Rombongan Grandmaster Ian memasuki sebuah bilik mewah yang memiliki sekat-sekat untuk mencegah suara terdengar dari luar. Di dalam bilik ada empat orang. Dengan satu orang adalah informan Sekte Bintang Hitam di Kota Leidenshaflitch.
Ruangan itu benar-benar mewah dan tertata rapi. Di atas meja ada beberapa camilan roti dan teko berisi teh hitam beserta gelas-gelas giok warna hijau. Sasha dengan lahap memakan camilan sementara tangannya yang lain memegang gelas giok, bersiap seandainya tenggorokannya terasa seret setelah makan roti.
"Siapa gadis ini, Grandmaster?" Pemuda itu bertanya penasaran setelah melihat kecantikan Sasha dan tingkahnya yang berlawanan dengan seharusnya seorang gadis cantik.
"Abaikan dia. Langsung saja ke intinya, aku ingin mendengar penjelasanmu tentang keanehan Hutan Lostingsoul baru-baru ini." Grandmaster Ian merasa tak sabar. Seharusnya pemuda itu sudah tau siapa Sasha, karena dia adalah salah satu jenius Sekte Bintang Hitam, ini membuat pertanyaannya terdengar aneh untuk seorang informan.
"Benar! Jangan menunda lagi paman Theo, aku sudah tak tahan dengan tingkah gadis sialan ini," Lei Wei menambahkan sembari melirik Sasha yang ada di sampingnya.
Mendengar itu, Sasha menghentikan tangannya yang memegang roti kering di depan mulut. Dia lalu menatap tajam Lei Wei sebelum secara tak terduga menumpahkan teh hitam ke atas kepala Lei Wei. Gerakan Sasha yang gesit tak memberikan kesempatan Lei Wei untuk menghindar.
Lei Wei tersentak, "Kau...! Dasar gadis sialan!" Dia sangat marah hingga tanpa sadar berdiri sambil menunjuk ke arah Sasha. Pakaiannya yang mahal basah terkena teh, namun Lei Wei tak terlalu peduli dengan itu. Dia lebih memperhatikan harga dirinya yang tak dihargai oleh Sasha, gadis itu dengan sengaja menumpahkan teh di depan semua, bagaimana dia tidak merasa malu?
Sebelum semuanya menjadi runyam, pemuda itu sedikit tertawa lalu menegur Sasha, "Sasha, minta maaf. Tindakanmu itu tidak sopan."
"Tapi paman, dia yang ..." Sasha berhenti bicara ketika Theo membentaknya. "Apa kau tidak menghargai keberadaan Grandmaster di sampingmu?"
Sasha dengan enggan dan sedikit ketakutan kembali duduk lalu meringkuk ke samping sembari meminta maaf dengan lirih, "Maaf paman ..."
Gadis itu terlihat imut ketika dia tak bersikap arogan dan sombong. "Lei Wei! Itu juga salahmu, seharusnya kau lebih menghargai perasaan perempuan," ucapannya berhasil membuat Lei Wei tersentak. Dia mengira hanya Sasha saja yang akan dimarahi, ternyata dia juga. Lei Wei melirik Sasha dan melihat gadis itu menjulurkan lidahnya.
"Maaf ... paman," ujarnya sama lirih dengan Sasha.
"Bukan padaku kau harus meminta maaf." Theo melirik gadis itu yang kini kembali bersemangat setelah mendengar ucapannya, namun tak lama. "Kau juga Sasha, minta maaflah pada Lei Wei."
Setelah saling pandang sesaat, keduanya mulai berbicara bersamaan. "Maafkan aku!" Lalu dua orang yang memperhatikan dua anak muda ini tertawa terbahak-bahak. Para pemuda tentu memiliki semangat mereka yang menggebu-gebu, Theo bergumam lirih dan diam-diam mengirim isyarat pada Grandmaster Ian. Seolah-olah mata mereka dapat berbicara, Grandmaster Ian mengangguk paham dengan isyarat tersebut.
"Kurasa kalian cocok."
Bagaikan disambar petir, Sasha dan Lei Wei memandang Grandmaster mereka dengan horor. "Bagaimana bisa kami berdua cocok ..." keduanya kembali bicara bersamaan membuat senyum Theo dan Grandmaster Ian semakin lebar.
"Lihat, bahkan pemikiran kalian sama," kata Theo menimpali.
Ini konspirasi! Mereka sengaja melakukannya!
Secara tak terduga dua orang remaja itu bergegas bangun dari tempat duduk dan melenggang pergi bersamaan, tidak menghiraukan tingkah laku mereka yang buruk serta mengabaikan tatapan menggoda dari Grandmaster serta Theo.
"Kenapa kau selalu mengikutiku?!" Sasha bertanya jengkel.
"Siapa yang mengikutimu?! Aku tidak tahan dengan semua ini!" Lei Wei tampak dingin.
Mereka salip menyalip menuju pintu keluar ruangan. Tapi sesuatu yang lucu terjadi setelahnya. Karena sama-sama tidak sabaran, keduanya saling berebut keluar terlebih dahulu tanpa mau mengalah, akibatnya Lei Wei dan Sasha terjebak pintu masuk yang hanya cukup untuk satu orang, tubuh mereka saling berhimpit dan amarah mereka semakin memuncak.
