Chereads / Jalan Menuju Surga / Chapter 22 - Mengembalikan Pedang ke Gunung Hijau

Chapter 22 - Mengembalikan Pedang ke Gunung Hijau

Pria tua berpakaian hitam itu lalu berhenti dan berpaling memandang Jing Jiu. Dengan wajah tampak terkejut, "Aku tidak tahu, karena sudah lama aku tidak menggunakannya." ujarnya.

"Bolehkah aku mencobanya?" ujar Jing Jiu.

Saat ia mendengar pertanyaan Jing Jiu, ekspresi Lin Wuzhi sedikit berubah dan semua pengurus serta murid - murid yang ada di Puncak Yunxing melemparkan pandangan mereka ke arah Jing Jiu.

"Baiklah. Mari kita lihat sebaik apa kemampuanmu." ujar pria tua berpakaian hitam itu setelah lama terdiam. Matanya terus tertuju pada Jing Jiu.

Ia lalu meneruskan pendakiannya menuju Puncak Pedang.

Lin Wuzhi kembali melirik ke arah Jing Jiu dan semua murid yang ada di sana merasa ada yang aneh dengan apa yang baru saja terjadi.

Kamu tidak menjawab saat Paman Guru bertanya padamu. Tapi kamu malah berkata seperti itu saat ia akan pergi? Apa maumu sebenarnya?

Pria tua berpakaian hitam itu mengangkat kepalanya dan memandang ke arah Puncak Pedang yang terselimuti awan tebal.

Whizz!!!

Suara pedang yang begitu tajam terdengar di mana - mana.

Cahaya yang terpancar dari pedang pria tua itu menyinari lereng - lereng gunung yang berada di bawah puncak gunung ini.

Pria tua berpakaian hitam itu lalu mengendarai pedangnya, perlahan naik dari darat dan melayang ke atas bersama dengan hembusan angin. Sosok pria tua itu tidak lagi terlihat bungkuk, namun justru tampak tegak seperti pensil. Seakan - akan, ia adalah seorang pemuda yang baru saja sampai di Sekte Gunung Hijau.

Tidak lama kemudian ia menghilang dibalik awan dan tidak pernah terlihat lagi.

Kemudian, terdengar suara raungan dari pedang - pedang yang tak terhitung jumlahnya, yang berada di puncak - puncak gunung itu.

Murid - murid itu tidak tahu apa yang sedang terjadi dan mereka begitu terkejut, sampai - sampai mereka tidak bisa berkata apa - apa.

"Paman Guru Mo, mengembalikan pedangnya ke Gunung Hijau!" seru para pengurus itu serentak.

Dan kesembilan puncak gunung balas berseru, "Pedangnya telah kembali ke Gunung Hijau.". Lalu, semua murid yang ada di Gunung Hijau kemudian ikut berseru, "Selamat, Grandmaster Mo!"

Suara deru pedang terus terdengar di Puncak Tianguang untuk waktu yang lama.

Dong!!!

Sekarang, lonceng kuno yang ada di Puncak Shangde ikut bergema di antara puncak - puncak gunung itu.

Sementara itu, Puncak Qingrong masih terus tertutup awan yang transparan.

"Sudah lebih dari seratus tahun lamanya Paman Guru Mo mengumpulkan dan menyunting buku - buku dan kitab - kitab yang ada di Puncak Shiyue, tapi hari ini..."

Lin Wuzhi tidak menyelesaikan kalimatnya dan matanya sudah penuh dengan air mata ketika ia memandang Puncak Pedang.

Sudah sering dikatakan kalau seorang praktisi harus memutuskan semua ikatan yang ia miliki dan menghapus semua emosi yang ada dalam dirinya, namun berapa banyak dari mereka yang mampu melakukan hal ini? Pada kenyataannya, kultivasi yang dikejar oleh Sekte Gunung Hijau bukanlah tentang Dao, tapi tentang Pedang.

Para pendekar pedang bertemu dan kemudian berpisah untuk selamanya. Jadi, bagaimana mungkin seseorang tidak merasa sedih karenanya?

