Chereads / My Baby Triplets / Chapter 2 - 2. Penyesalan Rivan

Chapter 2 - 2. Penyesalan Rivan

#Sedangkan di lain tempat dengan waktu yang sama. 

"Aku dengar, kau sakit kemarin," ucap Alex lalu duduk di hadapan sahabatnya yang tak lain adalah Rivan. 

Rivan mengedikkan bahunya acuh tak acuh dan menyahut sambil menyeruput jusnya, "Iya, hanya sakit biasa, hanya mual-mual saja masuk angin." 

"Oh. Ah iya, Shina sedang hamil," celetuk Alex membuat Rivan tersedak minum. 

"Uhuk! Shina hamil?" 

"Iya, tapi kandungannya lemah, dia harus banyak istirahat." 

"Hm ...  begitu, kau hebat juga, baru menikah 3 bulan sudah hamil saja." 

"Hahahaha iya dong, Alex ..." sahut Alex dengan bangga. 

"Tapi Van. Ternyata benar, aku bukan yang pertama untuk Shina, katanya dia sudah kehilangan mahkotanya saat kelas 2 SMA," ujar Alex dengan kecewa. 

"Lah? Kau kan sudah tahu dari awal sebelum kalian menikah, kan? Jadi untuk apa kecewa seperti itu?" 

"Yeah ... aku harus menerima dengan lapang dada, aku juga bukan pertama kalinya untuk Shina. Jadi kita impas, kan?" 

"Hmm ... terserah kau saja lah," ucap Rivan malas. 

Mungkin Rivan terlihat biasa saja saat mendengar istri sahabatnya ini hamil, tapi di dalam hatinya dia tertawa miris. Wanita yang dicintainya sekarang sudah menjadi milik sahabatnya dan sekarang bahkan sedang mengandung. 

"Tapi siapa ya yang sudah mengambil mahkotanya? Aku penasaran." 

"Entahlah ... kau tanya saja pada Shinanya," ucap Rivan dengan tenang, padahal dalam hatinya dia menjerit, 'AKU PERTAMAKALI YANG MENGAMBILNYA KARENA SHINA SENDIRI YANG MENYERAHKAN DIRINYA DAN ITU JUGA PERTAMAKALI UNTUKKU MELAKUKANNYA!' 

"Lalu bagaimana hubunganmu dengan Zifa?" tanya Rivan saat dirinya tiba-tiba saja mengingat wanita itu. 

"Ya begitulah ... minggu lalu aku bertemu dengannya. Awalnya aku enggan untuk menemuinya saat dia menghubungiku, tapi sepertinya terdengar penting, jadi aku datang ke apartemennya. Zifa bilang dia hamil, tapi aku yakin itu bukan anakku, aku tidak pernah ceroboh saat berhubungan dengan dia dan juga usia kandungannya baru 3 bulan, sedangkan aku terakhir berhubungan dengannya sekitar 5 sampai 7 bulan yang lalu," jelas Alex kelewat santai. 

"Jadi, dia benar-benar hamil?" 

"Iya, tapi itu benar bukan anakmu kan, Van? Zifa bilang dia hamil anakmu." 

Deg... Deg ... Deg .... 

Rivan menegang, lidahnya terasa kelu. Segera saja Rivan mengubah ekspresi menjadi tenang. "Ya bukan lah, bagaimana aku mau menghamilinya kalau aku saja tidak pernah menyentuhnya. Jika benar itu anakku, aku pasti akan bertanggung jawab." 

Kenapa dadanya terasa sesak ya, saat mengatakan itu? 

"Iya juga sih, berarti dia benar-benar jalang, dia berhubungan dengan pria lain selain denganku? Hahahaha, kenapa aku bisa tertipu dengan wajah polosnya, ya?" ujar Alex dengan tertawa mengejek. 

Hal itu membuat Rivan tanpa sadar mengepalkan tangannya. Kenapa hatinya terasa sakit saat ada yang menghina Zifa? Walaupun itu sahabatnya sendiri yang menghina wanita itu? Rivan baru teringat sesuatu. "Lex, kau tahu Zifa ke mana? Sudah seminggu ini aku tidak melihatnya sejak dia meminta pertanggungjawaban." 

"Entahlah, aku sudah tidak peduli lagi. Aku tidak mencintainya. Untuk apa aku memedulikan wanita jalang itu," hina Alex membuat Rivan sedikit geram. 

