bagian akhir dari cerita ini.

Tidak masalah baginya apakah ceritanya akan berakhir bahagia ataukah menyedihkan.

Kedua pangeran dari Kota Zhaoge masih terlihat khawatir, namun tidak ada yang tahu siapa yang mereka khawatirkan dan apa alasannya.

Di Puncak Tianguang yang diselimuti awan - awan tebal yang seluas samudra, terlihat sesosok figur yang tinggi sedang berdiri di pinggir lereng gunung, yang pandangannya tertuju ke arah puncak - puncak gunung.

Seorang Elder yang baru saja kembali dari Puncak Shenmo melihat keberadaan sosok itu dan ia menjadi khawatir.

"Kakak... Ketua Sekte... nanti... saat kamu menyelamatkan... gadis kecil itu..., jangan lupa... untuk menyelamatkan Jing... Jing Jiu juga."

Dipuncak gunung Puncak Shangde, gua tinggal itu sama dinginnya dengan gudang es. Yuan Qijing terlihat sedang berdiri di sisi sumur yang tidak berdasar itu. Ia terdiam dan tidak ada yang bisa menebak apa yang ada dipikirannya.

Chi Yan berjalan dengan terburu - buru dan ia kemudian memberitahukan Yuan tentang situasi di Puncak Shenmo.

Yuan Qijing pun lalu berjalan keluar dari gua itu dengan tenang, ia memandangi awan- awan yang berada di bawah cahaya bintang dan juga puncak tunggal di kejauhan yang ada di atas lapisan awan. "Sungguh tidak bisa membedakan hidup dan mati." ujarnya sambil mencibir.

Tidak ada yang tahu apakah ia berbicara tentang Zhao Layue ataukah Jing jiu, atau mungkin malah keduanya.

...

...

Puncak gunung itu memang tidak berada di cakrawala, namun masih empat mil jauhnya dari mereka.

Malam itu begitu gelap, segelap tinta. Awan - awan yang terdiam di dekat puncak gunung, memantulkan cahaya bintang, membuat warnanya terlihat seputih kertas.

"Kamu pasti ingin tahu kenapa aku harus mendaki gunung ini."

Ujar Zhao yang sedang duduk bersandar di pohon pinus.

Ini adalah pertama kalinya ia berinisiatif untuk berhenti.

Wajahnya pucat seperti salju, dengan keragu - raguan dan kelelahan yang terlihat di matanya.

Jing Jiu lalu berjalan mendekat dan memberinya sehelai daun hijau yang besar, yang penuh dengan embun yang begitu jernih dan bening.

Malam hampir berlalu dan pagi pun akan menjelang.

Zhao mengambil daun hijau itu dan mendekatkannya ke bibirnya, lalu meminum semua embun itu.

"Kenapa?" tanya Jing Jiu.

"Karena aku adalah murid pewaris pedang yang dipilih oleh Senior Grandmaster."

"Kamu mungkin berpikir bahwa aku berbohong, atau mungkin hanya membuat - buat alasan." ujarnya sambil memandang bagian tertinggi dari puncak gunung yang ada di sana. "tapi aku tidak berbohong."

Ketika Zhao berada di pinggir sungai dan berkata bahwa ia adalah pewaris pedang yang dipilih oleh Senior Grandmaster Jing Yang, tidak ada seorangpun yang bisa membantahnya, karena tidak ada yang bisa bertanya pada Jing Yang yang telah naik ke surga untuk memastikan kebenarannya. Namun, seperti apa yang baru saja ia katakan, tidak banyak orang yang mempercayainya. Immortal Jing Yang fokus pada Kultivasi nya dan Jing Yang tidak pernah menerima satu orang murid pun selama ratusan tahun terakhir. Mengapa ia mau melanggar aturan itu hanya untuk Zhao?!

Seseorang yang memiliki kualitas Dao yang alami memang jarang ditemui dan sangat istimewa, namun, itu bukanlah hal yang penting bagi Immortal Jing Yang.

