Rhode duduk di sebuah kursi, mengamati seorang pria tua di belakang meja. Dia mengenali pria itu. Moby Daimler, presiden dari Asosiasi Prajurit bayaran cabang kota Deep Stone. Di dalam game, hampir semua pemain pasti pernah berinteraksi dengan pria ini jika mereka menginginkan lisensi prajurit bayaran. Selain itu, dia bertanggung jawab untuk mengajari skill praktis pada para pemain.
Jika seorang pemain memiliki poin reputasi yang tinggi, Moby akan menyerahkan hadiah-hadiah tertentu untuk mereka. Jadi di kalangan pemain, pria tua ini merupakan salah satu NPC yang terkenal.
Namun, karakter Moby Daimler terkenal keras kepala, dan kadang-kadang pria ini juga bersikap cukup bodoh. Tentu saja, di dunia ini, orang-orang memandangnya sebagai seseorang yang berpegang teguh pada prinsipnya, tapi bagi para pemain, Moby hanyalah pria tua keras kepala.
Tapi entah dia keras kepala atau tidak, hal itu tidak penting bagi Rhode.
"Lize…aku turut berduka cita atas kecelakaan ini…"
Moby lalu menunduk ke arah mejanya, lalu berkata dengan suara khasnya yang tenang dan pelan, "Carter adalah anak yang baik. Aku melihatnya tumbuh besar, dan aku sangat sedih dengan kematiannya," Pria tua itu menggeleng sedih dan berhenti berbicara, lalu menghela napas, "Tapi begitulah hidup seorang prajurit bayaran; kita bekerja demi uang, dan kita tahu kita bisa mati karena pekerjaan kita. Di saat kita memilih jalan hidup ini, kita sudah memahami semua resikonya…dan sekarang, beritahu aku, apa tujuanmu ke sini?"
"A…aku ingin mempertahankan kelompok prajurit bayaran ini, Tuan."
Lize gemetar karena gugup. Kedua tangannya perlahan berubahmenjadi pucat saat dia mencengkeram ujung gaunnya dengan erat.
"Aku tahu ini tidak akan mudah, tapi itulah keputusanku…Tuan Rhode di sini akan ditunjuk sebagai pemimpin baru kelompok ini, dan aku percaya bahwa di bawah kepemimpinannya, kelompok ini bisa kembali bekerja."
"... ide yang bagus, Lize."
Moby menghela napas.
"Tapi kau harus mengerti bahwa ini adalah taruhan. Apakah kau akan menggantungkan nasib kelompokmu yang berada di ujung tanduk di tangan orang tidak dikenal? Mampukah kau menanggung semua konsekuensi perbuatan itu?"
"Saya sangat memahami konsekuensi tindakan saya ini, tuan Presiden. Tapi…saya memilih mempercayai penilaian saya sendiri. Satu-satunya harapan saya adalah agar kelompok prajurit bayaran ini bisa makmur kembali, tapi saya juga tahu bahwa saya tidak bisa mewujudkan hal itu. Dengan demikian, saya hanya bisa mempercayakan harapan saya tersebut pada seseorang yang bisa mewujudkannya."
Lize mengangkat wajahnya dengan anggun dan menatap tajam ke dalam mata pria tua tersebut. Moby menyipitkan matanya sedikit dan menatap balik ke arah Lize. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Bagaimanapun juga, kuharap kau memahami resikonya. Lagipula…"
Tiba-tiba Rhode memotong perkataan Moby.
"Mungkin, anda seharusnya menanyakan pendapat saya, Tuan."
Mendengar kata-kata Rhode yang terus terang, wajah Moby menunjukkan ekspresi tidak percaya. Matanya mulai mengamati pemuda yang mengenakan sebuah jubah di hadapannya dengan teliti.
"Nak, ketika orang tua berbicara, kau harus bersikap sopan."
"Jika anda mengatakannya seperti itu, maka saya pikir tidak sopan juga jika kita sengaja mengabaikan orang lain."
