Lu Yanchen membenci air, dan ini juga merupakan masalah pribadi yang tidak ia sukai. Setelah memiliki bak mandi di kamar mandinya, Lu Yanchen sering berendam di dalamnya dari waktu ke waktu untuk menyembuhkan ketakutannya akan air.
Seiring berjalannya waktu, waktu yang dihabiskannya di dalam air semakin meningkat. Karena itulah, ia merasa tidak punya banyak masalah lagi; ia hanya tidak bisa berenang, itu saja.
Namun, satu dorongan dari Shi Guang tadi membuatnya merasa seolah-olah dia terkurung oleh belenggu masa lalunya sekali lagi. Ia merasa mual, seolah-olah terjebak dalam kobaran es yang ganas. Ia merasa sesak nafas, hampir tidak bisa bernafas lagi.
Meskipun hanya beberapa detik, ia merasa seperti tubuhnya terasuki oleh setan. Pada saat itu, ia tidak bisa lagi mengetahui tahun berapa atau hari apa saat itu. Masa dua tahun sebelumnya tak berarti apa-apa melainkan seperti kabut yang kelam karena ia bahkan tidak tahu apakah ia berada di darat atau di dalam air.
Seluruh dunianya runtuh — hanya ada Shi Guang dan dirinya di mata Lu Yanchen.
Pada saat itu, ia tidak bisa lagi menahan semua perasaan cinta untuk Shi Guang yang telah lama terpendam dan akhirnya memancar dalam hatinya.
Ia ingin memeluknya, menciumnya.
Seakan-akan satu-satunya cara ia bisa bebas bernafas sekali lagi adalah dengan memeluknya erat dan menciumnya dengan penuh hasrat.
Shi Guang adalah oksigennya!
Seluruh dunianya!
Kepala Lu Yanchen miring ke kiri dan ke kanan seraya terus mencium Shi Guang dengan gairah yang berapi-api. Gerakannya seperti seorang pria yang baru saja menemukan harta yang paling berharga dalam dunianya seraya ciuman tanpa henti dari Lu Yanchen sampai-sampai membuat Shi Guang nya sedikit tergelitik.
Shi Guang mengerutkan alisnya dalam-dalam. Hatinya geram. Namun, seberapa pun ia berusaha melepaskan diri, ia tak bisa lolos sama sekali. Lengannya terkunci rapat sehingga ia tidak bisa bergerak sama sekali. Ia ingin mendorong jauh-jauh Lu Yanchen, akan tetapi, itu malah membuat Lu Yanchen semakin liar dan seolah-olah dirinya terbawa irama gerakan Lu Yanchen.
Shi Guang ingin menggigit Lu Yanchen dengan kejam. Namun bagaimanapun juga, ciuman Lu Yanchen dipenuhi dengan emosi perasaan yang melekat begitu dalamnya; perasaan layaknya kelembutan yang begitu penuh perhatian.
Suatu waktu di masa yang lalu, seperti inilah cara bagaimana lelaki ini menciumnya, terisi sepenuhnya oleh cinta di mana ia lalu membisikkan kata-kata yang manis di telinga Shi Guang, "Aku tidak akan memberimu apapun kecuali yang terbaik di dunia ini."
Dengan cinta yang terkasih yang bisa diberikannya, ciuman-ciuman lembut itu melekat ke dalam lubuk hatinya satu demi satu, mengguncang dasar kemampuan pikirnya. Karena tidak dapat menahan perasaan mabuk kepayang di tubuhnya, anggota tubuhnya kehilangan semua kekuatannya, rasanya ia bagaikan sedang melayang di udara.
Bahkan setelah sekian lama, ciuman itu masih terus berlangsung. Shi Guang bisa merasakan udara seperti dihisap keluar dari paru-parunya sedikit demi sedikit ketika ia mulai merasa kesulitan bernafas. Tanpa terkendali, dia melenguh perlahan, "Hmph..."
Suara lembut ini menyebabkan pria yang sedang tergila-gila oleh cinta(?) itu menyentakkan matanya lebar-lebar, seolah-olah ia baru saja terbangun dari mimpi.
Ia tiba-tiba tersadar.
Detik berikutnya, ia-lah yang mengakhiri ciuman dan memalingkan kepalanya.
Kedua kepala mereka melihat ke arah yang berlawanan sekarang.
Shi Guang masih terus terengah-engah; ia bisa merasakan bahwa nafasnya juga terasa sangat berat.
Tergopoh-gopoh tapi terkendali.
Lu Yanchen seperti seekor serigala lapar yang bisa menerkamnya kapan saja dan memakannya dari kepala hingga kaki.
Secara logika, Shi Guang sekarang seharusnya merasa sangat marah setelah dicium dengan brutal oleh Lu Yanchen. Namun, ia masih teringat betapa penuh perasaan dan hasrat saat Lu Yanchen menciumnya tadi. Cinta yang mengalir melalui ciuman lembut itu benar-benar tidak tertahankan.
Shi Guang beranggapan tak seorang pun di dunia ini yang bisa mengerti bagaimana perasaannya saat ini.
Ia seperti hanya sepotong kayu yang telah mengapung di lautan luas untuk waktu yang lama, terlalu lama, dan akhirnya menemukan tempat peristirahatan setelah ia mengalami kelelahan yang luar biasa. Ada perasaan tidak percaya di hatinya, perasaan yang mencandu. Tetapi lebih dari segalanya, ada rasa sakit yang masam, pahit, dan mendentam.
Pada akhirnya, ada sebuah kehampaan yang benar-benar nyata hingga ia tidak dapat menutupi hatinya setelah tahun-tahun berlalu itu. Shi Guang ingin menanyainya terang-terangan sekarang.
'Mengapa kau meminta putus saat itu?'
Dengan kelopak matanya yang bergetar, Shi Guang berbalik. Matanya berkedip penuh haru. Pada saat yang sama, Lu Yanchen juga berbalik untuk menatapnya. Kedua pasang mata itu bertemu satu sama lain, seolah-olah mereka digerakkan untuk saling melihat ke dalam jiwa masing-masing dari keduanya.
Tiba-tiba, tubuh anggun dan gagah Lu Yanchen berdiri tegak. Ia melihat ke bawah, ke arah Shi Guang dengan tatapan dingin yang bahkan tidak mengandung setetes kehangatan pun di matanya, "Ini adalah konsekuensi dari kesombongan cara pikirmu bahwa kau dapat menyembuhkanku dari vertigo air yang aku derita."
Tubuh Shi Guang tiba-tiba membeku.
Setelah melihat pemandangan punggung Lu Yanchen yang pergi, ia merasa seolah-olah seluruh tubuhnya sedang diceburkan ke dalam air es sekarang. Dalam suatu waktu dahulu, yang telah lama berlalu...Lu Yanchen juga pernah mengucapkan kata-kata yang sama padanya, beberapa kata yang mirip dengan apa yang baru saja ia katakan.
Waktu itu juga terjadi setelah Lu Yanchen menciumnya.