"Akan kukatakan, Lu Yanchen! Lihatlah, lihat! Mereka semua adalah gadis-gadis yang cantik di sini! Dengan berbagai bentuk dan ukuran tubuh, serta lekuk tubuh tepat di mana kau menginginkannya! Tidak hanya itu, semuanya terlihat sangat bergairah!"
"Kau sudah putus dengan wanita itu selama dua tahun sekarang. Saatnya bagimu untuk menjalani kehidupan cinta yang baru! Dan menurutku, wanita itu tidak ada apa-apanya!"
"Barangkali, akan lebih baik kalau kau menemukan seseorang yang istimewa sekarang juga, di sini, dan berhenti menjalani hidupmu seperti seorang pertapa!"
Lu Yanchen tidak menggubris teman baiknya yang sedari tadi mengoceh terus di sampingnya. Malah, ia hanya memberikan satu tatapan yang dingin.
Upacara pemberian hadiah telah secara resmi dimulai bersamaan dengan diputarnya musik pengiring. Memasuki area, sosok Lu Yanchen yang gagah dan berkarisma menyebabkan seluruh orang di tempat itu seolah baru saja melihat seorang bintang yang bersinar dan berkilauan. Pekik teriakan dan jeritan pecah seketika dari seluruh ruangan.
"Oh, wow!"
"Dia sungguh tampan!"
...
Shi Guang berdiri di podium tertinggi dan masih terus menebarkan senyum kepada penonton. Perasaan dan emosi bahagia yang ia rasakan bergelora dari lubuk hatinya, bagaikan banjir bandang yang menerjang sebuah waduk dan tak dapat terbendung. Kebahagiaan itu menyebar hingga ke ujung alisnya, seolah bahkan bulu matanya pun akan mulai menari saking gembiranya ia sekarang.
Ia memberikan senyuman lebar yang ceria dan penuh santun. Lalu, ia mendongakkan kepalanya untuk melihat siapakah tamu upacara pemberian hadiah yang dikerubuti massa seketika sang tamu melangkah masuk. Namun saat ia berhasil melihat sosok itu, senyum di wajahnya langsung membeku.
Ia sungguh tak pernah mengira bahwa DIA adalah tamu upacara pemberian hadiah!
Lu Yanchen!
Setelah berpisah selama dua tahun, kedua orang yang mengira bahwa mereka takkan pernah bertemu lagi ternyata dipertemukan sekali lagi. Dan dalam momen yang sungguh tak disangka.
Memandangi Lu Yanchen yang semakin lama semakin mendekat itu, alam bawah sadarnya menggerakkan tangannya untuk mengepal kuat-kuat. Detak jantungnya juga terasa semakin kencang bersamaan dengan setiap langkah kaki Lu Yanchen. Kebahagiaan akan kemenangan telah lenyap dari dirinya. Shi Guang merasa seolah dirinya tenggelam dalam badai pasir yang ganas saat ini.
Ketika Lu Yanchen akhirnya berdiri di hadapannya, pikiran Shi Guang sepenuhnya kosong. Seolah hanya ia dan Lu Yanchen yang tersisa di dunia ini.
Setelah dua tahun, dia bahkan terlihat lebih karismatik dari sebelumnya. Pada saat yang sama, ia menunjukkan aura yang dewasa dan tenang. Ia mengenakan setelan berwarna hitam dengan kemeja putih di bawahnya, yang dikancingkan penuh hingga ke atas. Namun, gaya berpakaian ini malah semakin memperkuat dan menonjolkan figur tubuhnya yang rupawan.
Shi Guang tak tahan untuk memikirkan: apa yang harus dikatakan oleh sepasang kekasih yang bertemu kembali setelah lama putus?
'Lama tak berjumpa...?'
Ia menggerakkan bibirnya dengan lembut dengan maksud ingin menyapa seolah-olah tak ada yang pernah terjadi di antara mereka. Akan tetapi, begitu ia mendongakkan kepala untuk menatapnya, yang ada hanyalah wajah dengan tatapan dingin dan tanpa emosi dari Lu Yanchen.
Shi Guang tertegun.
Dari cara Lu Yanchen memandangnya, Shi Guang merasa dirinya hanyalah orang asing di jalanan yang sama sekali tidak membuatnya merasakan apapun. Sikap dingin yang Lu Yanchen tunjukkan padanya membuatnya seperti tenggelam ke dalam lautan es. Walaupun hari itu merupakan hari yang terik, ia tiba-tiba merasa sangat dingin.
Kata-kata yang ingin Shi Guang ucapkan keras-keras langsung tercekat di tenggorokannya begitu saja. Dalam lamunannya, ia melihat Lu Yanchen memegang trofi dan menyodorkan piala itu dengan santai dan tenang.
Shi Guang menurunkan pandangan matanya dan pelan-pelan mengangkat kedua lengannya untuk menerima trofi dingin darinya, dan mendapati trofi tersebut sama sekali tidak bergerak dari tangannya. Lu Yanchen tidak melepaskan genggaman tangannya pada trofi tersebut.
Hati Shi Guang agak bergetar memikirkan mungkin Lu Yanchen ingin menyampaikan sesuatu. Tapi, sedetik kemudian trofi itu dilepaskannya dan berpindah ke tangan Shi Guang. Semua terjadi begitu cepatnya sehingga membuat Shi Guang merasa seolah-olah jeda tadi hanya halusinasinya saja.
Sebagai formalitas, ia berjabat tangan dengan Lu Yanchen setelah pemberian hadiah. Kedua telapak tangan mereka saling bersentuhan sekilas sebelum Lu Yanchen menarik tangannya kembali dengan segera. Kakinya berputar sedikit, lalu ia berbalik dan pergi. Tanpa keraguan, tanpa kembali berbalik. Seolah pertemuan mereka setelah dua tahun ini bukan apa-apa melainkan sebuah pertemuan pertama yang mudah dilupakan.
Memandangi punggung Lu Yanchen, Shi Guang merasa sangat sedih dan tidak berguna dibandingkan dengan seberapa tenang lelaki itu kelihatannya. Saat ini ia merasa hatinya seperti sebuah busa yang menggembung karena dicelupkan ke dalam air asin. Orang yang menggunakan sedikit tenaga pun, akan mampu mengeluarkan air yang sepahit empedu itu, sama seperti pahitnya air mata.
Satu-satunya cara ia dapat mempertahankan kekuatan dirinya adalah dengan meneguhkan tekad terbesarnya untuk menahan segala perasaannya kembali. Tiba-tiba, suara seperti tawa yang tertahan bergema di samping telinganya, diikuti suara ejekan.
"Apa yang masih kau lihat? Tak peduli seberapa lama kau memandanginya, kau tak akan pernah cukup layak untuk memiliki hubungan dengannya."
Orang yang berbicara barusan, tidak lain tidak bukan ialah juara kedua dari kompetisi ini, yaitu He Xinnuo.