Chereads / Jalan Menuju Surga / Chapter 23 - Anak Itik Terbang Untuk Pertama Kalinya

Chapter 23 - Anak Itik Terbang Untuk Pertama Kalinya

Liu Shisui berlari dengan sangat cepat, dengan kedua tangannya di belakang punggungnya. Ia terlihat seperti anak bebek yang masih kecil, sangat lucu dan juga manis.

Jing Jiu yang masih terus berdiri di tempatnya semula, dengan bibirnya yang terangkat membentuk sebuah senyuman di mulutnya.

Liu berhenti berlari setelah ia tiba di sisi Jing Jiu.

Namun, karena ia berlari begitu cepat dan kemudian berhenti dengan tiba - tiba, kakinya meninggalkan dua retakan panjang di belakangnya dan perlu beberapa saat untuk menyeimbangkan badannya yang oleng.

Pemandangan ini terlihat begitu lucu, sampai ada beberapa murid yang tidak bisa menahan tawa ketika mereka melihatnya.

Namun, suara tawa itu segera menghilang, ketika mereka menyadari kalau pemuda itu memiliki kualitas Dao yang alami.

Liu Shisui tampak sangat gembira, saat ia berdiri di samping Jing Jiu. Namun, ketika ia mencoba untuk menggenggam tangan Jing Jiu, ia tersadar kalau tindakannya itu sangat tidak pantas untuk dilakukan. Dan akhirnya ia menarik kembali tangannya dan mengepalkannya.

Melihat kejadian ini, pemuda yang baru saja berjalan keluar dari hutan tadi merasa sangat terkejut.

Hal itu karena Liu sangat jarang sekali menunjukkan kegembiraan seperti apa yang sedang ia rasakan sekarang. Biasanya, Liu hanya fokus pada latihan pedangnya dan ia menjalani kehidupannya dengan sederhana, namun juga membosankan, sambil terus berusaha untuk tidak menarik perhatian dari banyak orang.

"Siapa pria itu?" tanya Gu Han.

"Guru Gu, mungkin, dia yang bernama Jing Jiu yang sering diceritakan oleh Shisui." jawab seorang murid.

Akhirnya, Gu menyadari kenapa Liu Shisui begitu gembira.

Gu Han terlihat tidak begitu menyukai Jing Jiu setelah ia melihat wajah Jing Jiu, alisnya sampai terangkat karenanya.

Jing Jiu dan Liu Shisui yang berdiri berdampingan tampak begitu bertolak belakang, entah karena ketampanan wajahnya, ataukah karena ekspresi wajahnya yang tampak acuh.

Tiba - tiba, terdengar bentakan dengan nada suara yang begitu dingin, sebelum Jing Jiu sempat berbicara.

"Apa yang sedang kamu lakukan?!"

Jing Jiu lalu berpaling ke arah asal suara itu dan mendapati kalau suara itu berasa dari murid Puncak Liangwang yang bernama Gu Han itu.

Liu terkejut mendengarnya dan ia segera menjelaskan, "Guru Gu, ini adalah..."

"Aku sudah mengajarimu sebelumnya. Di saat penting seperti sekarang, tidak ada yang boleh mengganggu konsentrasimu." ucap Gu Han dingin sebelum Liu sempat menyelesaikan kalimatnya.

Terlihat jelas kalau Gu sama sekali tidak peduli terhadap Jing Jiu.

"Cepat kemari dan terima hukumanmu." perintah Gu Han.

Dan Jing Jiu hanya meliriknya sekilas saja.

Liu lalu dengan cepat melambaikan tangannya pada Jing Jiu dan kembali berjalan ke arah Gu.

Lalu, seseorang berbadan gemuk dengan rambut yang disanggul berjalan dari belakang Gu Han dan kemudian memberikan sebuah tas dengan kedua tangannya. Lalu, ia membuka tas itu dengan jarinya yang gemuk, namun lincah dan ada tongkat yang terlihat di dalamnya.

Para murid itu menjadi gempar ketika mereka melihat tongkat itu dan mereka memandang Liu dengan penuh empati dan kekaguman.

Dan murid - murid yang keluar dari dalam hutan pun menunjukkan reaksi yang serupa.

Tongkat itu memang bukan Pedang Keadilan dari Sekte Gunung Hijau, tapi Penegak Hukum dari Puncak Liangwang.

Dengan menghukum Liu menggunakan Penegak Hukum dari Puncak Liangwang, Gu Han sebenarnya memperlakukannya seperti seorang personal disciple dari Puncak Liangwang.

Bagi para murid inner sect yang berharap untuk bisa dipilih oleh Puncak Liangwang di Turnamen Pewaris Pedang ini, perlakuan yang diterima oleh Liu ini adalah sesuatu yang sangat mereka kagumi.

