Defoe, yang mendapatkan tanggapan kesal dari Bowyer, tampaknya merasa sedikit marah. Selama serangan West Ham selanjutnya, Joe Cole mengoper bola ke Defoe; Bowyer mengangkat tangan meminta agar bola dioper padanya, tapi Defoe tetap menundukkan kepala dan akhirnya dijegal oleh Dawson. Selama itu pula dia mengabaikan Bowyer yang meminta bola.
Melihat bola dengan mudah direbut oleh pemain tim Forest, Defoe mencoba merebut kembali bola itu. Bowyer, yang merupakan pemain gelandang, tidak berada disana untuk mencegahnya melakukan itu. Melainkan dia justru langsung menuju ke Defoe, yang baru saja bangun dari tanah.
"Sialan, apa kau buta? Kau tidak lihat aku meminta bola?" Dia berteriak pada Defoe, yang berusia enam tahun lebih muda darinya.
Defoe juga tidak mau kalah. "Apa yang kaulakukan saat aku meminta bola darimu?"
Keduanya saling mencaci satu sama lain di lapangan, sama sekali mengabaikan fakta bahwa pertandingan masih berlangsung.
"Kau n*gro b*ngsat!" Bowyer memukul Defoe di wajahnya dan berusaha menjatuhkannya. Terdengar suara suitan keras dari tribun, yang bukan berarti tidak senang, tapi seolah menggoda. Fans tim Forest menggoda keduanya.
Dawson, yang berada tidak jauh dari keduanya, dengan cepat berusaha menarik Bowyer yang sangat marah agar menjauh dari Defoe, untuk mencegahnya memukul dan menendang Defoe. Peluit nyaring wasit segera terdengar, dan para pemain West Ham di lapangan, sesaat merasa kaget, langsung menuju ke tempat kejadian. Para pemain Forest, kecuali Dawson, menonton pertunjukan itu. Reid lebih tertarik dalam melihat reaksi manajernya di tepi lapangan.
Tidak disangka, sang manajer kelihatannya sangat terkejut.
Alasan keterkejutan Twain adalah; ingatannya tentang perkelahian Bowyer dengan rekan setimnya terjadi pada pertandingan Liga Utama tanggal 2 April 2005 ketika Newcastle melawan Aston Villa. Sebelum ini, dia tidak pernah mendengar pria itu menyerang rekan setimnya di lapangan pertandingan. Twain percaya bahwa setelah pertandingan hari ini usai, peristiwa ini akan segera diketahui para kru media dalam semalam. Kalau begitu, apakah insiden di Newcastle masih akan terjadi? Dia tidak pernah merasa bahwa keberadaannya disini akan bisa memberikan pengaruh terhadap masa depan, tapi kini dia merasakannya secara langsung.
Masa depan... tidak sepasti yang selalu dipikirkannya.
Tidak peduli apa yang dipikirkan oleh Twain, fans tim Forest merasa sangat senang. Mereka dengan segera mengganti lirik lagunya. "Lee Bowyer petinju fantastis, tinju kiri yang indah, dan Defoe rubuh ke tanah! Wasit meminta waktu, oh yeah!"
Roeder melempar botol air minum ke tanah di tepi lapangan, "Idiot itu!" Situasi saat ini bagi tim sudah cukup tegang. Jika ada pemain yang dikeluarkan dari lapangan semuanya akan jadi semakin sulit.
Motson berteriak di kotak pers. "Bowyer memukul jatuh Defoe dengan pukulan yang indah! Tapi tampaknya dia lupa kalau ini adalah sebuah pertandingan sepakbola, dan bukan tinju. Bowyer yang menjijikkan itu sudah kembali. Dia mungkin benar-benar bingung dengan situasi saat ini. West Ham akan harus membayarnya, mereka jelas akan kekurangan satu orang. Adegan ini luar biasa! Aku percaya pukulan itu akan membuat Bowyer berada di halaman utama semua surat kabar. Ini pertama kalinya aku melihat seorang pemain menyerang rekan setimnya di sebuah pertandingan! Lee Bowyer telah membuat sejarah, dan dia akan 'terukir' di benak orang-orang karena hal ini selamanya!"
Twain segera menyimpan rasa takut akan masa depan ke belakang kepalanya. Dia berdiri dan berjalan ke tepi lapangan, dan memberikan acungan jempol kepada Reid. "Pahlawan tak terlihat" yang telah menyebabkan adegan ini terjadi. Dan dia tinggal meminta tim untuk terus menekan. Joe Cole membeku di tempatnya. Tanpa Bowyer, gelandang West Ham tidak lagi menyeramkan. Meski Defoe sepenuhnya merupakan korban dalam perkelahian ini dan tidak akan dihukum, kondisi tubuh dan pikirannya pasti masih merasakan imbas dari pertengkaran mereka tadi. Jika Roeder cukup pandai, Defoe tidak akan dibiarkan tinggal semenit lebih lama di dalam lapangan pertandingan.
