Zeroth duduk di sudut bar, mengangkat botol alkoholnya dengan santai.
"Gua baru aja bikin para dewa ngamuk, tapi sekarang gua malah duduk di sini... minum santai."
Dia meneguk isinya.
GLUK. GLUK. GLUK.
Orang-orang di bar hanya bisa melirik dengan wajah ketakutan.
"A-Apa dia sadar kalau dia baru aja berantem sama ZEUS?!"
"Ares dilempar kayak kantong sampah, petir Zeus digenggam kayak bola pingpong, dan sekarang dia malah... minum?"
"Aku nggak tahu apakah dia jenius atau orang gila..."
—
Zeroth meletakkan botolnya dengan santai.
"Lumayan. Tapi mahal."
Dia lalu menatap bartender.
"Oi, ada minuman gratis nggak?"
Bartender berkeringat dingin.
"K-Kami... nggak biasa ngasih minuman gratis, tuan..."
Zeroth menyeringai.
"Gimana kalau gua bilang: kalau nggak ada, gua bakal ngejual bar ini ke pelelangan?"
"...."
Setengah detik kemudian, bartender menyodorkan satu botol lagi.
"Silakan, tuan! Minuman gratis untuk Anda!"
—
Di luar bar, seseorang mengamati Zeroth dari kejauhan.
Seorang pria berbaju hitam dengan mata merah menyala.
Dia adalah utusan para dewa.
"Aku menemukannya..." katanya pelan.
Dari balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah belati dengan ukiran kuno.
Belati itu berkilauan dengan aura ilahi.
"Ini bukan serangan frontal. Aku hanya perlu menggoresnya sedikit dengan ini..."
Dia melangkah masuk ke bar.
—
Zeroth masih minum dengan santai ketika pria berbaju hitam itu duduk di sebelahnya.
"Apa aku boleh mentraktir satu botol?" tanya pria itu dengan senyum ramah.
Zeroth menatapnya sebentar, lalu mengangkat bahu.
"Boleh."
Bartender dengan cepat membawa satu botol alkohol mahal ke meja mereka.
Pria berbaju hitam itu mengangkat gelasnya.
"Untuk pertemuan kita."
Zeroth hanya mengangguk dan minum tanpa curiga.
—
Saat itulah, pria itu bergerak.
Dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa, dia mengayunkan belatinya ke leher Zeroth.
Namun...
—
CLOK.
—
Pria itu membeku.
Belatinya—senjata ilahi yang seharusnya bisa membunuh makhluk fana hanya dengan goresan—tertahan.
Di antara leher Zeroth dan ujung belati, ada dua jari yang menjepitnya.
Jari-jari Zeroth.
—
"...."
Keheningan memenuhi bar.
Zeroth melirik pria itu dengan ekspresi malas.
"Serius?"
Pria berbaju hitam itu mencoba menarik belatinya.
Tidak bergerak.
Dia berkeringat dingin.
"...Apa-apaan ini?"
—
Zeroth menghela napas.
"Udah dikasih minuman gratis, eh, malah nusuk gua?"
Pria itu menggertakkan giginya.
"Aku utusan para dewa!"
"Sial, ternyata lu bisa ngomong juga."
—
Zeroth menggenggam belati itu lebih erat...
KRAK.
...dan menghancurkannya seperti kaca.
Pria berbaju hitam itu membelalakkan mata.
"Mus—tahil..."
Zeroth menyeringai.
"Kirim salam ke bos lu. Bilang sama mereka..."
Dia menendang pria itu keluar dari bar, menembus jendela.
BRAK!
"...Kalau mereka mau gua mati, suruh dateng sendiri."
—
Di lantai 999, para dewa sedang menatap ke bawah dengan ekspresi serius.
Zeus menggebrak meja.
"BAJINGAN ITU!"
Odin menghela napas.
"Kita harus memikirkan strategi yang lebih baik..."
Loki, yang duduk di sudut, hanya tersenyum lebar.
"Menarik... sangat menarik."
—
Sementara itu, Zeroth duduk kembali di kursinya dan meneguk alkoholnya.
"Hah, hari yang sibuk."
Lalu dia melirik bartender.
"Oi, refill lagi."
Bartender itu langsung mengisi gelasnya tanpa bertanya.
—
Di luar, manusia-manusia di lantai 998 mulai menyadari satu hal.
Sosok yang mereka kira hanya orang gila...
Mungkin saja adalah eksistensi yang jauh lebih mengerikan dari para dewa.
Dan mereka baru saja menyaksikan awal dari perang terbesar dalam sejarah Menara.