Chereads / Deadly Sword / Chapter 10 - Tuan Baru

Chapter 10 - Tuan Baru

Duduk di depan meja makan, Aiden, Selia, dan Ria menikmati makanan mereka. Makanan itu dibuat khusus oleh Ria. Sebuah sup dari sayuran kebun yang segar dan daging Demonic Beast panggang. Semua tanaman yang dapat tumbuh di dalam Hutan Lostingsoul mengandung Element Mana, begitu juga daging Demonic Beast, jadi jika kedua bahan itu dijadikan makanan maka bisa membawa manfaat untuk para Kultivator. Seperti yang sekarang mereka makan, sayuran dan daging itu bisa memulihkan stamina yang terkuras setelah aktivitas malam.

Mereka bertiga mengobrol akrab. Ria, seringkali menggoda anaknya sendiri dan bertanya melalui kode-kode yang sulit dimengerti, terkadang dia menatap seolah bertanya, "Apakah nikmat?", terkadang juga tangannya bermain-main di udara terlihat seperti sebuah bahasa isyarat. Namun Aiden dan Selia sama sekali tidak mengerti, dan mereka juga tidak ingin mengerti.

Semalam mereka sama sekali tidak ingat kejadian apa yang sudah terjadi di antara keduanya. Mereka hanya bisa mengingat samar-samar kalau mereka sebelumnya sedang ada di tengah hutan dan sedang berbincang-bincang sampai akhirnya berakhir tidur bersama. Mereka dipenuhi pertanyaan, sedangkan satu-satunya narasumber yang mengetahui segalanya, Penjaga Spiritual Mansion, Deva, tidak tahu ke mana perginya.

Aiden dan Selia panik. Setelah Deva mengatakan bahwa mereka berdua adalah suami-istri dia tiba-tiba saja lenyap dan tidak bisa dihubungi. Lalu, karena Ria mendengarkan teriakan keduanya di kamar mereka, dia cepat-cepat datang setelah selesai memasak dan mendapati keduanya sedang berpelukan.

Aiden dan Selia untuk saat ini sepakat menyembunyikan segalanya dari Ria. Mereka tidak ingin hal-hal bertambah rumit dan semakin sulit diatasi, cukup mereka saja yang tahu, sedangkan penghuni Spiritual Mansion, mereka bisa dipertanyakan lain kali.

"Ibu, aku dan Aiden memutuskan untuk keluar dari hutan ini dan menjelajahi luasnya dunia." Tiba-tiba saja Selia bicara setelah meletakkan sendok makannya. Ini adalah keputusan yang mereka berdua ambil, mereka ingin segalanya berjalan rahasia lalu menemukan sebuah solusi yang terbaik. Lagipula, sebelumnya Aiden juga berniat untuk keluar hutan mencari pengalaman untuk menerobos ke tingkat Immortal Gate. Dia masih ingat nasehat Herdian untuk meninggalkan hutan ketika dia cukup kuat.

Ria mengerutkan kening, "Kenapa terburu-buru? Tidak bisakah kalian menunggu sampai cucuku lahir?" dia selesai makan dan meletakkan sendoknya di atas piring.

Cucu? Lahir? Selia saja belum dipastikan hamil, bahkan mereka juga tidak yakin melakukan 'hal itu' semalam. Darimana keyakinan orang tua ini untuk mengatakan hal tersebut?

"Uhuk. " Aiden terbatuk, beberapa makanannya menyembur keluar.

"Aiden, ada apa?" Ria bertanya dengan panik setelah melihat menantunya tercinta.

"Ah, bukan apa-apa ibu." Setelah dia menikah dengan Selia, sudah seharusnya dia juga memanggil mertuanya dengan panggilan ibu. "Aku hanya tersedak." Aiden menatap Selia dengan tatapan aneh. Dia sepertinya ingin menanyakan solusi untuk masalah ini.

"Sayang, hati-hati saat makan. Lihat, seluruh meja terlihat kotor sekarang." Selia berpura-pura menjadi istri yang perhatian, dia membersihkan meja di depan Aiden dan menyeka sisi mulutnya. Bersamaan dengan itu, dia mendekat dan berbisik lirih, "Kamu yang harus memikirkannya. Aku hanyalah istri, keputusanku masih bergantung padamu." Ucapannya sedingin Es, seolah-olah dia membencinya.

