Langit di atas Arkavia tampak kelabu, meski belum memasuki musim hujan. Suasana di sekitar celah dimensi yang baru saja ditutup masih dipenuhi bau darah dan daging monster yang terbakar. Mayat-mayat monster berserakan di antara reruntuhan gedung, sementara tim pembersih mulai bergerak untuk mengamankan area.
Di antara mereka, seorang pria muda dengan seragam lusuh berdiri sambil menggenggam sapu logam yang digunakan untuk membersihkan sisa energi yang ada di dekat Chaos Rift. Namanya Revian, anggota kelas rendah dari Organisasi Evolusioner Dunia (OED). Tidak seperti yang lain, dia bukan seorang pejuang. Dia hanyalah seorang pembersih, seseorang yang masuk setelah pertempuran selesai untuk memastikan tidak ada residu berbahaya yang tersisa.
Namun, malam ini akan menjadi awal dari sesuatu yang mengubah hidupnya selamanya.
Saat Revian mengayunkan sapu logamnya, ia mendengar suara tawa dari sekelompok anggota tim penyerang yang baru saja kembali dari dalam Chaos Rift. Mereka terlihat puas setelah menyelesaikan misi mereka, beberapa bahkan memamerkan barang rampasan yang mereka ambil dari monster yang mereka kalahkan.
Revian hanya bisa menghela napas. Dia sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini. Para pejuang di OED sering kali memandang rendah orang-orang seperti dirinya, pembersih, orang-orang kelas bawah yang hanya bertugas membereskan kekacauan setelah mereka selesai bertarung.
Tapi sesuatu yang aneh terjadi malam itu.
Tanpa peringatan, Chaos Rift (celah dimensi) yang seharusnya stabil tiba-tiba bergetar. Cahaya ungu yang sebelumnya meredup kini berkedip-kedip dengan intensitas yang menakutkan. Sebuah suara bergemuruh terdengar dari dalamnya, disusul oleh munculnya sesosok monster raksasa yang tak seharusnya ada di celah peringkat rendah.
"Tidak mungkin...! Celah ini berubah jadi peringkat tinggi?!" salah satu pejuang berteriak ketakutan.
Monster itu menatap mereka dengan mata merah menyala. Tubuhnya besar, penuh duri tajam, dan setiap langkahnya mengguncang tanah. Aroma kematian langsung menyebar di udara.
Seketika, para pejuang yang sebelumnya arogan kini gemetar ketakutan. Mereka tahu mereka tidak akan menang. Tanpa berpikir panjang, mereka berbalik dan mulai berlari.
Dan itulah saatnya mereka memilih korban.
"Revian!" salah satu dari mereka berteriak.
Sebelum Revian bisa bereaksi, seseorang dari tim penyerang mendorongnya ke depan, langsung ke hadapan monster yang mengamuk.
"Gunakan dia sebagai umpan!"
Revian terjatuh, matanya melebar saat dia melihat makhluk raksasa itu mengangkat cakarnya, siap menebasnya dalam satu serangan.
Ketakutan menyergapnya. Ia ingin bergerak, tapi tubuhnya terasa kaku. Darahnya berdesir saat ia menyadari bahwa kematian sudah di depan mata.
Debu dan darah mengotori wajahnya. Pandangannya kabur, tapi dia masih bisa melihat para pejuang OED yang sebelumnya bertarung dengan gagah kini berlarian seperti tikus pengecut. Mereka telah mengorbankannya tanpa ragu.
Mereka ingin aku mati.
Monster raksasa itu menggeram, menatapnya seolah dia hanya sepotong daging yang siap dikoyak. Nafas panasnya menyapu wajah Revian, membawa aroma busuk dari mayat-mayat yang membusuk di perutnya.
Refleks, Revian mencoba bergerak, tapi tubuhnya membeku.
Aku… akan mati?
Tak ada yang datang membantunya. Tak ada yang peduli.
Monster itu meraung, lalu mengayunkan cakarnya ke arah Revian.
SLASH!
Rasa sakit meledak di seluruh tubuhnya. Cakar tajam itu menembus perutnya, mengoyak daging dan organ dalamnya. Darah hangat mengalir deras, membasahi tanah di bawahnya. Pandangannya semakin kabur, napasnya tersengal, dan rasa dingin mulai merayapi tubuhnya.
Ini akhirnya?
Tubuhnya gemetar, kesadarannya perlahan memudar. Dunia terasa semakin jauh. Suara teriakan, derap langkah, dan raungan monster terdengar seperti dengungan samar di kejauhan.
Lalu, tepat saat jantungnya hampir berhenti berdetak…
DING!
[Sistem terdeteksi…]
[Menjalankan protokol penyelamatan darurat…]
Suara mekanis bergema di dalam kepalanya, asing dan tanpa emosi. Namun, ada sesuatu dalam nada dinginnya yang terasa seperti harapan.
[Menganalisis kondisi pengguna… 97% kerusakan tubuh terdeteksi. Aktivasi darurat dimulai.]