"Hei gendut menyingkirlah! kau menghalangi jalan" kata Lei Wei ketus. Jika Sasha gendut maka para wanita akan menghajar Lei Wei seandainya mereka tahu apa yang barusan ia katakan, itu sama saja mengejek mereka yang tidak memiliki tubuh selangsing dan semontok Sasha.
"Aku? Gendut? Bukankah itu kau yang kelebihan otot dan tak punya pikiran?! Otakmu ada di dengkul kan?" Sasha balas mengejek. "Cepat menyingkir, apa kau tidak pernah mendengar istilah wanita lebih dulu?"
"Aku tidak peduli semua itu. Hanya laki-laki yang kehilangan harga dirinya yang melakukan hal tersebut. Kau tau apa? Aku baru mau mengalah jika wanita itu benar-benar dalam keadaan terdesak." Lei Wei mulai tidak sabar, dia menggunakan Mana Element Angin miliknya untuk mendorong Sasha sedikit ke belakang. Memanfaatkan itu, Lei Wei dengan cepat meringsek ke depan dan secara tak sengaja menyenggol gunung Sasha.
Sasha tak sempat bereaksi saat Lei Wei menggunakan kekuatannya. Dia tak menduga laki-laki itu begitu tak tahu malu di depan seorang gadis. Dia lebih terkejut ketika merasakan siku Lei Wei menyenggol payudaranya, menyebabkan wajahnya merah padam. Sasha menundukkan kepalanya, wajahnya terlihat gelap.
"Akhirnya aku keluar! Lihat sekarang, akulah pemenangnya." Lei Wei tersenyum dan berkata bangga sambil menunjuk-nunjuk Sasha yang kalah kompetisi dadakan mereka.
"Sepertinya anak itu dalam masalah." Theo yang melihat semuanya merasakan suasana hati Sasha yang berubah tiba-tiba, lalu berkomentar. Dia sedikit merinding mengingat masa lalunya bersama kekasihnya dan mengalami kejadian yang hampir sama dengan Lei Wei. Adegan selanjutnya pasti tak ingin dirasakan oleh setiap laki-laki.
Grandmaster Ian mengangguk setuju pada komentar Theo. Dia kemudian mengambil gelas giok dan menyeruput teh hitam hangat di dalamnya, tersenyum senang menyaksikan drama romansa ini.
"Mati kau!" Sasha berteriak. Wajahnya benar-benar buas sekarang hingga membuat Lei Wei merinding. Ini lebih menakutkan daripada kemarahan paman Theo dan energi kuno di atas bukit itu. Lei Wei hendak berlari saat dia merasakan rasa sakit menghujam kemaluannya. Dengan cepat rasa sakit itu berganti nyeri yang tak tertahankan, Lei Wei berteriak sengsara dan memegangi kemaluannya.
Sebuah tendangan! Sasha melancarkan tendangan pada benda di antara pahanya! Itu benar-benar menyiksa bahkan untuk seorang Kultivator. Lei Wei dengan cepat tertunduk lalu berlutut sembari terus mengerang memegangi alat vitalnya. Ketika ia hendak mengatakan sesuatu pada Sasha, gadis itu sudah berjalan pergi dengan perasaan malu,
meninggalkannya kesakitan.
Bahkan ketika Lei Wei berbalik untuk meminta bantuan paman Theo dan Grandmaster, pintu ternyata sudah tertutup. Lei Wei sendirian dengan penderitaannya. Dia akhirnya memilih untuk berbaring sejenak menunggu rasa nyeri itu hilang sembari menahannya. Lei Wei tak peduli bahkan ketika banyak pengunjung lain menatapnya aneh dan bergosip tepat di depannya. Rasa sakit itu lebih menyiksa hingga Lei Wei menghiraukan mereka semua.
***
"Apakah itu benar?" Grandmaster Ian bertanya serius pada Theo.
Tepat ketika kaki jenjang Sasha akan menghantam milik Lei Wei, Theo segera menutup pintu dengan Mana miliknya. Selain agar mereka tidak melihat kejadian menyakitkan itu juga untuk membicarakan sesuatu yang penting.
"Benar, Demonic Beast di bawah kendaliku mengirim kabar bahwa sebuah pembantaian terjadi di dalam hutan." Theo mengkonfirmasi kembali apa yang dikatakannya pada Grandmaster Ian.
"Pembantaian seperti apa? Apakah itu ada hubungannya dengan Demonic Beast yang berupaya untuk menjaga hutan?" Grandmaster Ian semakin tertarik.
"Menurut kabar yang dikirim olehnya melalui telepati, pembantaian itu sebenarnya terjadi karena sebuah konflik antara Demonic Beast dan seorang manusia."
"Seorang manusia?" Grandmaster Ian tampak memikirkan sesuatu. "Kita lewati dulu bagian menariknya. Ceritakan tentang Demonic Beast yang berniat menjaga Hutan Lostingsoul baru-baru ini."
