Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Keeper of Dimension Door

🇮🇩VeilSensei
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
78
Views
Synopsis
Petualangan epik seorang manusia di berbagai pintu dimensi untuk menjaga dan mengunci pintu dimensi dari berbagai ancaman yang akan datang. (Genre : action, adventure, fantasy, comedy)
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 1 : Pengenalan peraturan dan tugas

Keesokan harinya, Frima berangkat menuju lokasi pintu markas yang telah diberikan koordinatnya oleh Ray. Sambil berjalan, ia bergumam pelan.

"Astaga... Aku tidak menyangka Ray menghubungiku dan mengirim lokasi, padahal kita berada di dimensi yang berbeda."

Setibanya di lokasi, Frima menyipitkan mata, merasa curiga. Pintu markas ternyata berada disebuah rumah kosong yang tampak terbengkalai. Ia berbicara dalam hati.

"Apa aku tidak salah lihat? Koordinatnya jelas menunjukkan tempat ini... Tapi, kenapa di tempat kosong? Jangan-jangan mereka menipuku."

Beberapa menit kemudian, tiba-tiba sebuah pintu dimensi muncul di depan rumah tersebut. Dari dalamnya, Hina muncul, membuka pintu, dan melambaikan tangan dengan ceria.

"Selamat pagi, Frima! Ayo masuk, yang lain sudah menunggumu di ruang rapat, termasuk Ketua Rhaze." Katanya ramah.

Frima mengangguk, membalas sapaannya. "Selamat pagi juga, Hina. Baiklah, aku sudah siap."

"Baik, mari kita menuju ke ruang rapat." Jawab Hina sambil berjalan di samping Frima.

Mereka berdua akhirnya sampai di ruang rapat, Rhaze menyambut Frima dengan senyuman ramah.

"Selamat datang, Frima. Silahkan masuk." Katanya.

"Baik." Jawab Frima, ia merasa senang atas sambutan hangat dari Rhaze.

Namun, saat Frima melangkah masuk, ia merasakan suasana yang berbeda. Para anggota lain menatapnya dengan tatapan sinis, terkecuali Rhaze dan hina.

Frima merasa gugup, tapi Rhaze mencoba menenangkannya.

"Tenang saja. Jangan terlalu tegang, biasa saja." Katanya dengan nada santai.

Frima menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskan perlahan. Setelah sedikit menenangkan diri, ia memperkenalkan diri.

"Perkenalkan, aku Frima Erlangga. Aku adalah anggota baru organisasi Keeper of Dimension Door, salam kenal dan mohon bantuannya," katanya sopan.

Rhaze menepuk tangannya, dan menunjuk seorang gadis kecil berambut pirang dan mata merah-biru.

Gadis itu berdiri, ekspresinya datar dan dingin.

"Salam kenal. Aku Rachel L Slyvain," Katanya singkat. "Meskipun aku vampir setengah manusia, jangan berharap bisa dekat dengaku."

Frima sedikit canggung mendengar nada dinginnya. Ia hanya tertawa kecil dan menggaruk kepalanya.

"Haha... Baiklah."

Selanjutnya, seorang hob goblin berotot besar berdiri dengan penuh semangat.

"Aku Bennmax! Seorang hob goblin yang kuat dan perkasa! salam kenal, brother!" Katanya dengan senyum lebar.

Frima menatap kosong hob goblin itu. Dalam pikirannya, ia langsung teringat adegan anime pembantai goblin episode pertama.

"Kenapa malah jadi ingat itu...?" Pikirnya dalam hati.

Terakhir, seorang pria berambut gelap dengan mata keemasan berdiri. Aura tenangnya terasa berbeda dari yang lain.

"Salam kenal, aku Rezha Dragnail. Manusia berdarah naga." Katanya singkat dengan nada tenang namun dingin.

Frima mengedarkan pandangannyan ke seluruh ruangan. Ia merasa heran karena jumlah anggota organisasi ini ternyata tidak sebanyak yang ia bayangkan.

"Huh? Cuma segini?" Serunya tanpa sadar. "Dan kenapa Ray dan Hina tidak perkenalkan diri?"

Ray, yang sedang duduk santai di sudut ruangan, langsung menimpali tanpa mengalihkan pandangannya dari cangkir kopi di tangannya.

