"Apa kau bilang?!"
Moby berdiri mendadak.
"Bocah itu membawa Lize ke Rumah Angker Cyril?"
"Aku juga baru saja menerima kabar ini, teman lamaku."
Sereck tersenyum pahit dan berkata, "Awalnya aku ingin bertemu dengan mereka dan menanyakan rencana mereka. Tapi ternyata mereka sudah pergi. Tidak lama setelah itu, baru aku mendapatkan kabar bahwa mereka pergi ke Balai Kota untuk membeli rumah tersebut."
"Tentu saja, melihat tindakannya yang berani, aku merasa sangat optimis terhadap masa depan anak muda itu."
"Tidak masuk akal! Sangat tidak masuk akal!"
Presiden tua itu memukul meja.
"Tempat itu bukan objek wisata yang bisa mereka kunjungi begitu saja. Cepat panggil mereka kembali!"
Sereck menggelengkan kepala. "Terlambat. Mereka sudah berada di dalam rumah itu."
Tapi sebuah senyuman segera menghias wajahnya.
"Setelah kupikir-pikir, kenapa kau khawatir begitu, teman lamaku? Bukankah kau membenci orang yang melanggar aturan prajurit bayaran? Bukankah lebih baik jika mereka hilang saja. Kelompok mereka akan dibubarkan dan kau akan mendapat satu slot lagi. Jadi kenapa kau marah begitu?"
"Itu masalah yang lain lagi!"
Presiden tua itu merengut. Dia kelihatan benar-benar jengkel dengan masalah ini.
"Bocah itu baru saja ditunjuk sebagai pemimpin kelompok, tapi langkah awal yang diambilnya bukan merekrut anggota baru agar kelompok mereka tidak dibubarkan. Sereck, segera pergi ke rumah itu. Mungkin belum terlambat untuk memperbaiki keadaan."
"Jangan gelisah begitu, teman lamaku, mungkin situasinya tidak seburuk yang kau kira." Sereck berkata dengan tenang.
Ekspresi Moby menjadi bingung.
"Apa maksudmu?"
Bertahun-tahun berteman dengan Sereck, Moby mengerti bahwa Sereck bukanlah orang yang kejam. Kalau temannya berkata begitu, pasti dia menyadari sesuatu.
"…Entah."
Setelah sengaja memberikan jawaban yang ambigu, Sereck hanya mengangkat bahu dan merentangkan tangan sambil tersenyum yang elegan.
"Kau tak pernah bertarung dengannya, jadi mungkin kau tidak paham. Tapi aku berbeda…Mungkin…anak muda ini bisa membuat keajaiban. Dia pasti memiliki rencana tersendiri untuk memecahkan masalah rumah hantu itu, karena dia berani membelinya. Yang perlu kita lakukan hanyalah menunggu hasil."
"Lalu, ingatkah dengan apa yang kau katakan pada Lize? Bahwa ini adalah taruhan? Kau benar. Ini adalah taruhan, jadi kita harus ikut bertaruh pada pemuda itu. Jika Rhode bisa memecahkan kutukan di rumah itu, bukankah itu akan menguntungkan kita? Aku percaya dia memiliki kemampuan untuk mewujudkan hal tersebut."
"Huh. Itu hanyalah rasa bangga ala anak muda." Presiden tua itu mendengus tidak setuju.
"Hanya karena dia memiliki kemampuan luar biasa, dia pikir tak ada yang bisa mengalahkannya. Banyak orang bodoh yang berpikiran seperti itu, dan pemuda itu tidak jauh berbeda."
Tapi Sereck hanya tersenyum lebar dan membalas, "Tapi toh memang ada orang-orang jenius yang seperti itu."
"Entah apakah anak itu jenius atau bodoh, kita masih belum tahu. Tapi kurasa kita akan segera mengetahuinya."
Presiden tua itu memutar matanya. "Aku hanya berpikir bahwa ini…terlalu berlebihan."
"Terus terang, kalau bukan karena kau tidak pernah meninggalkan kota Deep Stone selama beberapa dekade, aku yakin kalau kau memiliki hubungan dengan bocah itu. Kelihatannya kau sangat peduli padanya."
