Betapa terkejutnya, Shi Guang sampai tiba-tiba memberhentikan laju sepeda teman laki-laki kampusnya dan lompat dari sepedanya lalu berlari menghampiri Lu Yanchen. "Lu Yanchen, kenapa kamu ada di sini?"
Sambil menatap Shi Guang dan melirik ke teman laki-laki kampusnya yang telah mengantarnya pulang, mata Lu Yanchen tampak seperti terpana dan kaget. Tanpa mengatakan sepatah katapun, ia berbalik dan pergi. Shi Guang diam terpaku di tempatnya. Sedetik berikutnya, ia buru-buru berterima kasih dan pamit ke temannya sebelum tergesa-gesa mengejar Lu Yanchen. "Lu Yanchen!"
Dengan menganggapnya seperti udara, Lu Yanchen benar-benar mengabaikan Shi Guang sambil terus berjalan ke depan. Shi Guang melesat ke hadapannya dan bertanya dengan wajah dipenuhi senyuman yang riang, "Apa kamu hanya sedang bermain atau kamu sengaja kemari mencariku?"
Tak tergoyahkan, Lu Yanchen masih terus mengabaikannya.
"Apa kamu rindu padaku?" Shi Guang bertanya tanpa malu-malu.
"...." Sepertinya Lu Yanchen sudah bertekad sungguh-sungguh mengabaikannya apapun yang terjadi.
Ke kiri dan ke kanan, ke kiri dan ke kanan, Shi Guang terus meloncat-loncatkan langkahnya di sekitar Lu Yanchen. Di gang itu terdapat banyak sekali toko dan beberapa pemilik tokonya menyiramkan air ke pelataran depan tokonya langsung.
Saking riangnya, Shi Guang tidak memperhatikan genangan air di depannya hingga ia melompat tepat ke genangan itu. Dengan suara gedebuk yang keras, ia terjatuh ke tanah. Itu sangat menyakitkan hingga ia hanya bisa menggertakkan giginya keras-keras sampai air matanya hampir pecah.
"Aw, sakit…."
Akhirnya, Lu Yanchen berhenti dan berbalik untuk melihat Shi Guang, wajahnya mengesankan tatapan penyesalan yang mendalam.
Memergoki tatapan Lu Yanchen yang seperti itu, Shi Guang menggembungkan pipinya dan merengek sedih, "Sakit…. Sepertinya kakiku terluka. Lu Yanchen, menurutmu apa riwayatku akan tamat karena ini? Akankah aku jadi cacat mulai sekarang? Aku seorang atlet dan aku harus terus lanjut berenang, dan aku juga harus meraih gelar juara...dan…,"
Lu Yanchen jongkok di sebelahnya.
Dengan satu tangan menopang lutut Shi Guang, tangan satunya meluruskan kaki Shi Guang yang terluka dan menekan pergelangan kakinya lembut. "Sakit?"
Shi Guang menggangguk. "Yap!"
Lu Yanchen beralih ke kaki satunya. "Yang ini sakit?"
Shi Guang juga menggangguk. "Yap!"
Tak peduli dimanapun Lu Yanchen menekan-nekan, Shi Guang tetap bersikeras bahwa itu terasa sakit. Akhirnya, dengan ekspresi melasnya ia menunjukkan jarinya ke hatinya. "Yang paling sakit itu di sini."
Kali ini, Lu Yanchen sudah tidak bisa menahannya lagi, ia tertawa kecil.
Inilah pertama kalinya Shi Guang melihat Lu Yanchen tertawa. Dengan tampilannya yang tampan dan lembut, rasanya seluruh dunia telah kehilangan warnanya kecuali di tempat di mana wajah rupawan Lu Yanchen berada.
Bahkan setelah Lu Yanchen membantunya berdiri, Shi Guang masih mengeluh akan rasa sakitnya dan tidak mau melangkahkan kakinya. Dengan menggendongnya bak tuan puteri, Lu Yanchen membawanya ke tabib Cina di gang itu.
Tabib itu mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja dan akan sembuh setelah mengolesinya dengan minyak obat dan menggosokkannya selama dua hari. Lu Yanchen bersiap mengantarnya pulang, tetapi Shi Guang menolaknya sambil mengaitkan tangannya ke leher Lu Yanchen. "Aku ingin bersamamu."
Dan begitu saja, keduanya menemukan tempat yang cukup sepi di taman di dekat situ dan duduk bersama. Sambil memperhatikan Lu Yanchen yang sedang mengolesinya obat, Shi Guang tak dapat menahan dirinya untuk berkata sekali lagi, "Lu Yanchen, aku menyukaimu."
Tangan Lu Yanchen terpaku sekejap sebelum ia perlahan bertanya, "Kenapa?"
Shi Guang merenung sesaat sambil memutar-mutarkan matanya sebelum akhirnya ia membungkukkan tubuhnya dekat ke Lu Yanchen dan menatap wajahnya sambil meringis. "Karena, kamu tampan. Membayangkan bisa melihat wajah yang begitu tampannya setiap hari membuatku merasa seolah hidupku akan berubah menjadi menakjubkan secara luar biasa. Rasanya seakan-akan aku telah menemukan harapan baru untuk hidup!"
Lu Yanchen hanya menatapnya balik tanpa mengatakan apapun.
Kemudian ia terkekeh seolah ia berhasil mengelabuinya dengan lelucon tadi. Setelah itu, wajahnya langsung berubah sangat serius. "Aku hanya meledekmu tadi. Aku juga tidak tahu. Aku menyukaimu saja!"
Detik berikutnya, Lu Yanchen menarik dan membawa Shi Guang ke pelukannya. Sambil memandangi wajahnya sebaik-baiknya selama sedetik, ia mendekat dan mencium bibir Shi Guang. Ciuman itu singkat dan canggung. Sama sekali tidak ada teknik di dalamnya, hanya kekikukkan dan kegugupan yang mesra.
Itu merupakan ciuman pertama bagi keduanya.
Setelah kedua bibir mereka lepas, Lu Yanchen berkata pada Shi Guang diiringi nafasnya yang berat, "Inilah akibat dari kesombonganmu dalam mengejarku!"