Theo mengangguk sebelum bicara, "Demonic Beast yang menjaga hutan itu sepertinya adalah Demonic Beast khusus. Mereka tampak mematuhi perintah dari seseorang, karena tidak mungkin ratusan Demonic Beast Heaven Gate bisa dengan patuh berbaris dan menjaga garis batas luar hutan."
Grandmaster Ian mengerutkan keningnya. "Ratusan Demonic Beast Heaven Gate?" Grandmaster Ian menganggap Theo sedang bercanda dengannya. Namun melihat bahwa Theo sama sekali tak bergeming membuat Grandmaster Ian menyadari bahwa ia tak bercanda. Itu berarti ada sesuatu di dalam hutan yang tak diketahui oleh semua orang. Ini membuatnya takut, meskipun Demonic Beast tak sepintar manusia tapi mereka memiliki kekuatan yang setara.
Artinya jika Demonic Beast itu benar-benar dikendalikan oleh seseorang, maka orang tersebut memiliki kekuatan setara dengan puluhan sekte yang menaungi Benua Arkhan. Setiap sekte paling banyak memiliki lima belas jagoan Heaven Gate yang menjaga dan melindungi sekte mereka. Ini benar-benar jumlah maksimum yang saat ini diketahui semua orang, kecuali ada beberapa sekte yang menyembunyikan kekuatan sejati mereka.
Tapi semua itu berbeda. Seandainya orang misterius itu memutuskan untuk menjajah seluruh benua maka tak ada pilihan lain selain membentuk aliansi puluhan sekte, belum lagi jika ternyata dia masih menyimpan bawahan yang lebih kuat lainnya. Memikirkannya saja membuat Grandmaster Ian merinding ngeri. Dia memutuskan untuk tidak melanjutkan topik ini dan berganti ke topik lainnya.
"Cukup. Sekarang katakan padaku yang kau ketahui tentang pembantaian di dalam hutan, dan bagaimana bisa ada seorang manusia yang hidup di dalam hutan terkutuk itu? Bukankah itu artinya dia harus bertarung melawan ribuan Demonic Beast kuat yang ia temui setiap hari?" Grandmaster Ian semakin ragu dengan informasi dari Theo. Dia merasa semua ini terlalu besar untuk dapat diterima akal sehatnya. Namun ia teringat bahwa Theo adalah seorang pemuda jenius yang telah mencapai tingkatan Heaven Gate - Early Stage bahkan di usia yang masih sangat muda, dia juga merupakan penjinak Demonic Beast paling bertalenta di dalam sekte. Jadi tidak mungkin Theo membuat kesalahan.
"Semua yang anda katakan benar. Sebelumnya aku juga ragu dengan informasi ini, namun Demonic Beast yang telah mengikat Janji Kehidupan tidak akan pernah berbohong pada majikannya." Theo mengambil nafas dan melanjutkan setelah mengatur hatinya, "Pemuda. Yang melakukan pembantaian terhadap ratusan Demonic Beast Immortal Gate adalah seorang pemuda yang masih berada di tingkat Mortal Gate."
Udara seolah menghilang dari tempat itu membuat Grandmaster kesulitan bernafas.
Theo terdiam, menunggu reaksi Grandmaster. Tapi orang tua itu tak bergeming, jadi dia tak punya pilihan lain selain meneruskan penjelasannya, "Demonic Beast di bawah kendaliku tak berani melihat lebih dekat. Dia takut terbunuh oleh Energi mengerikan murni yang dikeluarkan pemuda itu."
Suasana di dalam ruangan jadi tegang.
"Lalu..." Grandmaster akhirnya bisa membuka mulutnya, namun ia bicara sangat pelan dan berusaha mencerna informasi tersebut.
"Itu saja. Dia menjauh setelah merasakan sepasang mata memperhatikannya." Theo akhirnya bisa sedikit bersantai. Dia menyandarkan punggung ke kursi dan menghela napas panjang dan berat.
Sedangkan Grandmaster Ian masih berpikir. Kerutan di keningnya terlihat lebih jelas ketika ia memeras otaknya mencoba menafsirkan semua hal ini. Namun itu percuma, pengetahuannya tentang Hutan Lostingsoul terlalu sederhana dan sedikit. Ia akhirnya menyerah dan mulai merebahkan diri di kursi lalu menyeruput secangkir teh untuk menenangkan diri.
"Apakah Anda akan tetap pergi?" Theo bertanya setelah suasana kembali santai.
"Tentu saja ... " Grandmaster menjawab sambil bangun dari kursinya lalu berbalik ke arah pintu. "Terimakasih informasinya, lanjutkan kinerjamu yang menakjubkan," ucapnya di ambang pintu.
Dia tidak melihat Lei Wei di depan pintu jadi dia berpikir bocah itu mungkin sudah pergi. Dia tersenyum, "Kuat juga anak itu."
Setelah keluar dan berjalan menuju hotel mereka menginap, Grandmaster Ian memandang bukit dan bergumam, "Sepertinya aku harus bertanya padanya."