Chereads / CINTA SEORANG PANGERAN / Chapter 10 - Dada yang Bergemuruh

Chapter 10 - Dada yang Bergemuruh

"Edward.. bolehkah Aku permisi sebentar, Aku ingin pergi ke toilet. " Kata Alena meminta izin pada Edward yang sedang menikmati Basbousa sebagai makanan penutupnya. Basbousa adalah semacam kue dari tepung samolina yang direndam sirup. Sirup yang dipilih Alena tadi adalah rasa jeruk sehingga rasanya manis menyegarkan. Tampaknya Edward lebih menyukai hidangan penutupnya dibanding menu utamanya yang mungkin terasa aneh dilidahnya karena sarat akan bumbu rempah-rempah. Masakan Arab itu jangankan bagi orang Bule bagi orang Asia saja yang terbiasa menggunakan banyak bumbu rasanya sedikit aneh. Perkara lidah bagi sebagian orang memang tidak bisa dianggap remeh, memakan hidangan yang bukan berasal dari daerah sendiri selalu membuat si lidah perlu beradaptasi.

Dari tadi mata Alena jelalatan mencari-cari Nizam. Tetapi sosok tubuh yang diharapkan muncul di depan wajahnya itu masih belum terlihat. Padahal tamu sedari tadi hilir mudik keluar masuk. Makan malam akan segera berakhir. Apakah malam ini Nizam tidak makan disini Alena menggelengkan kepalanya resah. Kalau Nizam tidak datang malam ini maka ia harus datang lagi besok. Dan kemungkinan ia harus mengajak Justin karena tidak mungkin mengajak Edward lagi.

Membayangkan Ia makan malam dengan Justin belum apa-apa Ia sudah geli. Pasti akan banyak kata-kata gombal penuh rayuan bahkan bukan tidak mungkin Justin akan merayunya secara fisik. Never... kata Alena dalam hati. Lebih baik mengajak Cyntia makan di sini daripada harus dengan bocah tengil itu.

Alena berjalan sambil terus berpikir sehingga ia lupa tidak bertanya dimana letak toiletnya. Kebetulan dilihatnya seseorang sedang berjalan mau belok ke dalam sebuah ruangan. Alena segera menghampirinya dan berkata : "Excuse me Sir ! May I... belum selesai Alena bertanya orang itu membalikkan badan. Dan " Oh my God" Alena menutup mulutnya kaget orang yang berdiri di depannya adalah Sosok yang ia tuju. Dan ini di luar rencana. Harusnya Alena hanya menginginkan Nizam melihatnya makan malam dengan Edward agar Nizam menyadari kehadirannya. Tadinya jika Nizam melihat mereka, Alena akan pura-pura tidak perduli dan seakan menganggap bahwa hal ini merupakan kejadian tanpa sengaja.

Mendadak Alena jadi berkeringat dingin. Dengan gugup Alena memperbaiki letak kerudungnya yang jatuh ke punggungnya.

Nizam pun tak kalah kagetnya.

"Kamu??? Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Nizam sambil menatap tajam. Alena menggigit bibirnya tanpa sengaja membuat Nizam sesaat mengejang. Sambil terbata-bata Alena menjawab: " A.. aku se.. sedang makan malam."

"Makan malam??? Di restoran Arab?? Dengan siapa? " Nizam mengerutkan keningnya.

Alena menjawab dengan sedikit tegas, Ia kemudian mengumpulkan keberaniannya yang sempat hilang tadi.

"Dengan teman priaku.."

"Mengapa harus di restoran ini? " Tanya Nizam ia sudah mulai curiga, pertama di perpustakaan sekarang di restoran. Dua kali kebetulan.

Wajah Alena seketika memerah.. membuat kecantikannya tambah bersinar. Pipinya merona merah.. Lagi-lagi Alena menggigit bibirnya membuat Nizam menjadi jengah. Dadanya berdetak kencang kemudian bergemuruh hebat. Ia merasakan ada yang menggeliat di relung hatinya.

"Memangnya kenapa? Ada apa dengan restorannya? Kamukan tau kalau aku seorang muslim, dan ini adalah restoran halal.. "

Kata Alena mencoba berkelit. Nizam menggendikkan bahunya. Ia tidak bisa berkata apa-apa karena alasan Alena sangat masuk akal.