"Untuk apa bodoh? Buang-buang waktu saja." Katanya datar sebelum menyeruput kopi.

Frima langsung jengkel mendengar jawaban itu.

"Huh? Bodoh?! Sialan!" Gerutunya dalam hati, menahan keinginan untuk membalas ucapan Ray.

Setelah sesi perkenalan, semua anggota duduk di kursinya masing-masing. Rhaze kemudian menoleh ke arah Frima.

"Frima, duduklah di sebelah Rachel." Katanya.

Frima mengangguk dan langsung duduk di kursi yang ditunjukkan. Ia menoleh ke arah Rachel dan tersenyum ramah.

Namun, alih-alih membalas dengan senyuman, Rachel justru menatapnya tajam, seolah memberi peringatan agar tidak terlalu akrab dengannya.

Frima langsung bereaksi berlebihan, berpura-pura menangis sambil merunduk lemas.

"Dingin banget! Aku hanya ingin dia tersenyum." keluhannya dalam hati.

Rhaze hanya tertawa kecil melihat interaksi mereka, lalu berdeham untuk menarik perhatian mereka.

"Baik, karena kita kedatangan anggota baru, aku akan menjelaskan kembali tentang tugas utama kita sebagai Keeper of Dimension Door." Katanya dengan nada serius.

"Tugas kita adalah mengunci dan menjaga pintu dimensi dari ancaman pihak tertentu yang berusaha mengacaukan keseimbangan antar dimensi." Lanjut Rhaze.

"Kita tidak boleh menyepelekan tugas ini, karena satu kesalahan kecil saja bisa berakibat fatal. Paham?"

Para anggota lain mengangguk paham, menunjukkan bahwa mereka sudah memahami tanggung jawab mereka.

Namun, Frima mengangkat tangannya, bahwa ia ingin bertanya.

"Boleh aku bertanya?" katanya.

Rhaze mengangguk, memberi isyarat agar Frima melanjutkan.

"Apa yang akan terjadi jika kita gagal mengunci pintu dimensi?" tanyanya dengan nada serius.

Ruangan menjadi hening sesaat. Rhaze menarik napas, lalu menjawab dengan ekspresi yang lebih serius dari sebelumnya.

"Pertanyaan bagus," katanya. "Jika kita gagal mengunci pintu dimensi, maka akan terjadi penggabungan paksa antar dua dimensi. Itu akan menyebabkan ketidakseimbangan dan bisa berakibat fatal bagi kehidupan di dalamnya."

Frima menelan ludahnya, merasa sedikit tegang mendengar penjelasan itu.

Rhaze melanjutkan, suaranya terdengar lebih berat.

"Di masa lalu, sebelum aku bergabung, organisasi ini pernah mengalami kegagalan dalam menjalankan tugasnya. Mereka tidak berhasil mengunci sebuah pintu dimensi dengan tepat waktu... dan akibatnya, dua dimensi bertabrakan dan bergabung secara paksa."

Seisi ruangan menjadi semakin sunyi. Bahkan Ray, yang biasanya santai, menatap meja dengan ekspresi serius.

"Akibatnya?" Frima bertanya pelan.

Rhaze menghela napas.

"Semua kehidupan di kedua dimensi, lenyap."

Frima merasakan bulu kuduknya meremang.

"Itu menjadi aib besar bagi seluruh Keeper of Dimension Door," lanjut Rhaze. "Saat itu pusat organisasi langsung memperketat peraturan agar kesalahan yang sama tidak pernah terulang lagi."

Rhaze mengakhiri penjelasannya, membiarkan suasana tegang menggantung di udara. Frima mulai memahami betapa seriusnya tugas mereka.

Frima mengangkat tangan lagi, masih ada satu hal yang mengganjal di pikirannya.

"Rhaze, aku ingin bertanya lagi," katanya. "Kenapa kalian semua bisa berbicara bahasa Indonesia dengan lancar? Padahal di sini seharusnya tidak ada bahasa Indonesia, kan?"

Rhaze tersenyum tipis, lalu menarik sedikit kerah bajunya untuk memperlihatkan sebuah gelang yang melingkar di lehernya.

"Jawabannya simpel," katanya sambil menepuk gelang itu. "Ini Gelang leher penerjemah."