"Kau benar-benar berengsek, Lex," ucap Rivan tanpa sadar. 

"Yah, aku memang berengsek dan kau tahu itu sejak dulu, kan?" ucap Alex dengan santainya. 

"Ya, kau memang brengsek dari dulu. Tapi semoga saja sekarang kau benar-benar serius dengan Shina dan kau tidak mempermainkan Shina." 

"Yang benar saja, kali ini aku benar-benar serius. Aku mencintai Shina, kau juga tahu kan aku jadi berengsek begini gara-gara Shina meninggalkanku dulu." 

"Ya, ya, terserah kau saja." 

Drrt... Drrt .... 

Rivan memeriksa ponselnya, ada kiriman video? Dari nomor tidak di kenal. Rivan membuka video itu tak lupa memakai earphone-nya. Wajah Rivan langsung pucat, jantungnya berdebar tak karuan, tiba-tiba dadanya terasa sesak. 

'Ja-jadi benar Zifa hamil anakku? Astaga! Aku telah membuat kesalahan yang besar!' batin Rivan. 

Rivan sangat menyesal akan perbuatannya minggu lalu pada Zifa. Kenapa dia baru tahu sekarang? Andai saja video ini dikirim minggu lalu saat Zifa mengatakan bahwa wanita itu hamil anaknya dan meminta pertanggungjawaban padanya. 

Mungkin, sekarang dirinya sudah menikahi Zifa atas pertanggungjawabannya dan dia tidak akan menghina Zifa yang pasti membuat hati wanita itu teramat sakit, betapa berengseknya dia bahkan menghina anaknya sendiri, dan menyuruh Zifa untuk menggugurkan kandungannya. Anaknya. Darah dagingnya! 

Ya, dia harus menemui Zifa untuk bertanggung jawab dan menikahinya sekarang juga. Tapi ... bagaimana jika Zifa sudah menggugurkan kandungannya karena dirinya sudah menolak untuk bertanggung jawab? Semoga saja belum terlambat. 

Rivan menarik kerah baju Alex membuat pria itu kaget dengan aksi sahabatnya ini. "Kenapa kau ini?" tanyanya. 

"Cepat katakan di mana apartemen Zifa!" 

"Un–" 

"CEPAT KATAKAN SAJA!" bentak Rivan. 

"Oke, oke, dia tinggal di apartemen CBD kuningan, kau tahu alamat itu kan?" 

Rivan melepaskan tangannya dari kerah baju Alex lalu melenggang pergi. 

"Kenapa dia tiba-tiba begitu?" gumam Alex heran. 

🔗🔗🔒🔗🔗

Shit!! 

Bolehkah Rivan mengumpati papanya? Jika saja dia anak durhaka. Mungkin saja dia akan mengumpati papanya atau lebih, seperti memukulnya, mungkin? 

Saat Rivan dalam perjalanan menuju apartemen Zifa, tiba-tiba asisten papanya menelepon dan memberi kabar bahwa papanya pingsan. Dengan terpaksa Rivan memutar balik arah menuju rumahnya.

Sesampainya di rumah, Rivan segera berlari panik menuju kamar papanya, dia melihat papanya sedang di periksa oleh dokter keluarga, adik papanya, Rizwan. 

"Bagaimana, Om, keadaan papaku?" tanya Rivan harap-harap cemas. 

"Papamu baik-baik saja, hanya terkena serangan jantung ringan. Saran Om, jangan melakukan apa pun yang membuat papamu kaget atau syok," jelas dokter Rizwan. 

"Oh, syukurlah kalau begitu. Terima kasih, Om." 

"Iya, kalau begitu, Om pamit dulu." 

"Eh, tunggu Om. Papa memangnya tidak perlu obat atau apa, gitu?" 

"O-oh tidak perlu, papamu kan hanya serangan jantung ringan, jadi tidak perlu obat," jelas dokter Rizwan lalu dengan tergesa keluar dari kamar papanya. Rivan menatap aneh kepergian Rizwan keluar dari kamar papanya. 

####

Sial!! 

Kenapa papanya meminta ditemani dan sialnya lagi papanya ini tidak mau ditemani oleh siapa pun kecuali dirinya. Kalau saja mamanya ada, mungkin mamanya yang akan menemani papanya. Dan sial, sial, sialnya lagi, papanya ini baru tidur jam 1 malam, ingat, jam 1 malam. Ada ya, orang sakit tapi tidurnya larut malam? Mau protes juga Rivan tidak berani, takut sakit papanya semakin parah. 

