Chereads / Deadly Sword / Chapter 17 - Hutan Ilusi

Chapter 17 - Hutan Ilusi

Aiden dan Rombongannya membuat kemah sederhana di pinggiran Hutan Ilusi. Hutan berkabut di depan mereka masih merupakan bagian dari Hutan Lostingsoul. Hanya saja, hutan itu memiliki penampilan yang berbeda. Kalau pepohonan yang sebelumnya dilewati oleh Aiden dan rombongan mempunyai daun lebat dan nampak hidup, maka pepohonan yang ada di hutan ilusi tidak memiliki daun sama sekali dan seluruh pohonnya tampak kering.

.....

Nina sudah hidup bertahun-tahun di dalam Hutan Lostingsoul. Dia adalah keturunan dari Demonic Beast Paradise Bird. Meskipun garis darahnya tidak begitu kental, Nina tetap seorang bangsawan rata-rata dari daerah pedalaman Hutan Lostingsoul.

Mengingat kembali, wilayah yang menjadi kediamannya cukup luas dan indah. Itu dikelilingi hamparan bunga. Di belakang rumahnya juga ada air terjun—tempat ia berkultivasi. Nina cukup puas hidup sebagai bangsawan yang dihormati. Di tambah dengan nama orangtuanya yang terkenal, dia semakin menikmati hidupnya. Tapi satu hal yang ia sayangkan, ia kekurangan teman. Ini karena statusnya yang terlalu tinggi.

Namun sepertinya hal-hal tetap harus ada batasnya.

Saat Nina sedang berkultivasi dengan tenang di bawah air terjun, dia mendapat pesan yang menyuruhnya berkumpul di suatu lokasi. Awalnya ia mencibir, "Siapa kau yang berani memerintahkanku?"

Tetapi ketika ia selesai berkata demikian, energi yang luar biasa besar menghantamnya dari langit. Nina tak berdaya, energi itu hampir membunuhnya dan bahkan hampir meratakan rumahnya. Dia tak punya pilihan selain menurut. Ia sadar orang yang bicara jauh di atas statusnya saat ini.

Dia bergegas pergi dengan kecepatan tercepatnya hanya untuk menemukan segerombolan Demonic Beast lain.

Kedatangannya tentu menarik perhatian, karena ia adalah salah satu dari kecantikan yang terkenal di seluruh Hutan Lostingsoul. Banyak mata meliriknya, terutama karena bulu-bulunya yang indah. Namun Nina sama sekali tak peduli.

Dia masih dalam wujud Demonic Beast saat ia memeriksa sekeliling, mencari orang yang memerintahkannya untuk datang. Setelah sekian lama, Nina tetap tak berhasil menemukannya, tetapi ia melihat bahwa kumpulan Demonic Beast sedang menyerang seorang kultivator.

Pada awalnya Nina bergeming dan tetap mencari orang itu, tapi setelah ia menangkap sekelebat sosok kultivator itu, ia tertegun. "Betapa seseorang yang tampan."

Nina pun berinisiatif untuk bertanya pada seorang Demonic Beast perempuan di dekatnya yang ia tahu namanya. "Hani, siapa itu?"

Demonic Beast yang bernama Hani itu berwujud seekor kelinci yang berbulu seputih salju. Kelinci itu tidak kecil tapi juga tidak besar, namun yang paling menonjol dari kelinci bernama Hani itu adalah kecantikannya dan matanya yang semerah darah.

"Oh, Putri Nina di sini?" Hani terkejut di sapa oleh Nina, tetapi tampaknya Nina tetap mempertahankan wajah datar. "Aku dengar Kultivator itu menyinggung Tuan Drayus, dan membuatnya marah."

Demonic Beast lain memang sering memanggilnya putri, dan dia juga senang dipanggil seperti itu. Tetapi jika boleh memilih, Nina lebih suka para Demonic Beast langsung memanggil namanya saja, dia ingin lebih akrab dengan mereka. Gelar 'putri' itu seperti tembok yang menghalaunya untuk dekat dengan Demonic Beast lain.

"Hani, berapa kali aku sudah bilang padamu, panggil saja aku Nina," katanya tidak senang.

"Ah, benar. Aku lupa soal itu Put—Nina."

Nina memandangnya, kemudian ia mulai tersenyum lugu. "Itu lebih bagus," pujinya. "Lalu kau tahu siapa itu Tuan Drayus?"

"Eh, kau tidak tahu?" Hani melihat Nina dengan aneh, dia berharap Nina sedang bercanda, namun sepertinya Nina benar-benar tidak tahu karena ia hanya diam. "Aku tidak bisa mengerti, apakah kau baru keluar dari gua?"

