Keributan yang terjadi di sekitar sungai itu turut menarik perhatian para masters yang ada di lereng - lereng gunung, karena suara gaduh itu terdengar sampai ke panggung batu yang ada di atas lereng gunung.
Seorang adik kecil dari Biara Water Moon, yang baru saja kembali setelah berkunjung ke Puncak Qingrong pun menoleh ke bawah, ke arah sungai dengan raut wajah penasaran, ia lalu bertanya, "Siapa dia? Wajahnya sangat tampan."
Seorang murid muda dari Sekte Windy Broadsword yang mendengar ucapannya, merengut dan berkata, "Sepertinya, pemuda itu sangat terkenal di Sekte Green Mountains."
...
...
Wajah Gu Han tampak tidak senang ketika pandangannya terarah ke sungai yang ada di bawah sana.
Guo Nanshan lalu menepuk pundaknya tanpa mengatakan apa - apa.
Ma Hua yang tidak melihat kejadian ini, memaki sambil tertawa, "Orang ini bahkan tidak memiliki pedang. Lalu Pedang macam apa yang ingin dia warisi?!!!"
...
...
Apa yang dikatakannya memang benar. Bagaimana kamu bisa mewarisi pedang jika kamu tidak memiliki pedang sama sekali?
Kedua tangan dan lengan baju Jing Jiu kosong, jadi di mana pedang nya?
Saat Jing Jiu mendaki Puncak Pedang setengah tahun yang lalu, dimana ia dengan mudahnya masuk ke area yang tertutup awan - awan tebal, banyak orang yang beranggapan, bahwa tidak lama setelah itu ia akan berhasil mendapatkan pedangnya, namun tidak ada seorangpun yang melihatnya kembali mendaki ke Puncak Pedang.
Jadi, dia masih belum mendapatkan pedang terbang yang ditinggalkan oleh Paman Guru Mo.
Banyak guru, termasuk Bibi Guru Mei Li, merasa kecewa padanya, karena ia tidak berusaha dengan keras, namun mereka hanya bisa menerima kenyataan bahwa Jing Jiu tidak sama seperti Liu Shisui yang jenius dan ia mungkin harus menunggu sampai Turnamen Pewaris Pedang yang berikutnya untuk bisa memperlihatkan kemampuannya, ketika ia menyadari akan hal itu.
Akan tetapi, siapa yang menyangka kalau Jing Jiu justru memilih untuk maju sekarang.
Apakah ia sudah berhasil mendapatkan pedang itu?
Tapi kapan ia mendapatkannya?
Di mana pedangnya?
...
...
Iya, di mana pedangnya?
Mendengar pembicaraan dan diskusi yang terjadi di sekitarnya, Jing Jiu pun menyadari kalau ia melupakan sesuatu.
Inilah alasan kenapa ia terus merasa kalau ia telah melupakan sesuatu selama setengah tahun terakhir.
Iya. Ia lupa akan pedang itu.
Kejadian yang terjadi setengah tahun yang lalu, di malam dimana ia bersama dengan Zhao Layue membunuh pendekar pedang level Undefeated yang datang dari Puncak Bihu, di tengah awan - awan yang bergemuruh di Puncak Pedang itu. Yang setelahnya, ia membawa pedang itu turun bersamanya.
Di mana dia meletakkan pedang itu?
Jing Jiu berusaha keras untuk mengingatnya.
Pada waktu itu, ia membawa mayat di tangan kirinya dan pedang di tangan kanannya dan tidak ada lagi tangan yang bisa digunakannya untuk membawa kepala mayat itu, yang tentunya sangat merepotkan, sehingga ia kemudian meletakkan kepala itu di pedangnya.
Setelah ia kembali ke rumah guanya, ia melihat kalau ada bercak darah yang terlihat cukup jelas di pedangnya, jika pedang itu berada di bawah cahaya terang.
Ia merasa kalau membersihkan pedang itu adalah hal yang lagi - lagi merepotkan dan ia lalu melemparkan pedang itu ke monyet - monyet yang ada di lereng - lereng gunung untuk kemudian dibersihkan oleh monyet - monyet itu.
Pada akhirnya... ia lupa akan semua kejadian itu dan juga lupa untuk mengambil kembali pedang nya dari monyet - monyet itu.
Iya, itulah yang terjadi.
Pedang itu seharusnya masih berada di tangan monyet - monyet itu.
Tidak perlu waktu lama untuk memikirkan tentang semua hal ini, tapi tetap saja perlu waktu.
Elder dari Puncak Shiyue itu tampak sangat geram dan dengan galak, ia bertanya, "Mana pedangmu?"
Melihat tangan Jing Jiu yang kosong, ia pun berpikir, "Aku ingin lihat bagaimana kamu akan mengeluarkan pedangmu, terkecuali jika kamu telah membentuk Pil Pedang dan mencapai level Undefeated."
"Tunggu sebentar." ujar Jing Jiu.
Ia lalu menoleh ke arah lereng - lereng gunung yang ada di hilir sungai dan dengan lantang bertanya, "Mana pedangnya?"
