Chereads / Chaos Rift: Balas Dendam Sang Assassin / Chapter 3 - Bab 3: Langkah Pertama di Jalan Pembalasan

Chapter 3 - Bab 3: Langkah Pertama di Jalan Pembalasan

Dentuman terdengar saat tinju Derrick menghantam tanah, meninggalkan retakan di lantai beton ruang latihan. Namun, yang seharusnya menjadi pukulan telak itu meleset dari sasaran.

Revian sudah tidak berada di sana.

Dalam sepersekian detik, dia bergerak ke samping dengan kecepatan yang bahkan mengejutkannya sendiri. Sistem benar-benar telah meningkatkan kemampuan fisiknya ke tingkat yang jauh di luar ekspektasinya.

Derrick mendengus dan berbalik. "Aku tidak tahu kau secepat ini."

Revian hanya tersenyum tipis. "Aku juga baru tahu."

Tanpa membuang waktu, Derrick kembali menyerang dengan kecepatan yang lebih tinggi, kali ini menggunakan teknik bertarung yang lebih disiplin. Dia melancarkan kombinasi serangan dengan pukulan dan tendangan yang tertata.

Namun, Revian dengan tenang menghindari semuanya.

Dia tidak hanya lebih cepat. Gerakannya lebih ringan, lebih fleksibel, dan instingnya terasa lebih tajam. Seolah tubuhnya sudah terbiasa menghadapi pertarungan semacam ini.

Dan itu memberinya kepercayaan diri untuk melakukan sesuatu yang berani. Saat Derrick mengayunkan tinjunya lagi, Revian tidak mundur. Sebaliknya, dia maju.

Dengan presisi sempurna, dia menangkis serangan itu menggunakan lengannya, memutar tubuhnya, dan dalam satu gerakan cepat, siku kanannya menghantam perut Derrick dengan kekuatan penuh.

Bugh!

Derrick tersentak ke belakang beberapa langkah, matanya melebar karena terkejut. Dia jelas tidak menyangka seorang mantan pembersih seperti Revian bisa menyerangnya seperti itu.

Suasana di sekitar mereka menjadi tegang. Orang-orang yang berlatih di ruangan itu mulai memperhatikan pertarungan mereka.

Derrick menyeringai, bukan marah, melainkan bersemangat. "Kau punya bakat, bocah."

Revian tidak menjawab. Dia tahu pertarungan ini tidak akan berakhir hanya dengan satu serangan.

Derrick kembali menerjang, tapi kali ini lebih berhati-hati. Dia mengubah strategi, mencoba menebak pola gerakan Revian.

Revian menyadari hal itu.

Tapi…

Sistem bekerja di pihaknya.

[Sistem mengaktifkan: Silent Mind]

Seketika, Revian merasakan sesuatu dalam pikirannya berubah. Dia bisa membaca pergerakan Derrick lebih jelas, bukan dengan cara membaca pikiran, tapi dengan mengantisipasi pola dan ritme tubuhnya.

Ketika Derrick mengayunkan tendangan rendahnya, Revian sudah melompat lebih dulu. Ketika dia mencoba melancarkan pukulan, Revian sudah berada di belakangnya.

Kecepatan. Presisi. Insting.

Derrick semakin frustrasi. Hingga akhirnya—

Revian melihat celah.

Dia berputar dan menendang kaki Derrick dengan keras.

Krak!

Derrick kehilangan keseimbangan, dan dalam sekejap, Revian sudah berada di atasnya dengan tinju terangkat tinggi, siap menghantam wajahnya.

Namun, sebelum pukulan itu dilayangkan—

"Cukup."

Sebuah suara dingin terdengar di antara mereka.

Revian membeku. Begitu juga Derrick.

Mereka sama-sama menoleh.

Di ambang pintu, seorang wanita berdiri dengan tatapan tajam. Rambut peraknya berkilauan di bawah cahaya, dan zirah hitam-merahnya memancarkan aura yang tak bisa diabaikan.

Valeria Azelith.

Salah satu eksekutif OED.