Suara benturan keras terdengar dengan sangat jelas ketika tongkat yang keras dan padat itu mendarat di punggung Liu.

Liu Shisui tidak diperbolehkan untuk melindungi tubuhnya menggunakan zhenyuan nya. Ia harus menerima semua pukulan itu dengan kekuatannya sendiri dan dengan mengandalkan tekadnya.

Tongkat itu terus menghantam Liu dan mengakibatkan benturan keras pada tubuhnya.

Liu Shisui merasa sangat kesakitan dan matanya penuh dengan air mata. Namun, ia harus tetap diam di tempatnya tanpa boleh bergerak.

Jing Jiu menyaksikan kejadian ini tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Namun, ia tiba - tiba merasakan sesuatu dan kemudian menoleh ke arah asal intuisinya itu. Ia lalu bertatapan dengan Gu, yang matanya terlihat dingin dan tanpa perasaan.

Ia terus menatapnya.

Liu Shisui yang melihat emosi yang ada di mata Jing Jiu itu, menggelengkan kepalanya untuk memberi isyarat pada Jing Jiu agar tidak melakukan hal yang konyol, sambil terus berusaha untuk menahan rasa sakitnya.

Jing Jiu baru bisa menenangkan dirinya setelah beberapa saat dan ia kemudian berpaling ke arah luar dari puncak gunung itu.

Dari semua orang yang ada di sana, hanya Gu Han yang menyadari kalau Jing Jiu juga menggelengkan kepalanya saat ia berpaling tadi.

"Cukup."

Gu Han lalu menyuruh untuk menghentikan hukuman itu, dan ia merengut ketika ia melihat sosok Jing Jiu yang pergi menjauh.

Pria gemuk itu lalu menyimpan kembali tongkatnya ke dalam tas dan membungkusnya dengan hati - hati. Kemudian, ia tersenyum sambil memicingkan mata, memperlihatkan rasa irinya saat ia mengikuti arah pandangan Gu.

"Bagaimana menurutmu? Murid ini cukup terkenal dan reputasinya tampaknya sangat sesuai dengan dirinya. Ia sangat tampan dan hal ini membuat banyak orang iri padanya."

Sebagai murid dari Puncak Liangwang, mereka tidak peduli dengan hal - hal sepele seperti penampilan dan wajah mereka. Mereka justru sedang membicarakan tentang bakat dan potensi yang dimiliki Jing Jiu.

"Kualitas Dao dan bakatnya sepertinya biasa - biasa saja. Karena itu, jika rumor tentangnya itu benar, bahwa ia bukanlah seorang murid yang rajin, berarti ia pasti mengkonsumsi banyak pil ajaib untuk bisa mencapai levelnya yang sekarang dalam waktu dua tahun." ujar Gu Han.

"Ia mungkin seorang tuan muda dari keluarga kerajaan di Zhaoge. Jadi, wajar saja kalau orang seperti dia memiliki beberapa pil yang berharga, namun, ada banyak orang yang berkata kalau dia sangat cerdas. Mungkin, kita bisa bicara dengannya." kata murid gemuk itu.

"Pedang - pedang di Puncak Liangwang digunakan untuk membunuh. Jadi, secerdas dan sepintar apapun dirinya, semuanya tidak akan ada artinya disini. Dan jika pil - pil itu memang bisa membantunya mencapai tujuannya, untuk apa ia bersusah payah berlatih kultivasi?" ujar Gu Han.

Mereka tidak berusaha untuk menjauh dari Liu Shisui saat mereka berbincang-bincang, membuatnya tidak sabar untuk membela Jing Jiu.

Karena bagi Liu Shisui, adalah suatu hal yang baik jika tuan mudanya bisa menjadi murid di Puncak Liangwang.

"Murid dari Puncak Liangwang tidak boleh menjadi seorang pelayan. Ingat itu baik - baik."

"Mulai sekarang, kamu harus menjauhinya." ucap Gu Han dengan tegas dan keras kepada Liu.

Liu Shisui tertegun mendengarnya.

Gu Han tidak lagi memperhatikan Liu, dan ia kembali berjalan menuju Puncak Pedang bersama dengan murid - muridnya.

Berdiri terpaku, Liu terdiam untuk waktu yang sangat lama, sebelum ia akhirnya melangkah mengikuti Gu Han.

Melihat kelompok itu pergi ke lereng gunung dari Puncak Pedang, salah seorang murid yang tidak mengerti tentang peraturan yang ada di Aula Pedang Suci kemudian berkomentar, "Bukankah Guru Gu mengajar kelas A? Tapi, kenapa mereka masih belum mendapatkan pedangnya?"

"Kakak Liu sudah mendapatkannya sejak setengah tahun yang lalu." ujar pengurus dari Puncak Yunxing.

