Chereads / Sinarnya yang berkilauan dan menyesakkan / Chapter 47 - Lu Yanchen, Aku Menyukaimu (1)

Chapter 47 - Lu Yanchen, Aku Menyukaimu (1)

Shi Guang adalah seorang yang pemalu, karena itu sambil berbalik dan mencoba pergi, ia merasa sangat canggung. Ia kembali ke toko kecil tepat saat sepupunya juga sudah pulang sekolah, sehingga mereka pergi bersama.

Adapun untuk pemuda itu, Shi Guang hanya menganggapnya sebagai sebuah momen indah yang telah muncul dalam hidupnya, mempesona dan bersinar seperti matahari, namun bukan seseorang yang akan menjadi miliknya.

Setelah makan malam dengan sepupunya, Mo Jin, mereka pergi ke perpustakaan bersama. Ketika ia sedang mencari buku yang diinginkan sepupunya, ia dengan santai mengalihkan pandangannya ke kanan dan menemukan seorang pemuda berkarisma duduk di meja panjang di bawah jendela. Ia memiliki karakter dingin yang otomatis menjauhkan semua orang darinya.

Itu dia.

Pemuda yang bernama Lu Yanchen.

Sosoknya begitu tampan.

Shi Guang mendapati dirinya tidak bisa melepaskan pandangan darinya untuk waktu yang lama. Ia masih mengenakan seragam sekolahnya sambil mengenakan topi yang sama. Ia membaca bukunya dengan tenang; lakunya begitu dingin dan menyendiri.

Saat berdiri di samping Shi Guang, Mo Jin mengatakan banyak hal kepadanya. Ketika ia menyadari Shi Guang tampak tidak memperhatikannya, Mo Jin menoleh ke Shi Guang dan mendapatinya sedang menatap ke depan dengan kaku seolah-olah ia dalam keadaan linglung.

Dari sudut pandangnya, Mo Jin tidak bisa melihat Lu Yanchen sama sekali.

"Shi Guang, ada apa denganmu?" Mo Jin mengangkat tangannya dan melambaikannya di depan wajah Shi Guang. "Apa yang kamu lihat?"

Begitu tersadar, Shi Guang tersenyum gembira sambil mengangkat alisnya. "Aku sedang melihat... dia?"

"Dia? Siapa?" Mo Jin bergerak sedikit dari posisinya dan mengikuti arah pandangan Shi Guang. Ketika ia melihat Lu Yanchen, ia membeku sesaat.

Setelah mengalihkan pandangannya, Mo Jin menatap Shi Guang dan berbisik. "Itu Lu Yanchen!"

"Iyaaa." Shi Guang tahu bahwa namanya adalah Lu Yanchen. Lagipula, ia telah mendengar pemuda berotot tadi memanggilnya itu ketika ia melihat mereka sedang bermain basket.

"Dia Tuan Muda keempat dari Keluarga Lu, Lu Yanchen!!" Mo Jin menambahkan. "Keluarga Lu... Sudah pasti kau tahu tentang mereka, kan?"

Membatu, Shi Guang hampir menjatuhkan buku-buku dari tangannya. Ia terdiam beberapa saat sebelum tersenyum dan terkikik ke arah Mo Jin dengan gembira, "Aku akan mengejarnya."

"Apa?!" Untuk sesaat, Mo Jin berpikir bahwa ia mendengar hal yang tidak masuk akal. Raut wajahnya tidak percaya. "Dia Lu Yanchen! Kau sedang bercanda ya?"

"Aku tidak bercanda! Aku menyukainya dan aku akan mengejarnya!" Senyum Shi Guang cerah saat ia berjalan ke arah Lu Yanchen dengan cepat.

Setelah duduk di seberangnya, Shi Guang memanggil dengan lembut, "Lu Yanchen!"

Pemuda itu mengangkat kepalanya sambil menunjukkan tatapannya yang kelam dan dalam serta diam-diam mengamatinya sejenak. Shi Guang menatap lurus ke matanya dan memperkenalkan dirinya, "Halo, aku Shi Guang…."

Lu Yanchen tidak mengatakan apa-apa, hanya melihatnya dengan dingin. Setelah menelan ludah, wajah mungil Shi Guang tampak gugup dan malu-malu ketika ia mencoba mengeluarkan kata-kata dari lubuk hatinya, "Lu Yanchen, aku menyukaimu!"

Sepintas rasa terkejut melintas di mata Lu Yanchen yang biasanya acuh tak acuh dalam sejenak. Untuk orang sepertinya yang tidak akan pernah menunjukkan ekspresi perasaan secara normal, ini adalah pertama kalinya dia terbungkam oleh kata-kata.

Ia hanya bisa menatap hampa gadis yang benar-benar biasa ini yang baru saja menyatakan perasaannya kepadanya.

Tidak peduli siapapun orangnya, ia selalu dingin dan menjaga jarak dengan mereka. Tanpa perlu kata-kata, sikap angkuh sedingin es yang dipancarkannya biasanya akan langsung memberikan kesan yang kuat tanpa perlu ditegaskan dengan gerakan tangan maupun kata-kata yang ia ucapkan—itu saja sudah cukup untuk membuat gadis-gadis yang menyukainya mundur teratur.

Yang ia butuhkan hanyalah satu tatapan dingin untuk mereka agar menyerah pada hati mereka. Itulah sebabnya tidak pernah ada orang yang berani menyatakan dan mengatakan kepadanya bahwa mereka menyukainya.

"M-Maaf! Maaf ya! Kami hanya sedang memainkan Truth or Dare!" Sebuah suara yang memecah kecanggungan di sekitar mererka terdengar.