"Semuanya tidak berjalan baik." Aiden mendesah dalam hati dan menggelengkan kepalanya perlahan.

"Ibu, ini adalah perintah yang Guru berikan pada kami," Aiden berkata. "Tentunya Ibu juga tau kan, kalau semua yang sudah terjadi adalah rencana yang disiapkan Guru Herdian. Mulai dari dia mengangkat Selia sebagai muridnya, hingga membuat diriku, yang juga muridnya ini, berjodoh dengan anakmu. Lalu, sebelumnya dia juga mengatakan pada saya setelah dirinya meninggal, saya harus pergi meninggalkan hutan ini dan berpetualang di dunia luar."

Aiden menatap lekat-lekat mata Ria. Dia melanjutkan, "Itu berarti Guru Herdian ingin Selia ikut berpetualang bersamaku. Jadi kumohon, ibu, izinkan kami berdua pergi."

Ria menghela napas. Memang benar seperti yang dikatakan Aiden, semuanya sudah diatur, Herdian sudah mempersiapkan semuanya untuk penerusnya itu, bahkan sampai memilihkan calon istri yang menurutnya terbaik, Selia.

"Terserah kalian berdua saja. Ibu ingin melihat kebun, jika kalian akan berangkat tolong cari ibu terlebih dahulu." Ria menyingkirkan piringnya. Dia kemudian beranjak dengan wajah kecewa.

Sebenarnya, sejak dulu Ria selalu mengharapkan kehadiran seorang cucu dalam kehidupannya. Dan sekarang setelah anak satu-satunya menikah dengan lelaki terbaik, tentu, Ria merasa gembira. Setidaknya dia ingin mereka tinggal di kawasan aman hutan Lostingsoul sedikit lebih lama, lalu menghasilkan satu bentuk kehidupan yang lucu dan menggemaskan. Ria selalu menantikannya, namun, apa yang bisa ia perbuat jika yang menginginkan mereka keluar dari hutan adalah penyelamatnya terdahulu? Ini sama halnya tentang rasa hormat dan balasan yang diberikan oleh para korban bencana alam kepada penolong mereka.

"Terimakasih ibu, aku yakin ibu akan mengerti." Aiden tersenyum lembut.

Dia mengangguk. "Cepatlah bersiap-siap kalau begitu," setelah melontarkan kalimatnya, wanita tersebut menghilang di balik tembok.

Beberapa saat setelahnya, Aiden dan Selia menghela napas bersamaan. "Aku sedikit merasa bersalah pada ibu, sudah membuatnya sedih. Padahal, dia sangat menginginkan seorang cucu." Selia berkata lirih, namun karena telinga seorang Kultivator sangat sensitif, Aiden tetap bisa mendengarnya. Tatapan mereka kemudian saling bertemu ketika Aiden menoleh untuk melihatnya.

"Apa Senior ingin membuat satu?"

---

Di kedalaman hutan yang paling gelap Hutan Lostingsoul, di sebuah gua yang tak berujung dan memiliki lebar 3.000 meter serta tinggi 2.000 meter, sebuah hembusan napas terus menerus bermanifestasi. Hembusan napas itu teratur, selalu berulang setiap tiga detik sekali, yang menyebabkan seluruh gua memiliki temperatur panas menyengat.

Bersamaan dengan napas itu, sebuah percikan api sepanjang ratusan meter terlihat, sesekali menerangi seisi gua. Jika seorang manusia melihatnya dari jauh, mereka pasti menggambarkan mahkluk yang ada di dalam gua dengan seekor monster api yang sangat panjang. Mereka tentunya tidak akan berani mendekat, karena hanya dengan berdiri sejauh 100 meter dari mulut gua saja seorang manusia biasa bisa mati kepanasan. Hanya seorang Kultivator tingkat Mortal Gate - Stage 12 yang setidaknya aman untuk mendekati gua tersebut.

Tiba-tiba, raungan ganas terdengar yang menggetarkan seluruh gua dan area sekitar beberapa ribu kilometer jauhnya.