Diam-diam Rivan keluar dari kamar papanya lalu keluar dari rumah, Rivan masuk ke dalam mobil, lalu melajukan mobilnya menuju apartemen Zifa. 

Rivan terus memencet bel apartemen Zifa tapi tidak ada sahutan, lalu dia memutuskan menelepon Alex. "Halo Lex." 

"Ad–" 

"Berapa password apartemen Zifa?" 

"Untuk ap–" 

"CEPAT KATAKAN SAJA!" bentak Rivan tidak sabaran. 

"Oke oke, 070701." 

Tut. 

Rivan memencet beberapa angka lalu pintu apartemen pun terbuka, dia masuk ke dalam. Sepi ... itulah yang dirasakannya saat masuk ke dalam apartemen Zifa, apartemennya sederhana dan rapi. 

"Ke mana Zifa? Ah, mungkin di kamarnya, ini kan sudah malam, pasti dia sedang tidur," gumam Rivan lalu membuka pintu kamar Zifa, Rivan mengetahui itu kamar Zifa karena hanya itu satu-satunya pintu yang ada. 

Kosong ... Zifa tidak ada di kamarnya. Ke mana Zifa? 

Jangan-jangan .... 

Buru-buru Rivan membuka lemari yang ada di hadapannya. 

KOSONG! Tidak ada baju satu pun di lemari. 

BRAK! 

BRAK! 

BRAAAAK .... 

Rivan memukul dan menendang lemari kayu yang ada di hadapannya melampiaskan kekesalannya.

"ARRRRGGGH! AKU TERLAMBAT! AKU MINTA MAAF, ZIFA ... AKU MINTA MAAF ... KE MANA KAU PERGI, ZIFA?!" teriaknya. 

Rivan luruh di lantai, dia sangat menyesal, menyesal .... 

Rivan teringat sesuatu lalu menelepon seseorang dan mengabaikan rasa sakit di tangannya. "Halo, Va." 

"Astaga!! Kau gila ya?! Tengah malam begini menelepon! Mengganggu orang saja!" bentak seseorang dari seberang sana dengan ketus dan galak. 

"Sorry Va. Aku butuh bantuanmu." 

"Besok saja bisa, kan?! Aku mengantuk sekali! Hoaaam ...." 

"Oke-oke, besok kita bertemu di restoran ayahmu, di situ ada ruang VVIP-nya, kan?" 

"Iya-iya ...." 

"Da–" 

Tut tut tut .... 

Belum sempat Rivan melanjutkan perkataannya, sambungan teleponnya sudah terputus dari seberang sana. Akhirnya Rivan memutuskan untuk pulang. Bukan pulang ke rumah, tapi ke apartemen miliknya yang lumayan jauh dari apartemen milik Zifa. 

Rivan merebahkan dirinya di kasurnya yang empuk. Tempat yang pernah dia gunakan untuk meniduri Zifa secara paksa dan kasar. Bahkan dirinya melakukan itu berkali-kali dalam semalam. Rivan memang tidak ingat dengan kejadian itu, tapi Rivan tahu itu dari video yang dikirimkan pada dirinya tadi. 

Dia tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati Zifa. Dari mulai ditinggalkan oleh Alex. Ditiduri olehnya secara kasar dan paksa melebihi binatang. Dihina olehnya sedemikian rupa. 

Mampu kah wanita itu bertahan? Dia sangat takut jika Zifa menggugurkan kandungannya bahkan sampai bunuh diri. Rivan sangat takut hal itu terjadi. Zifa benar-benar wanita yang baik, polos, lugu. Bahkan Zifa memilih pergi dari pada memaksa dirinya untuk menikahinya, Zifa juga tidak datang memohon-mohon pada kedua matang tuanya untuk meminta pertanggungjawaban. 

Tapi, kenapa ada video itu ya? Padahal Rivan tidak pernah memasang CCTV di kamarnya, Rivan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar dan ketemu! Ada CCTV kecil di sudut kamarnya, siapa yang berani memasang CCTV di kamarnya? Ini kan PRIVASI. Rivan mengambil CCTV itu lalu membantingnya ke lantai. 

"ARRRRGGGH!! KENAPA SEMUANYA JADI BEGINI?!" teriak Rivan frustasi. 

🔗🔗🔒🔗🔗

Tbc....