Rhode membalasnya tanpa merasa ragu ataupun takut. Dalam game, karakter NPC presiden ini terkenal sangat tegas dan kukuh. Dia membenci orang-orang yang lemah dan pengecut. Karena itulah Rhode berbicara dengan pria tua tersebut dengan terus terang dan tegas ketika dia berniat untuk membandingkan perbedaan antara Moby di depannya dengan Moby yang ada di dalam game.
"Mari kita langsung menuju ke inti pembicaraan. Saya mengerti bahwa kuota kelompok prajurit bayaran itu terbatas, dan setiap kelompok yang bisa mencapai kuota tersebut dituntut untuk melewati berbagai ujian dan rintangan."
"Apakah aku benar, tuan Presiden?" Tanya Rhode dengan dingin.
"Selain itu…aku juga mengerti kalau informasi ini bisa tersebar ke masyarakat umum, tidak hanya reputasi Asosiasi Prajurit Bayaran saja yang akan tercoreng, tapi juga akan menimbulkan rasa tidak puas dan cemooh dari prajurit bayaran lainnya. Anda tidak perlu membuang waktu anda untuk berbelit-belit soal masalah ini, tuan Presiden."
"Ya ampun!" Pria tua itu mau tidak mau mengungkapkan kekagetannya.
Hampir seketika, sikap malas dari pria tua tersebut menghilang tanpa jejak.
"Karena kau sudah paham maksudku, aku akan berterus terang. Seperti yang kau katakan sebelumnya, setiap kelompok prajurit bayaran memiliki kuota mereka sendiri, dan hanya melalui ketekunan dan usaha mereka lah, mereka mampu menyelesaikan misi-misi yang diberikan kepada mereka. Tidak peduli siapa dirimu, mustahil mengubah cara kerja dari Asosiasi Prajurit Bayaran. Aku sangat berduka cita atas kematian Carter dan anggota kelompoknya, namun aku tak dapat melanggar aturan dari Asosiasi Prajurit Bayaran."
Rhode bersandar dengan santai ke arah kursinya saat dia mengangkat cangkir tehnya dengan perlahan.
"Tapi anda juga tidak memiliki kuasa membubarkan kelompok ini," Balas Rhode dengan santai sambil mengaduk teh hitam di cangkirnya, yang sudah mulai dingin.
Tanpa menunggu balasan Moby, Rhode lanjut berbicara, "Menurut aturan Asosiasi Prajurit Bayaran: Hanya dalam masa istirahat di musim dingin lah, kelompok-kelompok prajurit bayaran yang tidak mencapai level tertentu akan dipaksa untuk bubar. Selain itu, Asosiasi juga tidak berhak ikut campur dalam urusan internal dari sebuah kelompok prajurit bayaran."
Setelah mendengar bantahan Rhode yang masuk akal, presiden tua itu mengerutkan kening dalam.
"Aku tidak menyangka bahwa kamu tahu aturan kami sedetail ini…" Suara pria itu menghilang, namun tidak lama kemudian ekspresinya lebih tenang.
"Memang, kami tidak memiliki kuasa atas hal tersebut. Tapi, sebagai presiden dari Asosiasi Prajurit Bayaran cabang kota Deep Stone, aku memiliki tanggung jawab kepada seluruh prajurit bayaran. Dan aspek terpenting di sini…adalah identitasmu sebagai petualang. Kami tidak mungkin mengizinkan seseorang yang belum mendapat penilaian dari para prajurit bayaran untuk memimpin sebuah kelompok prajurit bayaran begitu saja."
"Tuan Presiden!"
Lize tidak dapat berdiam diri setelah mendengar perkataan Moby. Dia mendadak berdiri dan membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu. Tapi gadis itu terkejut ketika melihat Rhode yang menggelengkan kepalanya, merentangkan tangan dan menaruhnya di pundak Lize. Kemudian dia berdiri dengan perlahan sambil memasang ekspresi tenang di wajahnya.
"Berarti bila aku lulus dari penilaian tersebut, anda akan menyetujuiku sebagai pemimpin kelompok ini?"