Frima menyipitkan mata, memperhatikan gelang tersebut dengan rasa penasaran.

"Kita semua menggunakannya untuk berkomunikasi di berbagai dimensi. Gelang ini secara otomatis menerjemahkan bahasa agar semua orang bisa saling mengerti.

Rhaze lalu menunjuk ke arah Ray, yang sedang duduk santai sambil menyeruput kopi.

"Dan dia," lanjut Rhaze. "Adalah orang yang telah menciptakan gelang ini, dan fasilitas ruang operator. Ray adalah reinkarnasi dari seorang ilmuwan jenius."

Frima menatap Ray dengan ekspresi tidak percaya.

"Reinkarnasi ilmuwan jenius! Yang benar saja."

Setelah menjawab pertanyaan Frima, Rhaze kembali ke topik utama.

"Baik," katanya dengan nada lebih serius. "Sekarang aku akan menjelaskan peraturan organisasi ini. Dengarkan baik-baik."

Ia menatap semua anggota satu per satu sebelum melanjutkan.

"Pertama, kita dilarang menyalahgunakan kunci dimensi untuk kepentingan pribadi."

"Kedua, setelah mendapatkan kunci, tugas utama kita adalah segera mengunci pintu dimensi sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."

"Ketiga, jangan pernah menunda-nunda tugas. Pintu dimensi memiliki batas waktu, dan kelalaian bisa berakibat fatal."

"Keempat, pengambilan misi harus sesuai dengan level dan peringkat masing-masing. Tidak ada yang bisa asal memilih misi tanpa izin."

Rhaze lalu berhenti sejenak. Tatapannya berubah lebih tajam, auranya seketika menekan seluruh ruangan.

"Dan yang terakhir..." suaranya terdengar dingin. "Bagi siapa pun yang melakukan pengkhianatan..."

Matanya menyapu seluruh ruangan, menatap setiap anggota dengan intens.

"Aku tidak akan segan untuk mengeksekusinya dengan tanganku sendiri."

Ruangan mendadak hening. Semua anggota langsung tertunduk, merasakan tekanan kuat dari kata-kata Rhaze. Bahkan Frima, yang baru bergabung, ikut merasakan hawa mencekam yang mengalir dari pemimpin mereka.

Setelah menjelaskan tugas dan peraturan organisasi, Rhaze mengambil sesuatu dari bawah meja dan meletakkannya di depan Frima.

"Frima... ini untukmu," katanya sambil menyodorkan satu set seragam, sebuah gelang leher penerjemah, dan sepasang earphone.

Frima menatap benda-benda itu dengan perasaan campur aduk.

"Mulai hari ini, kau resmi menjadi bagian dari Keeper of Dimension Door," lanjut Rhaze. "Kuharap kau bisa menjalani tugasmu dengan baik dan menemukan tujuan hidupmu di sini."

Senyum hangat Rhaze membuat Frima sedikit terharu. Ia menerima seragam itu dengan hati yang masih agak ragu, tapi tetap mengangguk.

"Terima kasih, Ketua Rhaze. Aku sangat menghargainya," katanya dengan tulus.

Namun, saat melihat lebih jelas seragam yang ada di tangannya, ekspresi Frima berubah drastis. Matanya menyipit, lalu alisnya berkerut dalam kebingungan.

"Huh? Ini kan... kemeja putih dan celana hitam?" pikirnya dalam hati. "Bukannya ini seragam yang dipakai pelamar kerja atau karyawan kantoran?"

Perlahan, ia mengangkat kepalanya dan melihat ke arah anggota lain. Mereka semua mengenakan seragam yang sama—putih dan hitam—tapi wajah mereka memancarkan rasa bangga dan percaya diri. Seolah-olah ini adalah pakaian terhebat yang pernah mereka kenakan.

Frima hanya bisa diam, menatap seragam itu lagi.

"Serius, ini nggak ada desain yang lebih keren?" pikirnya sambil menghela napas.

Tapi, melihat bagaimana para anggota lain memakai seragam itu dengan penuh keyakinan, ia akhirnya hanya bisa pasrah.

"Yah... setidaknya aku masih bisa mengenakan sesuatu yang familiar," gumamnya dalam hati.