"Aku percaya padamu." ujar Jing Jiu.

Tanpa ragu dan banyak berpikir, ia hanya mengucapkan empat kata yang sederhana itu.

"Terima kasih."

Selain berterima kasih atas kepercayaan yang ia berikan, Zhao masih memiliki alasan lain.

"Tanpa kamu, aku tidak akan bisa sampai sejauh ini." ucap Zhao Layue.

Selama di perjalanan, Jing Jiu telah berulang kali mengatakan bahwa ia lelah.

Namun, kenyataannya adalah, Jing Jiu mengatakannya tepat saat Zhao sendiri merasa sangat kelelahan.

Ia tidak tahu bagaimana Jing Jiu bisa dengan memperkirakannya dengan begitu tepat, namun ia sangat berterima kasih karenanya.

Jing Jiu memang terlihat seperti sedang mengambil jalan pintas, dengan mengikuti Zhao dan juga menggunakan langkah kaki yang sama dengannya untuk melewati formasi tersebut.

Namun, Zhao Layue tahu bahwa yang terjadi sebenarnya tidak seperti apa yang terlihat. Alasannya adalah, karena Jing Jiu tampak begitu familiar dengan Formasi Pedang di Puncak Shenmo.

Jika Jing Jiu tidak harus menemaninya, ia mungkin telah sejak lama sampai di puncak gunung.

Tanpa ditemani Jing Jiu dan juga mendapat saran - saran Jing Jiu yang seakan terlempar begitu saja dari mulutnya, Zhao tidak akan mungkin bisa berjalan sejauh ini sendirian.

"Bahkan, jika kamu adalah orang yang terpilih sekalipun, kamu tidak perlu tergesa - gesa." ujar Jing Jiu.

Jika Zhao Layue hanya mengkhawatirkan tentang warisan Puncak Shenmo yang hilang, ia hanya perlu pergi ke Puncak Liangwang dan berlatih di sana selama tiga tahun.

Setelah tiga tahun berlalu, ia akan menjadi jauh lebih kuat dibanding dirinya yang sekarang dan ia bisa menunggu Turnamen Pewaris Pedang yang berikutnya untuk kembali mendaki ke puncak gunung ini. Saat itu, kemungkinannya untuk berhasil akan jauh lebih besar.

"Aku tidak punya banyak waktu." ucap Zhao Layue, "Karena aku takut semuanya akan terlambat."

Jing Jiu berpikir apa mungkin gadis ini ingin agar Jing Jiu memeluknya.

Zhao Layue tidak bisa memberitahukan rahasianya pada Jing Jiu.

Aku hanya ingin pergi ke puncak gunung, karena aku ingin melihat apakah pedang itu masih ada di sana dan apakah pria itu juga masih ada di sana.

"Aku ingin tidur sebentar." ucap Zhao.

"Jika kamu tidur sekarang, akan sulit bagimu untuk bangun." ujar Jing Jiu.

"Aku benar - benar lelah. Sudah tiga atau mungkin empat tahun." ucap Zhao sambil memandang ke puncak gunung di depannya.

Setelah itu ia menutup matanya dan berbaring bersandarkan pohon pinus. Tidak lama kemudian ia mulai mendengkur dengan pelan.

Bulu matanya yang panjang tidak bergerak sedikitpun.

Hanya rambut pendeknya yang bergerak pelan seiring dengan hembusan angin.

Ia sepertinya memang benar - benar kelelahan.

Jing Jiu merasa sedikit menyesal, saat pandangannya tertuju pada lereng - lereng gunung yang mematikan itu.

Ia tidak menyesal telah datang kemari bersama dengan gadis ini, ataupun karena mendaki gunung ini.

Larangan di Puncak Shenmo memang terlalu kuat. Bahkan, ia sendiri merasa kalau hal ini sedikit merepotkan. Ini benar - benar hal yang memalukan.

...

...