"Tentu saja, nak."
Presiden tua itu juga berdiri.
"Jangan lupa, di sini adalah teritori dari Asosiasi Prajurit Bayaran. Orang-orang yang berhak menginjakkan kakinya di sini hanyalah mereka para prajurit bayaran."
"Baiklah." Rhode mengangguk. Perasaan Rhode menjadi lebih tenang. Hingga saat ini, tindak tanduk dari presiden tua itu di luar dugaannya.
"Jadi, jika saya memohon untuk dinilai sekarang, seharusnya tidak masalah, bukan?"
Ruangan itu hening seketika.
Kedua mata Moby melebar saat menatap pemuda itu dengan teliti. Bahkan dia merasakan nada percaya diri dari suara Rhode, tapi dia tidak tahu dari mana asal kepercayaan diri itu.
Anak ini…apakah dia benar-benar mengerti apa yang sedang dia lakukan? Karena dia mengetahui aturan Asosiasi dengan baik, aku yakin dia juga memahami standar tes tersebut. Walaupun tes itu tidak terlalu sulit, tapi juga tidak mudah.
Apakah anak ini memang ceroboh? Ataukah dia memang mampu?
Presiden tersebut menggeleng dalam hati. Dari penampilannya, pemuda yang tubuhnya terbalut dalam jubah ini tampaknya tidak sekuat itu. Meskipun demikian, karena pemuda itu bersedia menjalani tes itu sekarang, dia tidak bisa menolaknya. Akan lebih baik jika dia bisa meyakinkan pemuda itu untuk mengurungkan niatnya, tapi jika usaha itu gagal…maka dia akan memikirkan hal tersebut nanti.
Begitu Moby mengambil keputusan tersebut dalam benaknya, dia tidak berbicara lebih jauh, dan tersenyum kepada Rhode. Dia mengulurkan tangan, mengambil sebuah palu kecil dan memukulkannya ke arah sebuah bel di atas meja dengan lembut. Tidak lama kemudian, seorang petugas memasuki ruangan tersebut.
"Ada apa, tuan Presiden?"
"Apakah tempat latihan kosong saat ini?" Dia bertanya pada petugas itu, senyuman masih menghiasi wajahnya.
"Ya, tuan."
"Bagus. Infokan pada Sereck bahwa ada orang yang ingin menjalani tes prajurit bayaran sekarang."
"…Baik, tuan."
Ketika mendengar nama Sereck, petugas itu terlihat kaget. Namun, ekspresi itu tidak bertahan lama, dan petugas segera menundukkan kepalanya dan meninggalkan ruangan dengan buru-buru.
Lize, di sisi lain, terlihat kaget bukan kepalang dan dia berjalan dengan cepat ke arah Moby.
"Tuan Presiden! Anda tidak bisa…! Tuan Sereck itu…"
"Nak, ini bukan sesuatu yang harus kau cemaskan." Pria tua itu melambaikan tangan dan memotong perkataan Lize. Kemudian dia menoleh sedikit, dan melirik ke arah Rhode sambil berkata, "Karena pemuda ini secara suka rela mengambil tes prajurit bayaran, tentu saja aku bakal memberinya kesempatan."
"Tapi.."
Lize ingin mengatakan sesuatu, tapi kali ini, Rhode yang memotong perkataannya.
"Jangan khawatir, Lize. Semuanya akan baik-baik saja."
Rhode mengulurkan tangan dan mencengkram ujung jubahnya, menariknya hingga menutupi mukanya. Mulut Rhode yang ikut tersembunyi di balik jubahnya membentuk sebuah senyuman.
"Lagipula, inilah kesempatan langka untuk berduel dengan sang 'Pendekar Pedang Cahaya'.
Ketika Moby mendengar julukan Sereck, matanya terbelalak karena kaget. Tapi, karena semuanya sudah terlanjur, dia tidak perlu berkata apa-apa lagi. Meskipun dia menganggap tingkah laku pemuda itu aneh, sebagai seorang veteran dengan banyak pengalaman, kepercayaan dirinya tidak akan goyah semudah itu.
