Nama: Starlight
Ukuran: Kecil
Pemimpin: Rhode Alander
Anggota: 1
Markas: Tidak Ada
Level: 1
Reputasi: Tidak Terkenal
Fasilitasi: Ruang Latihan (Tidak dapat dibangun), Kamar Tidur (Tidak dapat dibangun), Aula (Tidak dapat dibangun), Menara (Terkunci), Perpustakaan (Terkunci), Ruang Alkimia (Terkunci), Ruang Pandai Besi (Terkunci)
Melihat pemberitahuan sistem yang muncul di depannya, Rhode merasa putus asa. Status kelompoknya jauh lebih rendah dari titik awal kelompok aslinya dalam game. Ketika pemain membentuk kelompok, sistem game akan menentukan apakah pemain tersebut memiliki kualifikasi yang dibutuhkan melalui formulir pendaftaran dan di saat yang bersamaan menghadiahkan benteng kepada mereka. Namun, kali ini sama sekali tidak ada hadiah untuk mereka.
Setelah dipikir-pikir, mungkin karena di dalam game, pemain butuh menyelesaikan banyak misi untuk mendapatkan kualifikasi minimum dalam membentuk kelompok. Dan sekarang, usaha yang harus dia lakukan untuk membentuk kelompok prajurit bayaran di dunia ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan di dalam game. Untuk membuat dirinya merasa lebih baik, Rhode mengingat bahwa di dalam Dragon Soul Continent versi game, semua kelompok Prajurit Bayaran NPC hanya memiliki sedikit benteng, jadi tidak mengherankan…
Tapi karena keadaan darurat, Rhode perlu membeli benteng yang akan digunakan sebagai markas operasi kelompoknya.
Dan untuk membelinya, Rhode butuh uang. Untungnya, ini bukan sesuatu yang mustahil bagi pemuda itu.
Suara ketukan pintu terdengar dan Lize berjalan memasuki ruangan itu. Setelah beristirahat semalam dengan menggunakan pakaian yang bersih, dia merasa jauh lebih baik. Ketika matanya menatap Rhode, dia menyapanya sambil tersenyum manis.
"Tuan Rhode, aku sudah siap."
"Baiklah. Kalau begitu, ayo pergi," Kata Rhode dengan tenang. Pemuda itu pun berdiri dan bergegas keluar dari ruangan tersebut.
Lize memandangnya dengan tatapan bingung. Kemudian dia segera mengikuti Rhode.
Lize tidak dapat memahami keputusan Rhode. Walaupun dia tidak setuju dengannya, dia tidak membantah. Karena sebelum membicarakan masalah tersebut, mereka masih harus berurusan dengan Li Jie mengenai ide sebuah Tongkat. Lize tidak membantah karena dia juga paham bahwa mereka memiliki masalah yang jauh lebih penting, yaitu kurangnya uang.
Setelah mengumpulkan jumlah semua uang yang mereka dapatkan dari Reruntuhan Kabut dan imbalan dari Matt, mereka memiliki setidaknya seribu koin emas. Selain itu, Rhode juga meminta Lize untuk menjual beberapa batu permata dan kristal hasil perjalanan mereka di toko-toko dalam kota Deep Stone sebesar dua ribu lima ratus koin emas, tapi gadis itu tahu jumlah tersebut masih belum cukup untuk membeli sebuah rumah di distrik bangsawan. Bahkan rumah yang terletak di pinggiran distrik itu memiliki harga yang tinggi. Orang seperti apa yang memiliki uang sebanyak itu untuk membelinya?
Namun, saat ini Rhode berjalan ke arah distrik bangsawan dengan rasa percaya diri. Melihatnya membuat Lize merasa penasaran.
Dengan jumlah uang segini, bagaimana caranya Rhode akan membeli rumah di distrik ini? Dia tidak berniat untuk merampok kan?
Mengingat tingkah laku dan tindakan-tindakan Rhode sebelumnya, kemungkinan ini tidak terlalu mustahil.
-
Area atas, daerah barat daya.
Dibandingkan dengan vila-vila terawat yang terlihat di sepanjang jalan, rumah besar di depan mereka terlihat sangat kacau. Batu bata yang membentuk bangunan rumah itu sudah berlumut di sana-sini dan tanaman panjang dan tebal merayap di sepanjang dinding luar. Sepertinya, rumah besar ini sudah sangat tua. Halaman depannya yang dulu indah sekarang penuh dengan sampah dan kotoran hewan liar. Bahkan langit yang mengelilingi rumah itu terlihat suram.
Tidak sampai di situ, tiba-tiba angin dingin berhembus, diikuti oleh lolongan anjing-anjing liar. Lize hanya bisa merinding melihat pemandangan itu.
Saat mereka memasuki area halaman, Lize dapat merasakan perubahan suasana yang drastis dibandingkan dengan area luar rumah. Di luar rumah besar ini, jalannya bersih dan terawat, tapi memasuki area halamannya…entah kenapa secara tempat itu terasa dingin tidak wajar, berantakan, dan hampa. Seandainya mereka bisa mengukur perubahan suasana, mungkin perubahannya sebanding dengan jarak antara surga dan neraka.