Serangan West Ham tidak lagi menjadi sebuah ancaman. Selama sisa waktu yang ada, semua akan tergantung pada bagaimana tim Forest bisa mencuri kembali poin yang hilang dengan menambah gol satu persatu.
Wasit menunjukkan kartu merah kepada Lee Bowyer yang pertama kali memukul. Hal itu bisa diduga. Ejekan dan suitan yang keras terdengar dari tribun. Bowyer keluar dari lapangan dengan marah, sepenuhnya mengabaikan rekan West Ham yang lain. Roeder juga sama sekali tidak senang dengan tindakan Bowyer. Dia berdiri di tepi lapangan dan membiarkan Bowyer melewatinya untuk berjalan ke koridor yang kosong. Pada saat ini, Bowyer, yang baru saja pindah dari Leeds, sendirian.
Defoe dibantu oleh dokter tim ke tepi lapangan untuk diperiksa dan menerima perawatan. Wasit memberikan sinyal bagi dua pemain dari kedua tim agar ke tengah lapangan untuk memulai lagi.
Situasi pertandingan pada dasarnya telah diputuskan, tapi Tang En tidak kembali ke area teknis. Dia berdiri di tepi lapangan, lengannya terlipat di dadanya, menunggu perayaan gol yang bisa terjadi kapan saja.
Dia percaya bahwa kemenangan akhir dalam pertandingan ini akan menjadi milik tim Forest, karena babak kedua berjalan sesuai dengan rencananya sejauh ini, dan tidak ada peluang akan terjadi kejutan yang lain.
West Ham, yang kekurangan satu orang, harus memulihkan diri. Mengingat kondisi pertandingan, para pemain Forest kini tampak sulit untuk dibendung di mata mereka. Seringkali, mereka harus menggunakan pelanggaran untuk menghentikan serangan lawan yang ganas. Dan ini memberikan pemain pengganti yang baru bermain di babak kedua, Jess, kesempatan untuk unjuk gigi. Kualitas dari dua tendangan bebas yang dilakukannya sangat bagus, satu mengenai mistar dan mengarah keluar, sementara yang lainnya ditangkal oleh James yang melontarkannya keluar garis lapangan.
Melihat dua tendangan bebas ini, Tang En juga tidak bisa tidak merasa tenang dan berulang kali menghela napas. Mengutip karakter Fu Biao dari Big Shot's Funeral, "Kami hampir tiba disana, tinggal sedikit lagi!"
Ketika pertandingan mencapai menit ke-80, tim Forest akhirnya mendapatkan peluang untuk mencetak gol kemenangan.
Reid menggiring bola dan menusuk dari sayap. Bola kemudian dikeluarkan dari lapangan oleh pemain pengganti yang bermain di babak kedua, Gary Breen, melalui sundulan kepala, dan tim Forest diberi hadiah tendangan sudut.
Selama Jess berada di lapangan, dia akan memiliki hak untuk menendang bola semacam ini. Dia memegang bola dan meletakkannya di sudut lapangan, kemudian melangkah mundur dan bersandar ke billboard. Dibelakangnya adalah tribun penonton Forest. Banyak tangan menepuk bahunya, bersorak untuknya. Fans bergemuruh dengan kegembiraan, "Jess! Masukkan bolanya! Kau bisa melakukannya!"
Jess menoleh ke belakang dan tersenyum pada para fans yang berseru menyemangati. Fans membuatnya terlihat seolah anak usia tiga tahun pun bisa melakukan hal yang sulit ini, tapi itu adalah cara mereka untuk mengekspresikan perasaan mereka, dan mereka selalu berharap banyak dari pemain yang mereka sukai. Cara fans berteriak menyemangati menunjukkan bahwa mereka sekali lagi mendukung para pemain Forest.
Dawson sedang berjalan di luar area penalti, tapi dengan cepat dia mendengar Twain diluar lapangan berteriak, "Michael, apa yang kaulakukan diluar sana? Masuk kesana! Pergi ke depan gawang!"
Dawson memang jangkung dan cukup bagus dalam menyundul bola. Pria berusia 19 tahun itu memiliki tinggi badan 1.9 meter dan memang menjadi ancaman di depan gawang lawan. Dia dengan patuh berlari masuk ke dalam area penalti dan dengan segera membuat James merasa gugup.
"Awasi dia! Jaga dia! Jangan biarkan dia lompat... sialan!" James belum menyelesaikan kata-katanya ketika dia mendengar wasit meniup peluitnya. Dan Jess juga sudah menendang bolanya.
Pemain yang bertanggungjawab membayangi Dawson adalah bek tengah, Ian Pearce, yang juga memiliki tinggi badan 1.91 meter. Hanya dia yang bisa menyaingi Dawson dalam hal tinggi badan.
Namun, dia jauh lebih buruk dalam melompat, Dawson masih bisa melompat lebih tinggi meski dibayangi dua orang dan menunjukkan sundulan bola yang indah!
Berhadapan dengan tembakan bola dalam jarak dekat, James tidak memiliki pilihan lain kecuali melihat bola melayang masuk ke dalam gawang!