"…Dan aku senang berurusan dengannya." Sereck menghela napas.
"Aku semakin tua…walaupun kemarin aku tidak merasa seperti ini, tapi setelah pertarungan itu…haaahhh…."
Sereck mengalihkan pandangannya ke atas, dan kembali menghela napas.
"Kalau diingat-ingat…apa yang dulu aku lakukan saat seumuran dengannya? Sekarang, melihat sekelompok pemuda-pemudi ini…Tidakkah kau berpikir bahwa kita sudah terlalu tua untuk semua ini?"
"Tapi sejarah akan selalu mengingat kita."
Moby memainkan pena di tangannya sambil berbicara.
"Anak muda memiliki kejayaan mereka sendiri dan kita orang tua juga memiliki harga diri kita sendiri. Dan sekarang bukan waktu yang tepat bagimu untuk merasa terlalu tua…Tapi baiklah, karena kau sangat mempercayai bocah itu, maka aku tidak akan ikut campur. Namun ingatlah hal ini dalam pikiranmu. Kalau tidak ada kabar dari mereka selama tiga hari, maka kau yang harus memungut mayat mereka bersama orang lain."
-
Di sebuah koridor yang suram, papan-papan kayu busuk berderit di bawah tekanan berat.
Walaupun saat ini keadaan rumah tersebut terlihat menyedihkan, tapi dahulu kala, tempat itu sangat mewah dan elegan dengan karpet merah yang menghias lantai, patung-patung yang berlekuk, serta sebuah lampu gantung yang indah.
Namun, seperti pepatah: waktu akan mengikis semuanya. Dalam kasus ini, waktu perlahan-lahan menghilangkan kemegahan rumah tersebut.
Angin dingin berhembus melalui retakan di jendela kaca dan mengayunkan gorden-gorden di dekatnya. Sebuah lampu gantung besar tergeletak pecah di tengah lantai, Kristal-kristalnya tersebar di seluruh ruangan. Dan di dinding ruangan, berbagai lukisan yang dulu terlihat indah sekarang ditutupi oleh noda-noda kotor dan jaring laba-laba.
Walaupun pemandangannya tidak terlihat menyenangkan, tempat itu benar-benar menyerupai rumah hantu.
-
Brak.
Rhode menepukkan kedua tangannya untuk menyeka debu di lengan pakaiannya setelah melempar meja kayu busuk di kakinya ke arah samping.
Seperti kelinci yang ketakutan, Lize menjengit setelah mendengar suara itu dan berbalik menatap Rhode dengan muka pucat.
"A-apa yang kau lakukan, tuan Rhode?"
"Bersih-bersih."
Dia membuat sebuah isyarat tangan dan memerintahkan Burung Rohnya untuk mengeluarkan angin kencang demi membersihkan debu yang telah menumpuk selama bertahun-tahun.
Rhode kemudian memandang Lize dengan ekspresi datar seperti biasanya dan berkata, "Lagipula, tidak ada orang yang tinggal di rumah angker ini selama beberapa tahun. Sekarang waktu yang tepat untuk membersihkan tempat ini…Sebagai markas sebuah kelompok prajurit bayaran, kita tidak butuh dekorasi megah ala bangsawan seperti ini; terlalu merepotkan, dan dekorasi sederhana sudah cukup. Oh, tapi kualitas karpet ini lumayan juga, mungkin kita bisa menyimpannya. Bagaimana menurutmu?"
"Tu-tuan Rhode!"
Rasanya Lize ingin menangis saja ketika dia melihat Rhode berlagak seperti dia baru saja membeli rumah baru dan datang untuk memberi dekorasi yang tepat pada rumah tersebut.
Tidak mengherankan jika Lize merasa tertekan. Sebelumnya, gadis itu telah mendengar banyak rumor buruk mengenai rumah angker ini. Tempat itu telah memakan banyak nyawa orang, baik wanita muda maupun prajurit-prajurit, dan karenanya Lize merasa sangat tegang, semua panca indranya dalam keadaan sangat waspada. Bahkan suara gemerisik gorden saja bisa membuat Lize kaget. Walaupun Lize telah melewati berbagai situasi antara hidup atau mati, gadis itu tidak pernah melawan musuh yang tidak bisa dia lihat.