Saat itu, murid - murid itu akhirnya menyadari apa yang baru saja terjadi. Paman Guru yang ramah dan baik hati, yang baru saja berbincang - bincang dengan mereka ternyata... telah... meninggal.

Ternyata tujuannya datang ke Puncak Pedang ini adalah untuk mengembalikan pedangnya ke Gunung Hijau.

Ia berharap ada salah seorang murid dari generasi yang akan datang yang bisa mewarisi pedangnya.

Murid - murid itu terlihat sedih saat mereka memandang ke arah Puncak Pedang. Perasaan dan emosi mereka bercampur aduk, sampai - sampai, mereka sendiri pun tidak bisa mengungkapkannya.

Ini adalah pelajaran pertama di Sekte Gunung Hijau.

Murid - murid itu kembali memalingkan wajah mereka ke arah Jing Jiu.

Apa maksud perkataannya pada Paman Guru Mo tentang mencoba pedangnya? Apa ia bermaksud untuk?

Tatapan Lin Wuzhi tertuju pada Jing Jiu dan ia kemudian berkata, "Aku tidak tahu bagaimana caranya kamu bisa mengetahui kalau Paman Guru Mo akan mengembalikan pedangnya ke Gunung Hijau dan aku juga tidak tahu apakah perkataanmu tadi dimaksudkan untuk menghiburnya atau meyakinkannya untuk meletakkan pedangnya di tempat yang lebih rendah dan lebih mudah untuk dijangkau? Akan tetapi, kamu justru membangkitkan harga dirinya dan ia meletakkan pedangnya di tempat yang dekat dengan bagian teratas dari puncak gunung itu."

"Lalu?" tanya Jing Jiu.

"Kamu harus mengambil pedang itu karena kamu sudah berjanji padanya. Jika kamu tidak memenuhi janjimu, aku tidak akan mengijinkan kamu untuk ikut serta dalam Turnamen Pewaris Pedang, tidak peduli puncak gunung yang mana yang akan memilih kamu untuk menjadi murid mereka."

Para murid itu terkejut mendengar hal ini dan mata mereka yang menatap Jing Jiu terlihat penuh dengan rasa simpati.

Tekad Pedang yang begitu menakutkan dapat dirasakan di semua tempat di Puncak Pedang. Tekad Pedang itu akan menjadi semakin kuat seiring dengan pertambahan ketinggian tempat di gunung itu dan bagian teratas dari puncak gunung itu berada sangat jauh di balik awan tebal itu. Bagaimana mungkin mereka bisa sampai ke sana dengan level yang mereka miliki saat ini?

"Terlalu banyak bicara, terlalu banyak emosi, dan terlalu banyak hal - hal lainnnya. Semua ini sangatlah tidak baik."

Lin Wuzhi lalu pergi mengendarai pedang terbangnya seusai ia mengucapkan kalimat ini.

Apa yang baru saja ia katakan tentunya demi kebaikan Jing Jiu dan juga menunjukkan tentang sikapnya terhadap Paman Guru Mo dari Puncak Shiyue sebelum ia meninggal.

Akhirnya, murid - murid itu menyadari kalau Lin Wuzhi sebenarnya tidak membenci Jing Jiu, namun, ia justru melihat kalau Jing Jiu adalah seseorang yang tak ternilai keberadaannya.

Salah seorang pengurus dari Puncak Yunxing yang membagikan Kartu Pedang kepada belasan murid - murid itu berkata, "Pedang - pedang yang ada di Puncak Pedang ini diwariskan oleh para master dari generasi yang terdahulu. Kalian harus menjaga sikap kalian saat mencari pedang - pedang itu. Kalian jangan bercanda dan membuat keributan. Tentunya, ada banyak pedang di tempat ini yang tidak ada pemiliknya. Selama kalian bisa memanggil pedang itu dan membuatnya merespon panggilan kalian, itu berarti, kalian telah berhasil. Jika ada diantara kalian yang tersesat ataupun terluka, atau mungkin mengalami kecelakaan, kalian hanya perlu merobek Kartu Pedang ini dan seseorang akan segera datang untuk menolong kalian."