Lalu, terdengar suara daun yang bergemerisik dan juga suara raungan yang tanpa henti dari monyet - monyet yang ada di dalam hutan lebat yang terletak di antara lereng - lereng gunung, setelah mereka mendengar suara Jing Jiu.
Pepohonan hijau bergoyang dan seketika, terlihat kepulan asap yang mulai naik, juga sejumlah monyet yang berteriak sambil berlari pergi. Suara mereka pun semakin lirih.
Beberapa saat kemudian, suara monyet - monyet itu menjadi semakin dekat, yang artinya monyet - monyet itu telah kembali.
Hutan itu sedikit bergetar dan asap kecil kembali terlihat naik, dengan belasan monyet yang memanjat pepohonan.
Salah satu monyet itu berdiri di puncak pohon tertinggi yang ada di hutan dan melambaikan tangannya yang panjang, seakan ingin menyampaikan hal penting.
Ada sebuah pedang di tangan monyet itu.
...
...
Karena semua orang yang ada di sekitar sungai itu adalah ahli bela diri, maka penglihatan mereka tentunya jauh lebih baik dari orang - orang biasa, sehingga mereka bisa dengan jelas melihat apa yang terjadi di lereng - lereng gunung itu.
Melihat kejadian itu, ada banyak orang yang wajahnya terlihat tidak senang dan wajah Gu Han tampak begitu kelam, seperti akan turun hujan.
Bagi orang - orang dari Sekte Green Mountains, pedang terbang adalah sahabat terbaik yang paling mereka percayai dan juga rekan yang paling bisa diandalkan.
Begitu sayangnya mereka pada pedangnya, sampai - sampai mereka tidur dengan pedang mereka setiap malam, membersihkan nya setiap hari dan menjaganya di setiap waktu.
Siapa yang menyangka kalau Jing Jiu justru melemparkan pedangnya untuk dijadikan mainan oleh sekumpulan monyet - monyet, setelah ia berhasil mendapatkannya?
Ia bukan saja bertindak sangat tidak hormat pada Paman Guru Mo yang telah meninggal, namun juga pada Puncak Shiyue dan juga pada Pedang itu sendiri!
Monyet itu lalu melemparkan pedang yang dipegangnya pada Jing Jiu.
Sepintar apapun monyet itu, makhluk itu tetaplah seekor monyet dan monyet tersebut tidak melemparkan pedang itu ke arah yang benar.
Pedang itu berputar di udara ketika dilemparkan ke arah sungai.
Ada beberapa orang yang menjadi semakin tidak senang ketika mereka melihat kejadian ini. Elder dari Puncak Shiyue bahkan mencemoohnya dengan nyaring dan ia sudah bersiap menaiki pedang nya untuk menangkap pedang yang akan terjatuh itu, namun ia kemudian membatalkan niatnya dan berhenti.
Karena Jing Jiu telah mengangkat tangannya.
...
...
Pedang yang sedang terjatuh itu tiba - tiba terhenti di udara dan tidak lagi berputar.
Swoosh!!!
Pedang itu lalu turun dari langit dan berubah menjadi cahaya hijau, sebelum kemudian menghilang di aliran sungai.
Semua mata pun tertuju ke tangan kanan Jing Jiu.
Ada sebilah pedang yang sekarang berada dalam genggamannya.
Permukaan pedang yang mulus itu terlihat sedikit gelap, lebar dan juga lurus dan itu adalah pedang terbang yang dikembalikan oleh Paman Guru Mo dari Puncak Shiyue ke Green Mountains tahun lalu.
Mereka semua terkejut.
Karena beberapa saat yang lalu, pedang itu masih berada di udara dan berada tiga puluh atau mungkin empat puluh kaki di atas sungai itu.
Hanya dengan mengarahkan tangannya, ia bisa membuat pedang itu mendarat tepat di tangannya.
Ini adalah teknik untuk mengambil kembali sebuah pedang dan bukan mengirimnya pergi, tapi bukankah ini berarti bahwa ia telah mencapai level Perfect Preservation jika ia mampu memanggil kembali pedangnya dari jarak yang begitu jauh!
Tentunya, sekarang Jing Jiu telah memenuhi persyaratan untuk berpartisipasi dalam Turnamen Pewaris Pedang.
Xue Yong'e berteriak bak orang gila ke arah teman yang ada di sampingnya, "Lihat, Aku benar kan! Ia pasti berlatih keras di dalam gua nya setiap malam! Dia... Memang... Memang pembohong!"
...
...
Orang - orang itu terkejut dan merasa tidak nyaman, setelah mereka menyadari apa yang baru saja terjadi.
Beberapa dari mereka merasa tidak nyaman karena mereka berpikir bahwa mereka telah melewatkan seorang murid yang berbakat, salah satunya adalah Bibi Guru Mei Li dari Puncak Qingrong.
Mengapa ia tidak mendengar kabar bahwa Jing Jiu telah berhasil mendapatkan pedangnya?