"Ok.. you are right." Jadi kamu mau kemana sekarang. Daerah ini adalah daerah pribadi yang di pesan secara khusus" Nizam menyender kedinding tangannya saling melipat didada. Alena menahan nafas, Nizam selalu teramat tampan di matanya. Ia melihat tubuh yang tinggi besar. Hidung mancung, bibir sedikit merah dan ikal. Mata yang coklat dan besar dinaungi bulu mata yang panjang dan sedikit lentik. Halis yang berjejer tebal dan rapih. Ingin rasanya Alena merangkul dan menyenderkan kepalanya di dada Nizam yang bidang. Nizam mengusap-ngusap pinggir hidungnya yang mancung dengan telunjuknya masih menunggu jawaban Alena.

"Aku mau ke toilet dan Aku tidak tahu kalau ada ruangan privat di sini. Kamukan sering ke restoran ini. Tunjukkan toiletnya dimana?"

Ups... Alena kelepasan bicara dan benar saja Nizam langsung menyambar. " Tahu darimana Aku sering ke sini ? Aku sudah curiga kalau kamu mengikutiku? Apa tujuanmu? " Nizam bertubi-tubi menyerang Alena dengan pertanyaan.

"Sial..." Alena menyesali kebodohannya, mengapa ia begitu bodoh sampai kelepasan berbicara. Untungnya ia segera mendapatkan jawabannya.

" Kamukan orang Arab dan ini adalah restoran Arab, Aku hanya menebak saja.. sekarang tolong tunjukkan dimana letak toiletnya, Aku ga tahan pengen buang air kecil.. " Kata Alena sambil tidak sadar memegang selangkangannya oleh kedua tangannya seakan menahan air seni yang mau keluar.

"Astagfirullah..Nizam beristighfar melihat kelakuan Alena yang benar-benar membuat ia tidak habis pikir. Entah bodoh atau polos atau jalang Nizam tidak mengerti. Ia hanya melihat Alena adalah gadis cantik yang salah masuk jurusan kuliah. Orang seperti Alena lebih cocok jadi artis film daripada kuliah dijurusan ekonomi.

"Kamu balik lagi ke arah tadi lalu belok kiri disebrang meja bundar sana letak toiletnya" Ujung jari Nizam menunjukkan toilet. Setelah mengucapkan terima kasih Alena berjalan cepat bahkan setengah berlari. Gaun longdressnya yang bewarna kuning tampak hampir berkibar.

Diam-diam Nizam tidak segera masuk ke ruangannya ia malah bersembunyi di balik tiang dan menunggu Alena keluar dari toilet. Ketika dilihatnya Alena keluar Nizam mengikutinya dan ia tampak memerah ketika dilihatnya ada pria bersama Alena. Dan dilihat dari penampilan Edward, Nizam langsung menduganya bahwa ia bukanlah pria sembarangan. Entah mengapa hati Nizam menjadi sedikit membara.

Mata Nizam tajam menatap Alena yang sedang berbincang-bincang dengan Edward. Pipi Alena yang merona dan mata berbinar membuat Nizam salah menduga bahwa Alena mencintai pria yang duduk di depannya itu. Nizam sugguh tidak tahu bahwa Alena berbinar karena tadi bertemu dengannya.

Nizam tetap berdiri mematung memperhatikan Alena dan Edward sampai tidak menyadari ada orang yang berkata disampingnya. "Maafkan Saya yang mulia, tetapi kami dari tadi menunggu yang mulia. Mengapa yang Mulia dari tadi masih belum masuk keruangan juga " pria itu berbisik seakan takut ada orang yang mendengar.

"Ssst.. Lihat wanita yang memkai baju kuning itu.. " Nizam menunjuk Alena dengan tangannya. Orang itu mengikuti telunjuk Nizam.

"Iya yang Mulia.. Kata Pria itu sambi sedikit menundukkan kepala di depan Nizam.

"Ali.. Kamu ingat-ingat wajahnya. Mulai hari ini kamu suruh orang untuk mengikuti gadis itu", Tetapi tidak berlaku kurang ajar. Nizam berkata dengan penuh penekanan.

"Baik yang Mulia..." Orang yang bernama Ali menjawab dengan penuh rasa hormat. Nizam kemudian membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah ruangannya.