Rhode tentu saja bisa merasakan ketegangan Lize, namun dia memilih untuk tetap diam. Pemuda itu ingat saat pertama kali dia memasuki tempat ini, dia juga merasa sangat tegang seperti Lize, mengamati setiap sudut rumah dengan sangat teliti, merasa takut adanya serangan tiba-tiba. Tapi bahkan pada saat itu, Rhode tidak pernah menyangka bahwa bahaya akan mendatanginya di saat yang paling tak terduga. Dan sekarang, ketika dia sudah merasa familiar dengan tempat ini, pemuda itu merasa kecewa pada dirinya di masa lalu yang ketakutan di tempat ini. Bagaimanapun juga, saat itu adalah pertama kalinya dia merasa ketakutan.
Walaupun Rhode berkata bahwa dia sedang 'bersih-bersih', sebenarnya tujuannya lebih dari itu. Meskipun pemuda itu telah menerima hak kepemilikan tanah rumah itu dari balai kota Deep Stone, sistem kelompok prajurit bayarannya masih belum menganggap Rumah Angker Cyril sebagai markasnya. Artinya tempat itu masih belum memenuhi kualifikasi untuk menjadi markas sebuah kelompok, jadi mereka harus membersihkan rumah ini. Karena itulah Rhode mengajak Lize karena gadis itu merupakan kandidat terbaik untuk menemaninya dengan skill-skill sucinya. Dan karena saat ini anak buahnya hanya Lize, Rhode harus menemukan cara untuk melatih gadis itu agar jarak kekuatan mereka tidak bertambah lebar. Sayangnya, Lize bukan pemain, dan dia tidak bisa berkata: 'Ayo, segera selesaikan misi ini dan naik level bersama' begitu saja. Perlu diingat bahwa cara NPC naik level di dalam game berbeda dengan para pemain. Karena itulah, Rhode tidak punya pilihan lain selain mengelabui Lize agar gadis itu ikut bersamanya ke tempat ini.
Matahari telah terbenam.
Kegelapan merayap dan menyelubungi langit. Sekarang, rumah itu terlihat lebih gelap daripada biasanya. Satu-satunya sumber penerangan hanyalah api unggun yang menyala dalam perapian di tengah aula.
"Tuan Rhode, kurasa lebih baik kita pulang sekarang. Kita bisa lanjut membersihkan tempat ini esok hari."
Lize merasa semakin tidak nyaman berada dalam rumah yang semakin gelap itu. Rasanya seakan-akan insting di dalam dirinya terus meneriakkan berbagai peringatan akan bahaya di dalam tempat ini.
"Tidak perlu. Kita istirahat di sini saja, karena ini adalah markas kelompok kita."
Rhode tidak heran kenapa Lize terlihat sangat tidak nyaman. Ketika dia memasuki area ini dia menerima sebuah pemberitahuan sistem – Memasuki domain jahat.
Bagi makhluk-makhluk cahaya, kegelapan dan kejahatan merupakan musuh terbesar mereka. Pertentangan abadi antara yang baik dan yang jahat jelas dipisahkan oleh garis antara kedua belah pihak. Hal ini juga berarti apabila seseorang memasuki wilayah pihak lawannya, mereka akan merasakan sebuah tekanan besar. Dan sekarang, karena Lize memasuki domain kejahatan, dia akan merasa tertekan dan gelisah terhadap lingkungan sekitarnya. Alasan kenapa tempat itu memberi pengaruh begitu pada Lize mungkin karena darah setengah malaikat gadis itu.
Sudah hampir waktunya.
Setelah dia mengkonfirmasi bahwa misi sebenarnya di tempat itu akan dimulai, Rhode mengulurkan tangan dan memunculkan sebuah kartu merah terang di telapak tangannya secara diam-diam.
Klang…!
Dan akhirnya, sebuah teriakan nyaring terdengar.