"Tuan…tuan Rhode…apa kau berencana untuk memembeli rumah ini?"
Tanpa sadar Lize memeluk tubuhnya sendiri dan berkata dengan suara pelan sambil tergagap.
Rhode menggelengkan kepala.
"Bukan hanya sekadar rencana."
"Karena aku sudah membelinya."
"…"
"…"
Suasana canggung menyelimuti mereka berdua saat Rhode dan Lize saling menatap.
Satu detik, dua detik, tiga detik.
"Apa?!!!"
Lize memecah keheningan tersebut. Gadis itu kaget bukan main dan matanya terbelalak seakan-akan Lize tidak bisa mempercayai apa yang telah ia dengar. Kalau orang lain mengatakan itu, mungkin Lize akan menganggapnya sebagai candaan. Tapi kenyataanya Rhode yang berkata begitu, dan Lize tahu dia tidak salah dengar.
"Kau…kau bilang kau sudah membelinya?"
"Ya, mereka bilang harganya hanya 500 koin emas. Itu benar-benar harga yang masuk akal."
"500 koin emas!"
Mendengar harga rumah yang tidak biasa itu, Lize berhenti bicara sebentar, lalu, seakan-akan baru saja mengingat sesuatu, dia tiba-tiba menutup mulutnya.
"Bukannya ini Rumah Angker Cyril!!?"
Di kota Deep Stone, Rumah Angker Cyril adalah tempat yang dijauhi oleh hampir semua orang. Semua orang mengetahuinya, tapi tidak seorang pun yang ingin membicarakannya.
Keluarga Cyril dulunya merupakan sebuah keluarga bangsawan kelas tiga yang tinggal di kota ini. Tidak seperti keluarga lainnya, awal dari keluarga ini berasal dari usaha seni patung. Kepala keluarganya adalah Martin Cyril. Dia memiliki bakat yang luar biasa dalam seni memahat, khususnya pahatan tubuh manusia. Semua hasil karyanya terlihat sangat nyata dan hidup. Dan dirinya yang dikenal sebagai ahli patung ternama di kota Deep Stone bukanlah isapan jempol.
Tapi semuanya berubah karena satu batu misterius.
Ketika Martin berusia 29 tahun, dia mendapatkan sepotong batu putih yang ditemukan di pertambangan kota Deep Stone. Detailnya tidak begitu diketahui, tetapi yang mereka tahu adalah Martin membawa pulang batu itu untuk membuat mahakarya yang terbaru.
Awalnya, orang-orang tidak terlalu peduli dengan hal itu. Bagaimanapun juga, sebagai ahli patung, Martin juga memiliki tujuan hidup tersendiri. Namun, seiring waktu berlalu, para bangsawan mulai penasaran dengan hasil karya macam apa yang akan dibuat oleh Martin dari batu itu. Awalnya, waktu kerja Martin biasa-biasa saja, dan dia sering mengunci diri dalam kamarnya selama seminggu, sibuk membuat karyanya. Saat itu, orang-orang merasa semakin tidak sabar untuk melihat karya besarnya yang terbaru.
Tetapi kemudian, sejak saat itu, hal-hal aneh mulai terjadi.
Satu per satu pelayan keluarga Cyril menghilang dan tidak ada seorang pun yang tahu apa yang terjadi pada mereka. Sebagai keluarga bangsawan, keluarga Cyril mampu mengirim banyak orang untuk mencari pelayan-pelayan yang hilang tersebut, tapi secara mengejutkan, orang-orang yang mencari para pelayan itu juga ikut menghilang.
Seiring waktu berlalu, bukan hanya pelayan saja yang menghilang, namun orang-orang di sekitar keluarga Cyril juga menghilang. Hal itu membuat para bangsawan panik. Dan tidak lama setelahnya, sebuah kejadian besar menimpa keluarga Cyrill. Istri dan anak perempuan Cyril juga ikut menghilang.
Pada saat itu, orang-orang sudah melupakan karya besar yang sedang dikerjakan Martin dan mendobrak masuk ruang kerjanya, berharap mempunyai solusi atas masalah ini. Sebuah pemandangan mengerikan menyambut mereka. Mereka melihat bagian tubuh yang berserakan di mana-mana, termasuk istri Martin dan anak perempuannya. Sisa-sisa mayat mereka tergantung dari langit-langit ruangan, dan Martin terduduk di tengah ruangan, membelai patung wanita di sampingnya.
Apa yang terjadi selanjutnya sangat sederhana.
Martin segera ditangkap, dan dia mengaku bahwa dirinyalah yang telah membunuh semua wanita yang hilang itu. Tapi dia percaya bahwa kematian mereka tidak akan sia-sia demi kesempurnaan sebuah seni. Dengan mengorbankan nyawa mereka, mereka telah melakukan tindakan yang mulia, dan pantas dihormati karenanya.