"Hanya itu?" tanya salah seorang murid yang masih merasa curiga sambil terus memandangi lereng - lereng gunung yang menakjubkan itu.

Setelah melalui latihan keras dan berat di outer sect, murid - murid inner sect ini memiliki tubuh yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan orang biasa. Mereka bisa melompat setinggi sepuluh meter dengan sangat mudah dan mereka juga memiliki stamina yang baik.

Murid itu berpikir, seperti apapun kekuatan yang ia miliki, asalkan ia mengandalkan tekadnya untuk mengalahkan Tekad Pedang itu. Ia pasti bisa mendaki Puncak Pedang ini, walaupun lereng gunung nya sangat curam. Selama ia tidak mendaki ke tempat yang tertutup lapisan awan tebal itu, ia yakin kalau ia bisa naik ke sana dan kemudian kembali turun.

Sang pengurus hanya memandangi murid yang baru selesai berbicara itu dan ia tidak mengatakan apa - apa. Namun, ujung mulutnya sedikit terangkat menjadi sebuah senyuman yang sulit untuk dimengerti.

Murid - murid yang bisa masuk ke inner sect adalah anak - anak muda yang cerdas dan ia pasti bisa mengerti apa arti senyuman yang ada di wajah pengurus itu.

"Kakak, tolong katakan apa yang harus aku lakukan." pinta murid itu, sambil membungkuk dan memperlihatkan wajahnya yang pucat.

Para pengurus yang ada di outer sect dari Gunung Hijau itu adalah mereka yang tidak bisa mencapai tahap Spiritual Stability dan para pengurus yang ada di inner sect dari sembilan puncak adalah mereka yang tidak terpilih saat Turnamen Pewaris Pedang diadakan. Tetapi, mereka layak untuk dipanggil dengan panggilan Kakak.

"Kamu masih berada di tahap Spiritual Stability dan kamu tidak mungkin bisa menemukan sebuah pedang pun. Kamu bisa mencoba lagi setelah melewati tahap Knowledge Integration."

Pengurus dari Puncak Yunxing itu lalu meneruskan ucapannya, "Jika kamu berhasil menemukan pedang sekalipun, apa kamu pikir pedang itu akan bersedia untuk ikut denganmu? Mengapa kamu harus bergantung pada harapan kosong seperti itu?"

"Berapa lama biasanya waktu yang diperlukan untuk bisa mendapatkan sebuah pedang dari tempat ini?" tanya murid yang lain.

"Murid - murid itu biasanya perlu waktu tiga tahun sebelum mereka mendapatkan pedang mereka sendiri. Namun, akan lebih cepat bagi murid - murid yang memiliki kemampuan pemahaman yang luar biasa dan juga memiliki sedikit keberuntungan."

"Saudari Zhao perlu waktu beberapa bulan untuk melakukannya. Jadi, kamu bisa pikirkan sendiri, berapa lama waktu yang akan kamu perlukan."

Setelah ia selesai berbicara, ia kembali ke dalam gedung kecil yang berada di lereng puncak gunung itu, meninggalkan belasan murid yang ada di sana.

Murid - murid itu saling berpandangan satu sama lain tanpa bisa berkata - kata, sambil memikirkan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.

Zhao Layue adalah murid yang paling berbakat di antara murid - murid generasi kedua, ia diidolakan oleh murid - murid baru ini. Jika ia perlu waktu tiga bulan, maka mereka pasti tidak akan bisa berhasil.

Terlebih lagi, pengurus itu sudah menjelaskan bahwa mereka hanya akan membuang - buang waktu jika mereka pergi ke Puncak Pedang saat mereka masih berada di tahap Spiritual Stability.

"Ini adalah pelajaran pertama kita dari sekte dan kita tidak boleh menyerah begitu saja."