Tiba-tiba, sesuatu yang panas mengalir dalam tubuhnya. Rasa sakit yang menusuk mulai menghilang sedikit demi sedikit. Luka-luka yang seharusnya fatal perlahan mulai berhenti mengeluarkan darah. Kesadarannya yang hampir lenyap kembali, meskipun tubuhnya masih terasa lemah.
Revian terbatuk, merasakan cairan hangat di tenggorokannya. Darah. Dia masih hidup… tapi hanya sedikit lagi sebelum benar-benar mati.
Lalu suara itu berbicara lagi.
[Misi Awal: Bertahan Hidup]
[Hadapi monster. Bunuh atau bertahan selama 3 menit.]
Revian mengepalkan tinjunya. Amarah dan keputusasaan bercampur dalam pikirannya. Dia tidak tahu suara siapa itu, atau apa yang terjadi dengan tubuhnya. Tapi satu hal yang jelas—
Dia tidak akan mati di sini.
Dengan sisa tenaga, dia menggenggam belati kecil yang terselip di ikat pinggangnya. Jika harus bertahan… maka dia akan bertarung sampai nafas terakhir.
Revian merasakan detak jantungnya berdegup lebih cepat. Entah karena adrenalin atau sesuatu yang lain, tapi tubuhnya mulai bereaksi terhadap suara di kepalanya.
Monster di depannya meraung, mengayunkan cakarnya sekali lagi.
"Sial!" Revian melompat ke samping dengan refleks. Tapi, tubuhnya masih lemah. Gerakannya lebih lambat dari yang diharapkan, dan cakaran itu berhasil mengenai bahunya.
CRAASH!
Revian terhempas, tubuhnya berguling di tanah. Rasa sakit membakar tubuhnya, tapi anehnya, dia masih bisa bergerak.
[Sistem mengaktifkan mode bertahan hidup sementara.]
[Peningkatan fisik sementara: +30% daya tahan, +20% kecepatan.]
Mata Revian melebar. Apa pun sistem ini, itu memberinya kesempatan untuk bertahan. Dia harus menggunakannya.
Monster itu kembali menyerang, rahang raksasanya terbuka lebar, siap menelannya hidup-hidup.
"Kau pikir aku akan diam saja?"
Dengan segenap tenaga, Revian melempar belati kecilnya ke arah mata monster.
SLASH!
Monster itu mengaum kesakitan saat belati itu menancap tepat di bola matanya. Momen itu cukup baginya untuk bangkit. Dia berlari ke arah monster yang mengamuk dan menarik belatinya kembali dengan paksa. Darah kental berceceran ke wajahnya, tapi dia tidak peduli.
[Waktu bertahan hidup tersisa: 1 menit 45 detik.]
Monster itu mengamuk, membabi buta mengayunkan cakarnya ke segala arah. Revian terus bergerak, menghindar dengan lompatan-lompatan cepat.
Tapi sistem itu tidak memberinya cukup kekuatan untuk menang—hanya cukup untuk bertahan.
Aku butuh lebih banyak kekuatan!
Seolah menjawab keinginannya, suara di kepalanya berbicara lagi.
[Opsi tambahan tersedia.]
[Aktifkan 'Skill Awal'?]
Revian tidak berpikir dua kali. "AKTIFKAN!"
[Mengaktifkan Skill: Shadow Step]
Tiba-tiba, tubuhnya terasa lebih ringan. Seperti insting alami, dia bergerak lebih cepat—lebih gesit. Saat monster itu mengayunkan cakarnya lagi, dia tidak hanya menghindar… tapi menghilang dalam bayangan.
Lalu, dia muncul di belakang monster itu dalam sekejap.
"Apa?!"
Tapi dia tidak punya waktu untuk terkejut. Dia segera menancapkan belatinya ke belakang leher monster itu.
SRAAK!
Monster itu menjerit. Darah hitam menyembur dari luka yang dalam.
[Waktu bertahan hidup tersisa: 30 detik.]
Revian menarik napas tajam. Monster ini masih belum mati. Dia harus bertahan sedikit lagi.
Namun, sebelum monster itu bisa membalas, sesuatu terjadi.
DORR!
Tembakan energi biru melesat menembus kepala monster itu. Revian terkejut melihat sosok berseragam OED berdiri di kejauhan, senjata mereka masih mengepul.
Tim penyelamat.
Monster itu roboh dengan suara berat, akhirnya mati.
[Misi Awal Selesai.]
[Poin Bertahan Hidup: +100]
Sistem berbunyi lagi, tapi Revian terlalu lelah untuk memperhatikannya. Tubuhnya ambruk ke tanah. Nafasnya berat, tapi dia masih hidup.
Matanya beralih ke tim penyelamat yang datang menghampiri.
"Orang ini… bagaimana dia bisa bertahan melawan monster level tinggi?" salah satu dari mereka bertanya.
Revian tersenyum kecil, meski seluruh tubuhnya terasa seperti dihancurkan.
Aku tidak mati.
Dan sekarang, semuanya baru saja dimulai.