Chapter 8 - Part 02

Pria itu tersenyum di balik topengnya. "Namaku Zael, salah satu eksekutor Black Crescent. Tugasku sederhana: mengambil pecahan yang kau bawa dan menghapus segala rintangan yang menghalangi."

Mira mengayunkan tombaknya ke bahunya. "Kalau begitu, kita tidak punya banyak pilihan selain menghancurkan kalian."

Zael menghela napas. "Sangat disayangkan. Aku benci pertempuran yang tidak perlu."

Dalam sekejap, dia mengangkat tangannya dan bayangan hitam menyebar dari kakinya, menciptakan pusaran energi gelap yang mulai menyelimuti area tersebut.

"Bersiaplah!" Renzu berteriak.

Lyra langsung menarik busurnya, menembakkan anak panah bercahaya ke arah Zael. Namun, bayangan di sekitarnya dengan mudah menyerap serangan itu.

Rufus melancarkan serangan angin, mencoba meniup kabut gelap itu, tetapi efeknya hanya sebentar sebelum Zael kembali mengendalikannya.

"Kalian masih terlalu lamban," Zael mencibir. "Biarkan aku menunjukkan kepada kalian perbedaan antara kita."

Dalam satu gerakan cepat, dia melesat ke arah Renzu dengan kecepatan yang sulit diikuti mata. Renzu nyaris tidak sempat bereaksi sebelum Zael melayangkan serangan tajam ke arahnya.

Namun, pada detik terakhir, Sistem Astral dalam pikirannya mengaktifkan peringatan otomatis.

Sebuah cahaya biru keperakan muncul di sekitar tubuh Renzu, menahan serangan Zael sebelum bisa menyentuhnya.

Mira memanfaatkan momen itu, menebas dengan tombaknya ke sisi Zael. Dia berhasil mengenai lawannya, tapi hanya meninggalkan luka kecil di lengannya.

Zael melompat mundur, matanya berkilat tajam. "Hmm... sepertinya aku harus sedikit lebih serius."

Dari balik bayangannya, tiga sosok lain muncul anak buahnya, yang masing-masing memegang senjata berlapis energi gelap.

"Kita harus bertarung dengan seluruh kekuatan kita," Renzu berkata tegas, matanya bersinar dengan tekad baru.

Mira mengangguk. "Tidak ada pilihan lain. Kita harus menang."

Rufus mengepalkan tangannya, siap untuk menyerang lagi. "Mari kita habisi mereka."

Dan dengan itu, pertempuran besar di kota pun dimulai.

Setelah pertarungan sengit di kota pelabuhan, Renzu dan timnya tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal lebih lama. Black Crescent telah mengincar mereka secara terbuka, dan Kekaisaran Sunturion pun mulai bergerak di balik layar. Mereka butuh tempat untuk bersembunyi, sekaligus mencari petunjuk baru tentang Gelang Bintang.

Malam itu, mereka berkumpul di ruang belakang Guild Petualang Samudra, yang masih menunjukkan tanda-tanda kerusakan akibat serangan sebelumnya. Kapten Darios duduk di depan mereka, dengan peta besar terbuka di atas meja kayu yang berdebu.

"Kalian harus pergi dari sini secepat mungkin," Darios memulai, suaranya terdengar lelah. "Kekaisaran Sunturion memiliki informan di seluruh kota. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk mengetahui keberadaan kalian."

Mira menyilangkan tangannya. "Lalu ke mana kita harus pergi? Setiap kota besar pasti memiliki mata-mata Kekaisaran."

Darios menunjuk ke satu titik di peta. "Kontinen Aurora."

Rufus mengernyit. "Negeri es itu? Tempat yang terkenal dengan badai salju dan sihir yang sulit dikendalikan?"

"Tepat," Darios mengangguk. "Di sana terdapat kelompok yang dikenal sebagai Ordo Es Purba. Mereka adalah para penyihir kuno yang diyakini memiliki catatan sejarah tentang benda-benda magis legendaris. Jika ada tempat yang bisa memberikan kalian jawaban tentang Gelang Bintang, maka itu di sana."

Renzu menatap peta dengan mata penuh tekad. "Baik. Jika itu satu-satunya tempat yang bisa memberi kita jawaban, kita akan pergi."

Darios menatapnya dalam-dalam. "Perjalanan ini tidak akan mudah. Kalian akan menghadapi lebih banyak bahaya, bukan hanya dari Black Crescent atau Kekaisaran, tetapi juga dari rahasia yang tersembunyi di sana."

Lyra menghela napas. "Itu bukan hal baru bagi kami. Kami sudah melewati banyak hal sejauh ini."

Darios tersenyum kecil. "Kalau begitu, kalian harus berangkat sebelum fajar. Aku akan mengatur sebuah kapal dagang yang bisa membawa kalian sampai ke batas es pertama Aurora."