Orang yang masih waras tidak akan merasa puas dengan penjelasannya dan kota Deep Stone memberinya hukuman mati. Tetapi apa yang terjadi selanjutnya sangat mengejutkan. Setelah menerima vonis hukuman matinya, entah bagaimana caranya Martin kabur dari penjara dan menjadi gila. Untuk menangkap seniman tersebut, pasukan penjaga keamanan kota Deep Stone, asosiasi prajurit bayaran dan beberapa bangsawan mengirim beberapa orang untuk memburu Martin. Tapi, mereka sama sekali tidak menyangka bahwa seniman patung lemah seperti Martin bisa membantai puluhan pendekar veteran dan ratusan prajurit biasa. Pada akhirnya, Martin meninggal setelah kehabisan tenaga di ruang kerjanya.
Tragedi ini membuat seisi kota Deep Stone tenggelam dalam perasaan kaget. Banyak orang yakin bahwa batu yang digunakan Martin mengandung sihir dan menghasut seniman tersebut untuk menjadi pembunuh yang keji. Dan batu itu, yang dijaga dengan ketat oleh pasukan penjaga kota Deep Stone, menghilang pada hari kedua setelah kematian Martin.
Beberapa saat setelah kejadian itu, keadaan seluruh penjuru kota Deep Stone menjadi kacau. Banyak patung hasil karya keluarga Cyril yang dihancurkan. Setelah itu, tragedi ini perlahan mulai dilupakan. Tapi ternyata tragedi ini tidak berakhir sampai di situ.
Korban pertama adalah keluarga bangsawan yang memiliki hubungan baik dengan keluarga Cyril, dan mereka datang untuk merawat properti peninggalan keluarga seniman tersebut. Namun, sebulan setelahnya, seluruh keluarga itu ditemukan tewas di ruang makan, dan di depan mereka terdapat makanan yang sudah membusuk akibat tak tersentuh dalam waktu yang lama.
Dua tahun kemudian, muncul korban kedua. Seorang pedagang kaya pindah ke kota ini. Untuk membaur dengan masyarakat kelas atas dalam waktu secepat mungkin, dia mengabaikan nasihat orang lain dan membeli rumah besar ini. Nasibnya tidak lebih baik dari korban sebelumnya. Setengah bulan setelah kepindahannya ke rumah itu, pedagang itu ditemukan mati gantung diri bersama para pelayannya. Seakan-akan mereka senang untuk pergi ke surga bersama-sama.
Dua kejadian mengerikan ini membuat orang-orang menghindari rumah ini. Bahkan pihak kota Deep Stone tidak bisa berbuat apa-apa. Dan karena itulah, mereka menjualnya dengan harga yang sangat murah. Tentu saja, harga sebesar 500 koin emas untuk membeli rumah sebesar itu adalah harga yang sangat menggoda, jadi beberapa orang mengumpulkan keberanian mereka untuk membelinya.
Kali ini, pemilik rumah baru itu lebih pintar. Tidak hanya menghabiskan uang untuk memperbarui rumah tersebut, tapi dia juga menyewa satu tim prajurit bayaran untuk melindungi rumah tersebut.
Tapi apa yang terjadi bahkan lebih mengerikan daripada kasus sebelumnya. Pemilik baru itu hanya bertahan hingga hari kedua. Tidak ada cahaya lagi yang terlihat dari rumah itu.
Tidak ada orang yang mencoba memeriksa keadaan pemilik itu karena mereka sudah tahu apa yang terjadi.
Tentu saja, sebagai penduduk yang sudah tinggal di kota ini selama bertahun-tahun, Lize sudah mendengar kisah dari rumah ini. Dan sekarang setelah Rhode benar-benar membelinya, dia hanya bisa menggigil ketakutan.
"T-tuan Rhode, apa kau tahu tentang tempat ini? Tempat ini adalah…"
"Tentu saja aku tahu." Rhode melambaikan tangan dan memotong perkataan Lize.
Rhode bahkan tidak hanya mengetahui kisah rumah itu, tapi juga apa yang akan terjadi setelahnya. Tempat ini merupakan lokasi dari seorang bos tersembunyi. Di dalam game, Rumah Angker Cyril adalah salah satu dari misi tersembunyi yang pertama kali dijalankan oleh Rhode. Karena itulah, dia masih bisa mengingat detail misinya dengan baik. Selain itu, kali ini dia juga membuat beberapa persiapan yang cukup sebelum menghadapi bos itu.
"Jangan khawatir; ini hanyalah sebuah rumah. Lagipula…aku sudah siap-siap sebelum memasuki rumah ini."
Rhode dan Lize berjalan melalui halaman yang berantakan dan mencapai pintu masuk rumah besar itu. Melalui celah pintu yang sudah termakan usia, bagian dalam rumah itu terlihat gelap. Rhode mengulurkan tangannya dan menyentuh pintu itu, sebelum berbalik ke arah Lize yang terlihat gugup.
"Apakah kau siap?"