Ujar salah seorang murid yang berasal dari keluarga Zhu dengan penuh keyakinan dan tampak seperti seorang pemberani. "Jika kita tidak mampu menemukan pedang - pedang itu sekalipun, paling tidak, kita bisa membiasakan diri dengan keadaan di sekitar Puncak Pedang, yang akan memudahkan kita saat kita melakukan hal ini di masa yang akan datang."

"Kamu benar. Pasti inilah alasan mengapa pengurus dari Puncak Yunxing memberi kita kartu pedang."

"Guru Lin juga berkata kalau Puncak Pedang bisa memperkuat tekad kita. Mungkin saja, ia dan guru - guru yang lain sedang mengamati kita secara diam - diam, jadi, bagaimana mungkin kita tidak pergi?"

Semua murid yang ada di sana menjadi yakin dan bertekad untuk pergi bersama - sama dan mereka tampak begitu bersemangat.

Jing Jiu tidak mengatakan sepatah katapun, ia hanya berdiri di sana dengan tenang, namun tetap saja menarik begitu banyak perhatian.

Banyak dari mereka yang melemparkan pandangannya ke arah Jing Jiu secara bersamaan.

Murid - murid ini tahu kalau ia terkenal akan kemalasannya, namun, mereka menyangka kalau ia mungkin sudah berubah karena ia berhasil masuk ke inner sect.

Perkataan Guru Lin padanya memang terdengar sangat keras, namun, juga tersirat harapan yang sangat besar pada dirinya.

Jing Jiu mengangguk ke arah murid - murid itu dan ia kemudian berpaling, lalu berjalan ke arah yang berlawanan dari puncak gunung.

Para murid itu kemudian tersadar kalau ia ternyata akan pergi.

"Bukankah kamu bilang kalau kamu akan mendapatkan pedang Guru Mo?" ucap murid bernama Zhu itu dengan terkejut.

Murid - murid yang lain juga terkejut dan mereka bertanya - tanya apakah ia memang seperti apa yang digosipkan.

Pada saat itu, ada seseorang yang berjalan keluar dari hutan yang berada di bagian barat dari puncak gunung itu.

Pemuda itu mengenakan jubah pedang yang sederhana. Ia juga cukup tampan, dengan alisnya yang bagaikan dua buah pedang dan ekspresi wajahnya yang masa bodoh, terlihat bagaikan salju yang membeku, dengan aura yang aneh, terasa di sekelilingnya.

Saat para pengurus dari Puncak Yunxing menghampirinya dan berbicara sebentar dengannya. Murid - murid itu akhirnya mengetahui kalau ia adalah Guru Pengajar lain di Aula Pedang Suci dan ia bernama Gu Han.

Gu Han juga memiliki posisi penting lain.

Ia adalah Kakak Ketiga dari Puncak Liangwang.

Puncak Liangwang adalah tempat berkumpulnya murid - murid muda yang paling berbakat dan Gu Han ada di peringkat ketiga di antara mereka semua. Jadi, bisa dibayangkan betapa kuat kultivasi pedangnya.

Murid - murid itu menatap Gu Han dengan penuh kekaguman dan rasa takjub.

Namun, Jing Jiu justru tidak memperhatikan Gu Han sama sekali, ia malah memandang apa yang berada disamping Gu Han.

Ada seorang pemuda yang berdiri di sisi Gu Han.

Sudah tiga tahun berlalu, sejak pertemuan pertama mereka di pintu masuk desa itu dan Shisui sekarang sudah berusia tiga belas tahun.

Ia sekarang sudah menjadi seorang pemuda. Namun, alisnya masih tetap begitu lurus, matanya masih terlihat begitu polos dan lugu, serta wajahnya masih tetap hitam.

Setelah setahun berlatih kultivasi di sembilan puncak gunung. Liu Shisui sudah menjadi sedikit lebih dewasa, ia terlihat tenang dan damai.

Ia terpana dan kemudian, matanya yang mulanya penuh dengan kecurigaan, tiba - tiba berubah menjadi penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan.

"AH!" teriak Liu Shisui, sambil berlari ke arah Jing Jiu.