Sudah sebulan Zifa tinggal di kampung ini, dia sangat menikmati hidupnya di sini, dia juga tidak kesepian karena ada maminya Ica yang sekarang dia sebut oma.
Oma selalu menemaninya bahkan oma pindah dari rumahnya ke rumah Zifa, dia sangat terhibur dengan adanya oma. Menurut Zifa, oma itu tingkahnya lucu sekali, cerewet, labil, tidak mau disalahkan.
Ada juga Gina yang mengurus oma, gadis itu masih duduk di bangku SMA kelas 2 tapi sudah bekerja mengurus oma. Katanya Gina kabur dari rumahnya saat kelas 1 SMP karena tidak tahan dengan perlakuan kedua orangtuanya yang selalu menyiksanya.
Zifa meminum susunya sambil memakan cemilannya, dia duduk di bangku teras, menikmati udara segar dan sejuk, sore-sore begini memang enak untuk bersantai apalagi cuacanya gerimis begini. Kandungan Zifa sudah berjalan 4 bulan, Zifa mengandung bayi kembar. Betapa bahagianya dia saat mengetahui itu begitu pula dengan Ica dan oma.
Setiap minggu Ica selalu ke sini dengan para sahabatnya, Zifa juga sudah mengenal aunty Ria, Elle dan Rissa. Zifa mengenal sosok Ria sebagai ibu yang tegas tapi penuh kelembutan, dia juga kadang melihat Ria yang galak, judes dan ketus pada orang yang tidak di kenalnya.
Zifa sangat nyaman jika di dekat Ria, dia juga mengenal Elle dengan pribadi yang ceria dan hangat, sama seperti Ica.
Tapi Zifa juga agak ngeri karena penampilan Elle yang brandal walau umurnya sudah 48 tahun, tapi Zifa suka karena Elle selalu mengajarkannya menjadi tegar, kuat dan berani. Ada juga Rissa kembaran Ica, walaupun sikap Rissa yang amat teramat dingin tapi Zifa sangat nyaman karena perlakuan Rissa yang sangat lembut, Rissa juga sangat jarang berbicara.
Zifa sudah mulai membuka usaha kecil-kecilan, dia mencoba membuka toko kue yang lumayan dekat dari rumahnya. Dia menggadai sebuah ruko kecil di sekitar kampung ini.
Zifa melamun menerawang ke masa lalunya. Betapa bodoh dan lemahnya dia dulu sampai-sampai di bodohi oleh pria berengsek yang bernama Alex itu.
Dia tidak menyangka Alex akan menyakitinya seperti ini, dia kira dulu Alex sangat mencintainya sehingga dia menyerahkan semuanya pada pria berengsek itu. Tapi ternyata, dia hanya dijadikan pelampiasan saja. Zifa juga sangat menyesal atas semua ini, masa depannya hancur.
"Tapi sekarang aku membencimu Alex!" desis Zifa penuh amarah.
Tapi satu yang membuatnya semangat, yaitu buah hatinya. Namun, jika mengingat buah hatinya, dia juga pasti akan teringat dengan Rivan.
Pria itu ternyata sama berengseknya dengan Alex, Zifa kira Rivan pria baik karena sikapnya yang kalem dan ramah, tapi dia salah mengiranya, Zifa tertawa miris, menertawakan dirinya sendiri yang bodoh dan lemah.
'Karena kebodohanku dan kelemahanku, aku jadi seperti ini? Aku? Di sakiti oleh dua pria sekaligus bahkan dua pria itu bersahabat.'
'Ayah ... Ibu ... pasti kalian kecewa padaku di sana, aku telah menjadi anak yang tidak berguna. Aku pasti mengecewakan kalian, kan? Maafkan aku, Ayah ... Ibu.'
Zifa meraung menangis, dadanya terasa sesak. Zifa memegangi perutnya yang tiba-tiba terasa sakit dan keram. "Aw! Kenapa perutku, arrgh"! Sa-sakit." Zifa mengerang kesakitan.
"To-tolong, Gi-Gina, to-tolong aku." Zifa meminta tolong pada Gina yang kebetulan lewat di situ.
"Ya ampun, Kak Zifa, ya ampun ... kenapa, Kak? OMA! OMA! KAK ZIFA OMA!"
Oma tergopoh-gopoh menghampiri Zifa dan Gina. "Gina, cepat bawa mobil Oma di rumah ke sini, cepat!"
"Baik, Oma." Gina berlari menerobos gerimis menuju ke rumah sebelah.
"Zifa ... kamu tenang oke. Ikuti instruksi Oma. Tarik nafas ... hembuskan ... kosongkan pikiran kamu, jangan memikirkan apa pun."
Zifa menerima instruksi Oma, berusaha tenang. Menarik nafas pelan dan berusaha mengosongkan pikirannya, tapi tetap perutnya terasa sakit.
"Sa-sakit, Oma."
Tin tin.
Gina datang dengan mobilnya lalu keluar dari mobil dan membopong Zifa masuk ke dalam mobil. Zifa masuk ke dalam mobil ditemani oma di sebelahnya, sedangkan Gina mulai melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Kepala Zifa sangat pusing, dia tidak kuat lagi dan akhirnya Zifa pingsan.
"Ya ampun, Zifa. Gina, cepat Gin, Zifa pingsan."
"Baik, Oma."
Gina mempercepat laju mobilnya.
"Oma, sebaiknya hubungi ibu Ica."
"Iya, benar juga kamu."
🔗🔗🔒🔗🔗
Oma dan Gina sedang menunggu di ruang tunggu depan IGD dengan perasaan cemas, Gina berusaha menenangkan oma.