Revian menurunkan tinjunya perlahan. Dia tahu betul bahwa kehadiran wanita ini tidak pernah membawa sesuatu yang sederhana.

Valeria menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Ikut aku."

Revian mengernyit. "Kenapa?"

"Kau akan segera tahu."

Hening sejenak.

Kemudian, Revian berdiri dan mengikuti Valeria keluar dari ruang latihan, meninggalkan Derrick yang masih terengah-engah di lantai.

Revian mengikuti Valeria menyusuri koridor markas OED, langkah kakinya mantap meskipun pikirannya dipenuhi pertanyaan.

Kenapa dia mencariku?

Valeria tidak mengatakan apa pun saat mereka berjalan, dan Revian memilih untuk tidak bertanya lebih dulu. Wanita ini dikenal sebagai salah satu petarung paling kuat di OED, dan dia bukan tipe orang yang membuang waktu dengan hal yang tidak penting.

Mereka akhirnya tiba di depan sebuah pintu dengan panel keamanan. Valeria menempelkan tangannya di sensor tersebut, dan pintu terbuka dengan suara desisan pelan.

Ruangan di dalamnya luas, diterangi oleh cahaya biru lembut yang berasal dari berbagai layar holografik yang melayang di udara. Di tengah ruangan, seorang pria duduk dengan santai di kursinya.

Jenderal Armand.

Revian segera mengenali pemimpin strategis OED itu. Rambut pendeknya yang mulai memutih menunjukkan usianya, tetapi tatapan matanya tetap tajam, penuh pengalaman.

Valeria berjalan masuk tanpa ragu, sementara Revian mengikutinya dengan sedikit waspada.

"Jadi, kau anak baru yang membuat kehebohan di Rift merah," kata Armand dengan suara datar, tetapi nadanya mengandung ketertarikan yang samar.

Revian tetap diam, menunggu.

Armand menyilangkan kakinya. "Aku sudah melihat rekaman pertarunganmu. Sejujurnya, aku tidak mengira seorang mantan pembersih sepertimu bisa bertahan, apalagi melawan monster yang seharusnya berada di luar kemampuanmu."

Revian menatap pria itu tanpa ekspresi.

Dia sudah menduga hal ini. Tidak mungkin OED tidak memperhatikan sesuatu yang mencurigakan seperti dirinya yang tiba-tiba bertambah kuat.

Valeria bersandar ke meja, menatapnya dengan mata dingin. "Aku ingin tahu satu hal, Revian."

Revian menunggu.

"Apa kau mendapatkan sesuatu di dalam Rift itu?"

Pertanyaan itu membuat Revian menegang sedikit.

Apa yang mereka tahu?

Dia harus hati-hati dalam menjawab.

"Aku hanya bertarung untuk bertahan hidup," katanya akhirnya, suaranya tenang. "Jika aku terlihat lebih kuat, mungkin itu karena aku tidak ingin mati."

Armand mengamati ekspresinya. "Menarik."

Kemudian, dia menggeser salah satu layar holografik di hadapannya, memperlihatkan rekaman pertempuran Revian di dalam Rift.

Revian melihat dirinya sendiri bergerak dengan kecepatan tinggi, menghindari serangan monster, dan melancarkan serangan dengan presisi yang luar biasa. Itu adalah bukti nyata dari peningkatan kemampuannya.

Namun, bukan itu yang menarik perhatiannya.

Di sudut layar, sesuatu berkedip samar.

Sebuah bayangan.

Revian menyipitkan mata. Itu bukan monster. Dan bukan juga manusia. Bayangan itu hanya muncul sebentar sebelum menghilang.

Armand mengetuk meja. "Apa kau melihatnya?"

Revian mengangguk pelan. "Ya."

Armand bersandar ke kursinya. "Kami tidak tahu apa itu. Tapi yang jelas, ada sesuatu yang bersembunyi di dalam Rift merah itu, sesuatu yang bahkan sensor kami hampir tidak bisa deteksi."

Revian terdiam.

Dia tidak tahu bayangan apa itu, tetapi… kenapa dia merasa seperti pernah merasakannya?