"Bagus…karena kau terlihat berani dan percaya diri, aku ingin melihat bagaimana caranya kau akan lulus dari tes ini!" Moby mendengus dengan dingin.
"Saya yakin anda tidak akan kecewa. Tapi sebelum itu, saya harap anda dapat memberikan saya waktu selama 10 menit untuk bersiap-siap."
"Tentu saja. Tidak masalah."
Presiden tua itu tidak merasa heran dengan permintaan Rhode; sebaliknya, akan sangat aneh jika Rhode tidak meminta waktu untuk bersiap-siap karena ini adalah tes yang mendadak.
Moby memukul lembut bel di atas mejanya sekali lagi dan memanggil beberapa petugas.
"Tolong kawal pemuda dan gadis ini ke ruang tunggu. Jalankan tes prajurit bayaran dalam waktu 10 menit lagi."
Petugas-petugas itu melirik Rhode dengan terkejut.
"Apakah 10 menit cukup?"
"Itu sudah cukup."
-
Ruang tunggu dari Asosiasi Prajurit Bayaran bukanlah ruangan yang mewah; malahan, ruangan itu terasa sedikit dingin. Selain furnitur-furnitur kayu, terdapat juga dekorasi dinding yang terdiri berbagai pedang dan perisai. Terdapat juga berbagai baju pelindung yang tertata rapi di sudut ruangan.
Rhode melambaikan tangan, memberikan tanda pada petugas itu untuk meninggalkan mereka berdua sebelum memasuki ruang tunggu dan menguncinya.
"Tuan Rhode, ini terlalu beresiko!"
Lize akhirnya menunjukkan kekhawatirannya pada Rhode.
"Tuan Sereck adalah pendekar yang terkenal di kota Deep Stone. Tuan presiden sengaja membuat tes ini sulit untukmu. Hal ini…"
"Kau tidak perlu khawatir, Lize. Aku sudah menduga hal ini akan terjadi."
Rhode menggelengkan kepala. Dia sudah menduga sesuatu seperti ini dari awal. Bagaimanapun juga, presiden tua itu selalu menyulitkan para pemain ketika mereka ingin membentuk sebuah kelompok prajurit bayaran. Mereka tidak hanya perlu mengumpulkan banyak poin reputasi, mereka juga harus menyelesaikan banyak misi yang sulit. Dan sekarang, saat dia ingin mengambil jalan pintas untuk menjadi pemimpin kelompok prajurit bayaran yang hampir bubar, kakek tua itu tidak akan membiarkannya begitu saja.
Selain itu, Sereck bukanlah orang asing bagi Rhode. Dia adalah pendekar kuat yang berasal dari kota Deep Stone, dan dia juga adalah Master Swordsman yang mewarisi 'Ilmu Pedang Cahaya'. Yang membuat ilmu pedang itu istimewa adalah adanya sihir elemen cahaya yang bercampur ke dalam ilmu pedang tersebut. Dari ilmu pedangnya sendiri, aliran ini dianggap sebagai ilmu pedang tingkat pertengahan di antara pemain. Dalam periode waktu ini, kalau ingatan Rhode tidak salah, level Sereck harusnya sekitar 40.
Dengan perbedaan level sebesar itu, secara teknis sangat tidak mungkin bagi Rhode untuk menang.
Namun, ini hanyalah tes, bukan pertarungan hidup atau mati.
Rhode berhenti berpikir lebih jauh dan mengeluarkan Inti Jiwa yang ia dapatkan dari Shadow.
Penampilannya berbeda dengan Inti Jiwa dari Wind Serpent Lord. Inti Jiwa milik Shadow berwarna putih terang, dan kabut tipis menyelimutinya. Jika dilihat baik-baik, benda itu mirip dengan karya seni yang dibuat dengan hati-hati dan terampil. Rhode melirik ke sekeliling sebelum berjalan ke arah sebuah anglo.
Setelah tiba di sana, dia menutup mata dan menjulurkan tangan kanannya.