"Mami, bagaimana keadaan Zifa?" tanya Ica yang baru tiba di situ.
"Zifa sedang di periksa, kamu cepat sekali ke sininya, katanya tadi baru mau jalan."
"Iya, maksudnya mau jalan menuju ke sini. Pas Mami telepon, aku sedang di rumah Elle di daerah Campaka."
"Pantas saja ...."
Ica duduk di sebelah maminya dan memeluk maminya. "Sebenarnya apa yang terjadi pada Zifa? Kenapa Zifa tiba-tiba begitu?" tanya Ica.
"Tadi teh kak Zifa sedang melamun sambil menangis, pas mau saya samperin di teras rumah, tiba-tiba kak Zifa teh kesakitan sambil memegangi perutnya," sahut Gina menjelaskan.
"Ini pasti dia mikirin sesuatu tentang masa lalunya," simpul Ica.
"Mungkin saja begitu, sepertinya kamu harus bawa Zifa ke psikolog atau kalau perlu kepsikiater saja deh, Ca," usul Maminya Ica.
"Benar, Mi. Tapi tidak semudah itu, Mami kan tahu kalau Zifa itu susah bergaul, akan susah kalau aku membawanya ke psikolog," ucap Ica.
"Kamu kan membawanya ke psikolog bukan ke dokter gigi, psikolog kan bisa menangani hal seperti yang Zifa alami, pasti akan mudah lah, psikolog kan ahlinya."
"Iya sih ... tapi kan aku kurang yakin, aku akan meminta bantuan Ria saja, semoga saja dia bisa membantu."
"Itu sih terserah kamu saja."
Tak lama seorang dokter perempuan keluar dari ruang IGD, Ica berdiri dan langsung menanyakan keadaan Zifa.
"Bagaimana dengan anak saya, Dok?"
"Anak Ibu baik-baik saja, tapi saran saya jangan biarkan dia berpikir terlalu keras yang ujung-ujungnya akan menjadi beban di pikirannya karena itu bisa mempengaruhi janinnya," jelas dokter itu.
"Apa anak saya harus dirawat?"
"Tidak juga, anak Ibu sudah bisa pulang jika dia sudah siuman. Sambil menunggu saudari Zifa sadar, kami akan memindahkannya ke ruang rawat saja."
"Lakukan yang terbaik untuk cucu saya, Dok," ujar maminya Ica.
"Sudah pasti, Bu, kalau begitu saya permisi."
"Baik, terima kasih, Dok."
Dokter itu hanya mengangguk dan pergi dari situ.
"Mi, Ica mau urus administrasinya dulu ya."
"Iya, Nak."
Ica pergi ke ruang administrasi dan membayar semuanya, dia duduk di kursi dekat situ lalu menelepon Ria, sahabatnya.
"Halo, Ri."
"Kenapa, Ca?"
"Ri, aku butuh bantuanmu. Zifa masuk rumah sakit, kata dokter dia terlalu berpikir keras sehingga mempengaruhi pada kandungannya, entah apa yang dipikirkan Zifa, tapi menurutku Zifa memikirkan masa lalunya."
"Lah? Aku kan sudah peringatkan, jangan biarkan Zifa sendirian dan melamun. Selalu ajak dia mengobrol, dari awal aku sudah tahu bagaimana kondisinya, walaupun sering tersenyum tapi tatapan matanya kosong, dia terlalu banyak menyimpan bebannya sendirian."
"Hufft ... aku juga tidak tahu, aku sedang di rumah Elle, tapi tiba-tiba Mami telepon dan bilang Zifa masuk rumah sakit."
"Bawa saja dia ke psikolog atau psikiater."
"Itu tidak mudah Ri, kau kan tahu sendiri, Zifa itu tidak gampang untuk bergaul dengan orang, ke psikolog atau psikiater juga percuma, hanya kau yang bisa aku harapkan, Ri, kau bisa datang ke sini?"
"Aku bisa saja ke sana, tapi hanya bisa sebentar. Kau tahu sendirikan Gio tidak mau di tinggal terlalu lama olehku. Sedangkan untuk menyembuhkan Zifa butuh waktu yang cukup lama sekitar 3 sampai 4 bulanan."
"Bagaimana kalau kalian pindah saja ke sini? Sekalian kalian liburan deh," usul Ica.
"Terus anak-anakku bagaimana?"
"Yaelah, mereka kan sudah dewasa semua. Lagian kan mereka juga sudah tinggal berpisah darimu, kan? Kecuali Rillio."
"Iya juga sih, Tara ikut suaminya. Millo dengan Vara tinggal berdua di apartemen, terus Zira dan Ziro juga sudah di apartemen, oke deh, nanti aku tanyakan dulu pada Gio."
"Thanks ya, Sahabatku ...."
"Iya, nanhh-ti ak-aku hubu ... ngi la-gi."
"Kau kenapa, Ri?" Ica merasa heran dengan suara sahabatnya ini yang terdengar aneh.
"Akh-u se-sedang ber ... sama Gi-Gio nih ...."
"Ya ampun... Jadi aku ganggu nih? Hehehe sorry ya, oke deh aku tutup, bye ...."
"Hmm ...."
Tut.
Ica menggeleng-gelengkan kepalanya, sifat para suami sahabatnya itu kenapa sama ya dengan suaminya? Tidak tahu tempat dan tidak sabaran dan juga ... sama-sama mesum.
Ica jadi terkekeh geli.
🔗🔗🔒🔗🔗
Tbc....