"Kakek tua itu sudah mati. Aku tidak harus menuruti perintahnya lagi. Sekarang, aku bisa bebas dan berkeliaran di seluruh Alam." Suara yang dingin dan menggema terdengar dari dalam gua.

"Akhirnya, setelah sekian lama menunggu dan terus menunggu, kebebasan telan turun untuk diriku dari surga." Tawa dingin terdengar, seolah-olah seluruh kegelapan bersukacita atas kemenangannya.

"Orang tua itu sudah mati. Tapi dia pasti memiliki murid yang akan menjadi tuan baru dari hutan ini. Aku harus segera menemukannya dan melihat sendiri, apakah dia kuat atau lemah. Jika lemah, akan kubunuh manusia sialan itu." Sosok di dalam gua tiba-tiba menekuk sayapnya dan terbang keluar.

Suara gemuruh.

Sebuah Drakonik yang dipenuhi sisik hitam pekat terbang keluar di angkasa, seolah-olah dunia ada di genggaman tangannya. Tubuhnya sangat panjang dan besar, ditambah sayapnya yang membentang sejauh seribu meter, hingga menyebabkan kegelapan menghinggapi area hutan di bawahnya.

Di mata para Kultivator, Drakonik ini adalah sebuah eksistensi transendental yang mengerikan. Bahkan untuk seorang dari liga Heaven Gate - Great Sage.

Drakonik di udara terus menerus memanifestasikan napas apinya yang membakar pohon-pohon di bawahnya, menyebabkan burung-burung yang lebih kecil hangus terbakar dan jatuh ke tanah. Mata Drakonik itu berwarna merah, membawa perasaan dingin dan kebiadaban yang menusuk tulang. Seolah-olah bila seorang manusia menatapnya, dia akan langsung jadi gila.

Drakonik itu mengepakkan sayapnya, seketika, dia menghilang dari langit Hutan Lostingsoul yang terdalam.

"Apa yang terjadi? Kenapa Tuan Dragon Demonic Beast meninggalkan guanya?"

"Kau tidak tahu? Tuan Dragon Demonic Beast sudah lama terkurung di sana, penyebabnya adalah pemilik terdahulu hutan terlarang ini. Sekarang setelah dia merasakan kakek tua itu mati, dia tentu ingin membebaskan diri."

Banyak Demonic Beast di dalam hutan yang beranggapan bahwa Dragon Demonic Beast sebenarnya hanya ingin terbebas. Namun, mereka secara alami tidak mengetahui setelah kematian Herdian, pada kenyataannya hutan sudah memiliki pemilik selanjutnya.

Hanya para Demonic Beast yang sudah mencapai tingkat Heaven Gate atau yang lebih tinggi yang mampu untuk merasakan hal tersebut. Sama halnya dengan Dragon Demonic Beast, dia telah mencapai tingkat kultivasi yang melampaui tingkatan yang sudah ditetapkan. Sedangkan kebanyakan Demonic Beast di dalam hutan masih berada di tingkat Immortal Gate atau Mortal Gate yang lebih rendah. Itulah sebabnya sedikit yang tahu tentang pergantian Tuan dari Hutan Lostingsoul.

---

Semua Demonic Beast yang berada di tingkat Heaven Gate berbondong-bondong menuju tempat Aiden berada, mereka ingin memastikan seperti apa tuan baru dari tempat yang mereka tinggali.

Hal ini berdampak pada keseluruhan hutan. Tiba-tiba saja semua monster kuat berbondong bondong menuju satu tempat, bagaimana monster yang lebih lemah tidak merasa cemas dan penasaran? Berbeda dengan Dragon Demonic Beast, semua Demonic Beast lain tidak dikurung di dalam gua, sehingga monster yang lebih lemah tidak dapat menemukan alasan kenapa semua monster kuat itu berkumpul jadi satu.

Hingga pada akhirnya, semua monster itu juga mengikuti untuk menuju tempat Aiden berada.

"Eh, apa-apaan ini, kenapa aku merasakan segerombolan Demonic Beast sedang bergerak cepat ke arahku?" Aiden cemas.