Sekali lagi, lingkaran pemanggilan muncul di telapak tangannya, diikuti oleh pemberitahuan sistem yang muncul di hadapannya.
[Inti Jiwa ini terkontaminasi. Apakah kau ingin membersihkannya?]
"Bersihkan."
Mendengar suara Rhode, kabut yang menyelimuti Inti Jiwa itu bertambah tebal dan berputar mengelilingi benda tersebut dengan cepat.
Pemandangan ajaib itu membuat Lize tertegun. Tapi dia diam saja dan tidak bersuara. Walaupun Lize tidak mengerti apa yang Rhode lakukan, dia tahu lebih baik tidak mengganggu pemuda itu.
Saat kabut di sekeliling Inti Jiwa itu menebal, gumpalan-gumpalan awan tercipta yang berputar di bagian tengah telapak tangannya. Fenomena ini berlanjut saat kabut itu terus menambah kecepatan berputarnya, sehingga membentuk pusaran kabut. Secara perlahan, garis-garis cahaya berwarna merah muncul dari pusaran itu, dan semakin membesar, menelan kabut yang terus berputar, mengubahnya menjadi awan berwarna merah terang. Awan merah itu pun mulai mengental, dan akhirnya berubah bentuk menjadi sebuah kartu merah yang melayang di atas telapak tangan Rhode.
[ Pembunuh Api (Atribut Api): Unit Darat, Dapat Digabung, Memberi kemungkinan sebesar 10% untuk memberi efek terbakar pada serangan, Skill Spesial --- Fire Breath (Lahir dari api dan mati dalam api. Memberi penderitaan dan kehancuran abadi pada musuh-musuhnya)]
[1/10 dari Dek Teratai Merah didapatkan, Pembunuh Api]
Tidak sampai di situ, kali ini Rhode mengeluarkan Jantung Gargoyle dari dalam sakunya.
Gunakan Jantung Gargoyle.
[Target?]
Pembunuh Api.
Rhode berbicara dalam hati.
[Target – Pembunuh Api – Pemaksaan Evolusi]
[Peningkatan Level berhasil]
[Evolusikan?]
Ya.
Kartu merah terang itu mulai berputar sekali lagi. Setitik api menyala di sekitar kartu, dan kemudian perlahan-lahan menghilang.
Rhode menggenggam kartu itu dan mengamati informasi yang tertulis di sana.
Seekor anjing yang berapi-api tergambar di depan kartu itu. Di pojok atas kartu, sebuah lingkaran merah dengan teks "VI" tertulis di situ. Dan di pojok bawah kartu, dua angka, 5 dan 3 menggambarkan kekuatan serangan dan daya tahan dari Roh yang tertera di kartu tersebut.
Ketika dia pun membalik kartunya, Rhode dapat melihat penjelasan detail dari kartu itu.
[ Pembunuh Api (Atribut Api): Unit Darat, Dapat Digabung, Memberi kemungkinan sebesar 10% untuk memberi efek terbakar pada serangan, Skill Spesial --- Fire Breath (Lahir dari api dan mati dalam api. Memberi penderitaan dan kehancuran abadi pada musuh-musuhnya) LV 10
Menerima pembaptisan api: Flame Guardian.
Fire Breath: Cukup panas untuk melelehkan logam, dan tidak ada orang yang bisa menghalanginya,
Dilahirkan dalam api; menghilang juga dalam api. Tipe Eksplosif.]
Cukup bagus.
Dibandingkan dengan kekuatan serangan dan daya tahan Burung Roh yang masih terasa kurang dan berada di level makhluk biasa, kekuatan serangan Pembunuh Api jauh lebih baik dan mencapai level Hewan Buas Raksasa. Tetap saja, walaupun daya tahannya termasuk rendah, Rhode yakin dengan elemen api miliknya, kartu itu akan berguna.
Setelah menganalisa kartu tersebut, Rhode menyimpannya. Dia kemudian berbalik dan memandang Lize yang masih tertegun.
"Aku siap, ayo pergi."