"Yeah!" stadion City Ground kembali bergemuruh.
"Michael Dawson! Ini adalah gol pertamanya untuk tim Forest! Bek tengah berusia 19-tahun!"
"Bagus sekali!" Tang En melihat bola melayang masuk ke jaring gawang dan menggerakkan tangannya yang terkepal.
Para pemain tim Forest juga melontarkan diri mereka ke arah Dawson yang merasa senang, siap untuk mencetak gol. Tapi kali ini, semua orang mendengar tiupan peluit wasit. Wasit berdiri di depan area gawang, menunjuk ke arah Ian Pearce yang terbaring disana!
"Gol itu tidak dihitung! Betapa mengejutkan... Gol Michael Dawson dianggap tidak sah. Wasit menganggap bahwa ketika dia melompat untuk menyundul bola, dia telah mendorong Ian Pearce. Tapi jelasnya... Eh, apa yang kelihatannya sedang terjadi di tepi lapangan?" Mengikuti suara Motson, kamera televisi menyorot ke tepi lapangan, ke arah area teknis untuk tim Forest.
Merasa kesal, Twain menendang botol air, dan botol itu melayang di tepi lapangan. Menurut pandangannya, itu adalah gol yang tidak bisa lebih baik lagi, tapi gol itu ternyata digagalkan oleh wasit. Pelampiasan kemarahannya menarik perhatian ofisial keempat.
"Tuan Twain, Anda sebaiknya menahan diri. Saya tidak ingin wasit datang kemari dan memberi Anda kartu merah, dan saya rasa Anda juga tidak menginginkan itu terjadi," ofisial keempat datang ke hadapan Twain dan memperingatkannya dengan keras.
Pada saat ini, Twain ingin memaki, tapi dia ditarik mundur oleh Walker.
"Kami minta maaf, kami berjanji ini tidak akan terjadi lagi..." Walker meminta maaf kepada ofisial keempat, sementara berusaha mendorong punggung Twain.
"Lepaskan aku, Des! Wasit sialan itu mencoba untuk meredam kita..." Twain masih berusaha lepas. Kali ini Walker menutup mulutnya.
"Diamlah, Tony! Apa kau mau kita kehilangan pemain kita yang paling penting? Pertandingan masih belum berakhir, kita masih punya kesempatan!" Pada saat ini, Des Walker, yang biasanya selalu tersenyum dan bersikap ramah, dengan berani memarahi bosnya. Twain menatap kosong ke arahnya. Kemudian dia menegakkan diri dan menggaruk kepalanya, "Kau benar, Des. Aku hampir melewatkan gambaran besarnya. Terima kasih sudah mengingatkanku."
Kemudian dia kembali ke tepi lapangan dan berteriak ke arah lapangan, "Jangan tersinggung, serang terus! Kita masih punya peluang..." Pada akhirnya, dia tidak bisa menahan diri untuk melampiaskan rasa frustasinya, "Gantung mereka sampai kering!"
Ofisial keempat mendengarnya mengatakan itu, melihat ke arahnya dengan curiga, tapi akhirnya menganggap ucapannya itu tidak berbahaya.
"Michael Dawson kelihatan sedikit kesal. Gol pertama yang dicetaknya untuk tim Forest menguap hilang begitu saja. Tapi dia pemain yang bagus, seorang bek tengah dengan potensi yang besar. Aku percaya pada waktunya nanti, dia akan menjadi bintang lini pertahanan baru Inggris." Motson memprediksikan masa depan Dawson, tapi hal itu tidak bisa menghibur hati pemuda itu. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi pemain bertahan untuk Inggris, dan dia hanya ingin membantu tim dalam mengalahkan West Ham. Tadi itu adalah sebuah kesempatan yang sangat bagus.
Dawson bisa bersumpah demi masa depannya bahwa dia tadi tidak menekan atau mendorong siapapun saat menyundul bola. Jika Pearce memang jatuh karena kontak fisik, maka hanya ada satu penjelasan – Pearce adalah aktor yang bagus.
Sialan! Dawson mengepalkan tinjunya; seorang pemain bertahan ternyata juga tahu bagaimana caranya melakukan tipuan seperti itu!
Tang En terus berdiri di tepi lapangan dengan lengan terlipat di dada.
Sejauh ini, pertandingan berjalan cukup memuaskan karena pertandingan ini membantunya menyelesaikan beberapa masalah: Pertama, gaya kepemimpinannya yang baru telah diketahui dan diterima oleh semua orang. Kedua, pertandingan ini membantunya dalam menumbuhkan wibawa di dalam tim. Terakhir, pertandingan ini membuatnya menemukan rasa percaya diri dan arah yang ingin ditempuhnya.
Satu-satunya hal yang disesalkan adalah...
Tang En melihat ke atas papan skor elektronik di tribun barat.
Dengan waktu tersisa kurang tujuh menit lagi, skor masih tetap 2:3. Tim Forest, mendominasi di babak kedua, masih tertinggal satu gol dari West Ham United yang bermain di Liga Utama.