Hani tidak menjelaskannya apa pun, dia malah bertanya seolah-olah Nina melewatkan sesuatu yang penting. Bahkan Demonic Beast berstatus rendah tahu siapa itu Tuan Drayus, tetapi kenapa putri satu ini yang juga bangsawan di antara Demonic Beast tidak tahu sama sekali?

"Kau tahu kan?" tanya Nina lagi.

"Ah, sudahlah. Kau memang seperti ini—tidak pernah mementingkan urusan lain di luar urusanmu." Hani menghela napas. "Tuan Drayus adalah Demonic Beast terkuat saat ini di Hutan Lostingsoul, dia merupakan keturunan Ras Dragon Demonic Beast. Beberapa ratus tahun yang lalu dia dikalahkan oleh tuan lama Hutan Lostingsoul dan dikurung di sebuah gua yang berada jauh di kedalaman Hutan Lostingsoul."

"Jadi dia yang mengirim pesan itu?" gumam Nina. "Hani, apakah kau menerima pesan yang memerintahkanmu datang ke sini?"

"Pesan apa?" Hani tidak mengerti. "Aku sama sekali tidak dapat pesan apa pun."

Nina memandang kosong. Ia jelas mendapatkan sebuah pesan yang menyuruhnya datang ke sini, bahkan orang yang mengirim pesan itu juga menyerangnya karena ia bersikap tidak patuh. Tapi setelah mencari siapa yang mengirim pesan itu dan menduga bahwa itu mungkin Tuan Drayus yang disebutkan Hani, kenyataannya ternyata salah.

Hani tidak mendapat pesan, berarti itu bukan Drayus. Atau... hanya para bangsawan saja yang mendapat pesan itu? ... tidak, itu tidak mungkin. Nina tidak melihat bangsawan lain di sekitarnya setelah berkeliling cukup lama tadi, berarti para bangsawan itu tidak mendapatkan pesan sepertinya.

Meskipun cukup banyak Demonic Beast di sini, dan kebanyakan dari mereka adalah yang berstatus biasa saja, namun seharusnya ada setidaknya belasan atau puluhan Demonic Beast bangsawan di sekitar. Ini karena bangsawan Demonic Beast memiliki populasi hampir empat puluh persen dari semua populasi Demonic Beast.

Tetapi nyatanya, Nina bahkan tidak melihat satu pun bangsawan Demonic Beast dari ratusan atau ribuan Demonic Beast di tempat ini.

Berarti hanya dia yang mendapat pesan.

Nina tidak bertanya atau menjelaskan lebih jauh kepada Hani. Dan Hani sendiri juga tidak menganggapnya serius. Ia hanya senang Nina ada di sini, di sampingnya. Gadis itu biasanya hanya mengurung diri di kediamannya, bahkan orang lain akan beruntung bisa melihat batang hidungnya saja. Tapi sekarang ia di sini, bersamanya, tidak lagi mengurung diri. Hal yang membuatnya semakin senang adalah Nina berinisiatif untuk menyapanya dan bercakap-cakap, yah meski hanya sebentar.

"Sepertinya Kultivator itu sudah kelelahan," kata Hani tiba-tiba. "Lihat dia, dia hanya diam saja di sana."

Nina juga melihat Kultivator tampan itu diam tak bergerak. Tubuhnya penuh luka dan dia juga kehilangan beberapa gerbang kultivasi. Namun wajahnya tetap tak bercela, Nina berpikir jika ia bisa menyentuh wajah sempurna itu sekali saja, maka ia akan puas.

.....

Malam semakin pekat. Perlahan-lahan bulan di langit menampakkan dirinya di balik kumpulan awan, bersinar cerah. Bayang-bayang mengerikan Hutan Ilusi sedikit mereda ketika sinar bulan turun di atasnya. Terlihat jelas akar-akar pohon warna abu-abu yang mencuat dari tanah, beberapa tulang-belulang yang tak diketahui pemiliknya, serta kumpulan mahkluk tak berbentuk.

"Apa itu?"

Re Kai yang penasaran tak dapat mencegah mulutnya dari melepaskan pertanyaan. Namun tidak ada yang menegurnya atau merasa aneh, karena mereka semua juga sama, merasa penasaran. Di pandangnya lekat-lekat mahkluk itu, yang membuatnya merinding tiba-tiba. Re Kai yang tak tahan lalu mengalihkan mata, terkejut ia mendapati sosok Nina yang saat ini ganti menatap ke arah mahkluk tak berbentuk itu.

Nina begitu lugu nan cantik. Kecantikannya bahkan sampai terdengar di daerah yang sangat jauh, tempat Re Kai tinggal. Merasa penasaran dengan sosok mahkluk surga yang digambarkan gosip-gosip yang menyebar di daerahnya, Re Kai pun melakukan perjalanan. Ia melintasi berbagai zona bahaya hanya untuk menyaksikan kecantikan itu, Nina Paradise.