Murid - murid itu merasa ada yang aneh dan mereka berpikir, kalau begitu, kenapa mereka pergi ke Puncak Pedang?

Gu dan kelompoknya sudah sampai di bagian teratas dari Puncak Pedang, mereka terlihat seperti titik - titik hitam di antara lereng - lereng gunung itu saat mereka berjalan semakin jauh.

Murid - murid yang lainnya, akibat tidak adanya ada guru yang memimpin mereka, menjadi tidak berani untuk mengikuti Guru Gu dan grupnya. Saat itu, mereka hanya bisa melihat grup itu dari dasar puncak gunung.

Beberapa saat kemudian, semakin banyak pengurus, guru, dan murid - murid dari Puncak Yunxing yang berkumpul di lapangan yang ada di sisi lereng gunung ini. Dengan belasan cahaya pedang yang menembus langit, semakin banyak orang dari puncak - puncak gunung yang lain tiba di tempat ini. Bahkan, di antara mereka ada dua orang Paman Guru dari generasi kedua.

Ini menandakan bahwa akan ada kejadian penting di tempat ini.

...

...

Setiap langkah terasa semakin berat, dengan udara yang semakin menipis di ketinggian yang lebih tinggi, dan lereng gunung tempat mereka berpijak yang menjadi semakin curam.

Murid - murid muda itu lalu berhenti dan beristirahat sejenak di tempat dimana mereka berada, untuk mengeraskan tekad mereka dan meningkatkan kultivasi mereka. Sambil merasakan Tekad Pedang yang ada disekitar mereka.

Hanya murid gemuk itu, beserta Gu Han dan Liu Shisui saja yang masih bisa terus bergerak maju.

Tidak ada yang tahu berapa lama waktu yang sudah mereka habiskan, namun, mereka sampai di suatu tempat dimana objek - objek yang ada disekitar mereka menjadi kabur karena tertutup kabut tebal. Sepertinya, sekarang mereka sudah sampai di ujung awan.

Di ketinggian ini, Tekad Pedang yang keluar dari dalam puncak gunung menjadi sangat menakutkan. Wajah kecil Liu memerah seiring dengan nafasnya yang semakin cepat, karena ia masih muda dan belum lama berlatih.

Tapi, dengan berhasil mendaki sampai ke tempat ini, dia sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan murid - murid di inner sect yang masih ada di darat.

Murid gemuk itu juga sudah kehabisan nafas dan dengan tangannya diletakkan di pinggang, ia berkata, "Apa Layue ada di sini hari ini?"

Ekspresi di wajah Gu Han tidak berubah sedikitpun. Tekad Pedang yang ada di Puncak Pedang dan ketinggian ini tidak ada artinya bagi dia.

Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh pria gemuk itu, Liu Shisui lalu menatap ke bagian tertinggi dari puncak gunung ini yang berada jauh dibalik awan, ia lalu terdiam selama beberapa saat dan kemudian melambaikan tangannya beberapa kali, seakan berusaha untuk melupakan kenangan - kenangan buruknya.

Saat ia melambaikan tangannya, angin kencang bertiup naik ke puncak - puncak gunung. Seketika itu juga, angin itu membuyarkan awan - awan dan kabut yang ada di sana, menjadikan keadaan di sekitar mereka lebih jelas terlihat.

Hal yang ada di depan mereka adalah tepi lereng gunung itu. Mereka pasti akan jatuh ke bawah jika saja mereka maju selangkah lagi. Sangat tidak mungkin untuk bisa menggapai atau menggenggam sesuatu saat jatuh, karena lereng gunung ini sangat licin dan tidak ada tumbuh - tumbuhan di situ.

Liu Shisui lalu berjalan menuju ke tepi lereng gunung dan melihat ke bawah.

Dari tempat ia berdiri, dataran yang ada di bawahnya, berjarak paling tidak sepuluh ribu kaki jauhnya. Bahkan, dengan penglihatannya yang kuat seperti elang dan setelah berlatih kultivasi sekalipun, ia tetap tidak bisa melihat objek - objek yang ada di bawah dan yang terlihat hanyalah titik - titik hitam.

Tiap titik hitam itu adalah seseorang yang ada di bawah puncak gunung. Melihatnya, Liu jadi semakin gugup saat ia berpikir kalau orang - orang itu sedang mengamatinya dan nafasnya menjadi semakin cepat.

Liu lalu mencoba menenangkan dirinya dengan membaca beberapa kalimat dari Kitab Pedang. Ia kemudian mengangkat tangan kanannya setelah nafasnya kembali normal.

Lalu, sebuah pedang terbang sepanjang dua kaki yang permukaannya sangat mulus seperti kaca, terbang keluar dari lengan bajunya sambil mengeluarkan suara desisan.