Melihat senyuman yang ada di wajah Lin Wuzhi, Mei Li menyadari bahwa Lin pasti sudah lebih dulu tahu tentang hal ini dan raut wajah Mei Li pun menjadi begitu menakutkan ketika ia terpikirkan bahwa Lin telah mendahuluinya.
Beberapa orang yang lainnya merasa tidak nyaman karena sikap Jing Jiu.
"Kamu memperlakukan pedang yang dikembalikan oleh pendekar pedang yang telah meninggal dengan begitu sembrono. Kamu bahkan tidak menunjukkan rasa hormat sedikit pun padanya," ujar Ma Hua yang biasanya tersenyum, namun sekarang wajahnya begitu kelam.
Jing Jiu hanya meliriknya sekilas saja.
Biasanya, ia tidak akan menggubris si gemuk ini, namun hari ini adalah hari berlangsungnya Turnamen Pewaris Pedang. Dengan begitu banyak tamu undangan yang datang, ia merasa kalau ia harus menunjukkan sikap baiknya.
"Inilah pedangku."
Ia tidak menjelaskan lebih jauh setelah selesai mengucapkan kalimatnya itu.
Dialah yang membawa pedang itu kembali, jadi jelas bahwa pedang itu sekarang menjadi pedang miliknya.
Semua hubungan yang ada di masa lalu sudah seharusnya terputus seiring dengan ayunan pedang itu.
Sudah tidak ada lagi kata - kata 'pedang yang dikembalikan oleh tetua yang telah meninggal'.
Ia bisa melakukan apa pun yang ia inginkan terhadap pedang itu.
Mendengar jawaban ini, Gu Han dan Ma Hua teringat akan percakapan mereka dulu, di tempat yang tidak jauh dari tempat mereka sekarang.
Waktu itu, Gu Han bertanya pada Jing Jiu dengan sinis, "Apa kamu layak untuk menggunakan pedang Paman Guru Mo?" Sedangkan jawaban yang diberikan oleh Jing Jiu sangat sederhana, dan hanya ada satu kata, "Iya."
Jing Jiu sangat ahli dalam menghentikan pembicaraan yang membosankan dan ia hanya perlu menggunakan satu kata atau satu kalimat yang pendek.
Ia tidak pernah ragu ataupun berpikir dengan hati - hati, ketika ia mengucapkan sepatah kata atau sebuah kalimat. Ia menganggapnya sebagai hal yang biasa.
"Benar - benar membuat orang merasa tidak nyaman." komentar Ma Hua sambil menarik nafas panjang.
Sedangkan raut wajah Gu Han menjadi semakin buruk.
"Karena dia memiliki pedang, bukankah sudah waktunya ia mempertunjukkannya?" tanya Guo Nanshan, yang wajahnya masih terlihat hangat dan ramah, dengan seulas senyum lembut tersungging di bibirnya.
Namun, Ma Hua merasa kalau mata Guo terlihat dingin dan ia kemudian mengerti apa yang dimaksud oleh Guo, ia pun lalu membisikkan beberapa kata pada bawahannya.
"Biarkan Gu Qing yang menantangnya." pinta Gu Han secara tiba - tiba.
Ma Hua terkejut mendengarnya dan ia merasa kalau mereka memberi penilaian yang terlalu tinggi kepadanya.
Sehebat apapun jurus sword - retrieving nya, Jing Jiu hanyalah seorang murid sword washing dan ia tidak layak untuk mendapat kehormatan sebesar itu.
"Baiklah." ujar Guo Nanshan setelah terdiam untuk beberapa saat.
Karena Jing Jiu jauh lebih sombong dari apa ia bayangkan, maka sudah seharusnya Jing Jiu mengalami lebih banyak lagi kesulitan dan kekecewaan agar ia bisa lebih cepat dewasa.
Pikirnya tentang rencananya ini.
...
...
Hembusan angin yang lembut memunculkan ombak kecil di permukaan sungai itu.
Seorang pemuda terlihat berjalan menuju ke sungai dari pinggir sungai di sebelah sana.
Ia terlihat seperti seorang malaikat, yang jubah pedangnya melambai diterpa tiupan angin yang lembut, seakan sedang terbang.
"Wah, wajah pria itu cukup tampan." ujar gadis muda dari Sekte Hanging - Bell itu, "Walaupun tidak setampan pria yang berada di sisi yang satu lagi."
Pria yang ada di sisi yang satu lagi, yang dibicarakan oleh gadis muda itu, sudah pasti Jing Jiu.
Jing Jiu terkejut ketika melihat pemuda itu berjalan ke arahnya.
Para murid yang ada di sekitar sungai pun sibuk berbicara dengan teman - teman mereka, karena banyak dari mereka yang belum pernah melihat pemuda itu sebelumnya.
Setelah mendapat penjelasan dari murid - murid yang tahu lebih banyak hal, mereka akhirnya menyadari bahwa pemuda itu adalah murid legendaris yang bernama Gu Qing.
Murid - murid dari sembilan puncak gunung tentunya mengetahui identitas Gu Qing dan karenanya, terjadi keributan di lereng - lereng gunung itu.