Usahanya tak sia-sia, karena dengan sedikit insiden ia akhirnya berhasil melihat sosok Nina yang sangat cantik. Meski itu artinya ia harus menjadi bawahan seorang manusia. Tetapi Re Kai tak keberatan, karena Nina juga sama sepertinya, lagipula manusia itu begitu luar biasa hingga bahkan Tuan Drayus yang kejam lari di hadapannya.

"Ah....!"

Tiba-tiba pandangan Nina berubah, ia terlihat ketakutan. Sontak saja Re Kai meraih tangan lembut di depannya dan berbisik, "Jangan tatap."

Re Kai jelas tak berani menggunakan penampilan seorang lelaki tua di depan Nina, karena ia saat ini sudah berubah menjadi remaja yang tak kalah tampan dari Aiden. Rambutnya semerah darah, wajahnya layaknya keluar dari lukisan, dan mata itu, mata warna ruby yang memikat hati. Tetapi sayang, Nina tidak melihatnya, namun ia masih mengalihkan pandangan.

Merasakan ketakutan Nina yang tak biasa, Re Kai dengan berani menariknya ke dalam pelukan. Terlepas dari bakat kultivasinya yang buruk, Re Kai sangat memahami perasaan mahkluk hidup. Oleh sebab itu ia punya banyak teman di dalam hutan terlarang ini. Namun ia menyembunyikan kemampuannya dari Aiden, karena mungkin Aiden tidak membutuhkan kemampuannya sama sekali.

"Tu-tuan Aiden...."

Namun rintihan ketakutan Nina berhasil menjatuhkan hati Re Kai ke jurang yang terdalam. Ternyata sudah ada orang lain di hatinya. Re Kai menenangkan diri, dia sadar dia bukan siapa-siapa tetapi mengharapkan hubungan yang spesial. Dia bodoh untuk berpikir seperti itu.

"Nina, tenangkan dirimu! Jangan lihat mahkluk itu," kata Re Kai memperingatkan. Dia memilih untuk mencoba.

Nina tetap gemetar dan Mana Element di tubuhnya tampak kacau. Usaha Re Kai sia-sia, sekarang ia kebingungan harus berbuat apa. Saat itulah Re Kai mendengar suara dari entah-siapa, "Gunakan Mana milikmu untuk menenangkannya. Kau sungguh kasihan, gadis itu menyukai orang lain, tapi kesempatan selalu datang nak, jangan bersedih."

Re Kai hanya mengabaikan kalimat terakhir dermawan itu dan langsung mengalirkan Mana Element miliknya pada Nina. Ia punya dua jenis Mana Element, yaitu air dan api. Tapi karena Mana Element Nina adalah jenis air, maka Re Kai hanya mengalirkan jenis elemen air untuk menenangkan kekacauan energi dalam tubuh Nina. Meski ia hanya punya bab pertama Buku Surga dan Bumi, tapi untungnya buku itu juga menjelaskan bagaimana cara mengalirkan Mana Element milik sendiri pada orang lain.

Re Kai akhirnya bisa tenang setelah tubuh Nina tidak lagi gemetar ketakutan. Ia menghembuskan napas lega melihat Nina sekarang sedang tidur terlelap dalam pelukannya.

...

"Yang kaulihat adalah ilusi, jangan tertipu."

Aiden terbangun penuh keringat. Tubuhnya panas dan napasnya tersengal-sengal. Matanya gelisah mencari-cari seseorang atau sesuatu, dia akhirnya tenang setelah menemukan yang dicari. Dilihatnya Selia tidur lelap dalam balutan selimut, dihampirinya, lalu dipeluknya erat-erat dan ia pun kembali tidur.

Hutan Ilusi seperti namanya, memberikan ilusi terdalam dari mahkluk hidup, sesuatu yang benar-benar mereka inginkan. Jika seseorang ingin bebas dari Hutan Ilusi, seseorang harusnya punya tekad dan keberanian untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dalam artian tertentu sebenarnya hutan ini tidak terlalu berbahaya, hanya menyesatkan jiwa-jiwa lemah tanpa tujuan dan keinginan. Hutan ini kosong tanpa kehidupan juga karena hal tersebut, dimana tak ada satu mahkluk hidup pun yang bisa bertahan lebih dari tiga hari di dalam hutan. Lebih dari itu, maka jiwa mereka akan tersesat selamanya.

"Ini masih di pinggiran hutan dan sudah begitu mengerikan."

Sosok-sosok melintasi rombongan Aiden, salah seorangnya berhenti sebentar dan melihat segala macam mimpi yang termanifestasi di atas setiap anggota rombongan Aiden. Dia menggelengkan kepala dan pergi menyusul rombongannya sendiri.