Pedang terbang itu mengelilingi dan kemudian berhenti di depan Liu dan jauh dari lereng gunung, sesuai dengan yang diperintahkan oleh pikirannya.

Satu langkah lagi dan ia akan bisa berdiri diatas pedang terbang.

Yang jadi pertanyaan adalah, ada berapa banyak orang di dunia ini yang berani untuk mengambil langkah pertama ini?

Melangkah maju dan kamu akan memasuki lautan dan langit yang luas.

Mundur selangkah dan kamu akan kembali ke kehidupan yang fana.

...

...

Untuk bisa melakukan sesuatu, seseorang tidak boleh terlalu banyak berpikir.

Semakin seseorang berpikir tentang sesuatu, akan semakin rumit permasalahannya.

Saat ia menatap awan - awan yang ada di sekitar puncak gunung itu, Liu Shisui menjadi pucat dan ia tidak bisa melangkah maju.

"Aku beri kamu waktu 30 detik lagi dan jika kamu masih tetap tidak bisa menginjakkan kaki di pedangmu, maka, aku akan mendorongmu." ucap Gu Han dingin dari belakangnya.

"Tapi," Liu tiba - tiba memalingkan wajahnya dan berkata pada Gu, "Guru Gu, aku masih ingin bertemu dengan tuan mudaku."

Setelah selesai bicara, ia kemudian melangkahkan kaki ke depan.

Mendengar hal ini, Gu mulai marah dan saat ia akan melakukan sesuatu, ia kemudian melihat apa yang baru saja terjadi.

Liu melangkahkan kakinya ke udara, jauh dari tepi lereng gunung.

Kaki kanannya mendarat tepat di atas pedang terbangnya.

Pedangnya tertekan turun sejauh setengah kaki, namun kemudian berhenti.

Kemudian, kaki kirinya juga berpijak pada pedang itu.

Hembusan angin dingin menerpa lereng gunung itu dan juga pakaiannya.

Liu berusaha menyeimbangkan tubuhnya dengan merentangkan kedua tangannya dan sedikit menekuk kakinya yang tampak goyah.

Hanya ada konsentrasi yang terlihat di wajahnya, tanpa ada ketakutan sedikitpun.

Tiba - tiba, Gu Han teringat akan kejadian dimana Liu berlari menuju Jing Jiu dan berhenti tepat disampingnya.

Hembusan angin itu memantul dari lereng gunung dan Liu terlihat sedang memiringkan tubuhnya kedepan.

Murid gemuk yang ada di lereng gunung itu merinding melihat pemandangan ini.

Liu Shisui lalu meneriakkan sesuatu dan kemudian, pedangnya terbang ke langit, bersama dengan tiupan angin.

Ini adalah pengalaman pertamanya terbang menggunakan pedang, sehingga pedang itu belum bisa membentuk kilatan cahaya pedang dan hanya meninggalkan bayangan di belakangnya.

Bayangan pedang itu terus bergerak di awan, lalu berputar dan kemudian berhenti. Terlihat sangat kacau dan berbahaya.

Terdengar suara teriakan dan jeritan yang lirih yang berasal dari lapangan di bawah sana.

"Jika Liu Shisui jatuh dan mati, apakah Ketua Sekte akan mengusir kita dari Gunung Hijau?" tanya pria gemuk itu pada dirinya sendiri, dengan wajah yang pucat.

Gu Han tidak mengatakan apa - apa, ia hanya terus memandang bayangan pedang yang terus bergerak menjauh.

Walaupun menunggang pedang adalah hal yang berbahaya, tapi Liu tidak begitu khawatir. Bahkan, setelah ia hampir terjatuh ke tanah sebanyak dua kali, ia hanya memicingkan matanya saja.

Bukanlah hal yang biasa untuk Liu bisa belajar mengendarai pedang terbang dalam level, usia, dan pengalamannya saat ini. Karena begitu berbahayanya hal ini, ia tidak memberitahu teman - temannya dan juga tidak melapor terlebih dahulu pada guru - gurunya.

Namun, Gu Han tahu kalau para tetua yang ada di sembilan puncak gunung pasti sudah bisa memperkirakannya saat ia membawa Liu ke Puncak Pedang. Saat ini, pasti ada beberapa Grandmaster yang telah mencapai tahap Free Travel yang mengawasi semua pergerakan Liu dan siap untuk menolongnya jika terjadi sesuatu.

Setelah beberapa lama, bayangan pedang itu akhirnya menjadi stabil dan sosok Liu dapat terlihat dengan jelas sekarang.

Pedang terbang itu kemudian mempercepat lajunya dan berubah menjadi kilatan cahaya yang terbang menuju ke bagian teratas dari Puncak Pedang. Pedang itu terbang menembus awan dan kemudian menghilang dari pandangan.

...

...