Valeria menatapnya tajam. "Jika kau melihat atau merasakan sesuatu yang aneh saat berada di dalam Rift, sekarang saatnya untuk memberitahu kami."

Revian berpikir cepat.

Dia tidak bisa memberi tahu mereka tentang sistemnya. Itu akan membuatnya menjadi bahan eksperimen, atau lebih buruknya lagi, dia akan dianggap sebagai ancaman.

Tapi dia juga tidak bisa berbohong terlalu banyak.

"Aku merasa ada sesuatu yang mengawasi kami," katanya jujur. "Aku tidak bisa menjelaskannya, tapi itu bukan hanya monster."

Armand dan Valeria saling bertukar pandang.

"Itu cukup sesuai dengan hipotesis kami," kata Armand akhirnya. "Kami menduga ada sesuatu di Rift yang lebih dari sekadar monster biasa. Dan sepertinya, kau cukup sensitif untuk menyadarinya."

Revian tetap diam.

Valeria melipat tangannya. "Kami akan menyelidikinya lebih lanjut. Sementara itu…"

Dia menatap Revian dengan ekspresi serius.

"Aku ingin kau tetap waspada. Jika kau merasakan sesuatu yang aneh lagi, jangan coba-coba menyembunyikannya dari kami."

Revian mengangguk.

Armand tersenyum tipis. "Baiklah. Kau boleh pergi."

Revian tidak membuang waktu. Dia ingin cepat-cepat pergi dari sana, setelah memberi hormat singkat, dia berbalik dan meninggalkan ruangan itu, pikirannya masih dipenuhi pertanyaan.

---

Saat meninggalkan ruangan Jenderal Armand, Revian merasa pikirannya masih kacau. Informasi tentang bayangan misterius di dalam Rift merah itu terus berputar di kepalanya.

Apa sebenarnya yang bersembunyi di sana?

Tanpa sadar, langkahnya membawanya ke salah satu lorong yang lebih sepi di markas OED. Dia butuh waktu untuk berpikir, untuk memahami semua yang baru saja terjadi. Namun, ketika dia sadar di mana dirinya berada, dia mendapati dirinya berdiri di depan sebuah pintu yang tampak lebih berat dan lebih dijaga daripada pintu lain di fasilitas ini.

Ruangan arsip rahasia.

Dia menoleh ke kiri dan kanan. Tak ada siapa-siapa.

Mungkin hanya sebentar…

Dengan hati-hati, Revian menempelkan telinganya ke pintu. Tidak ada suara. Dia mencoba menekan panel akses, tetapi—

Bip.

Akses ditolak.

Namun, saat dia bersiap untuk pergi, pintu itu tiba-tiba terbuka sendiri.

Revian membeku.

Apa ini kebetulan? Atau…?

Dorongan rasa ingin tahu mengalahkan keraguannya. Dengan langkah hati-hati, dia masuk ke dalam ruangan. Begitu pintu tertutup di belakangnya, suasana berubah drastis.

Ruangan arsip rahasia terasa lebih dingin dari biasanya. Cahaya layar holografik masih bersinar redup, menampilkan data mengerikan tentang eksperimen manusia yang telah bermutasi menjadi sesuatu yang bukan lagi manusia.

Mata Revian menyusuri data-data itu.

"Subjek U-23: Hasil percobaan stabil. Penyatuan dengan inti monster berhasil, tetapi kehilangan kemanusiaan sepenuhnya."

"Subjek Y-17: Gagal. Proses mutasi tak terkendali. Subjek dieliminasi."

Gambar-gambar yang muncul di layar memperlihatkan tubuh manusia yang berubah mengerikan, beberapa dengan anggota tubuh memanjang secara tidak wajar, beberapa dengan kulit yang mulai menyerupai monster dari Rift.

Revian mengepalkan tangan.

Apa-apaan ini…?

Dia hendak menggali lebih dalam, tetapi…

"Aku tak menyangka kau akan datang ke tempat ini."

Suara dingin yang familiar terdengar.

Revian menoleh cepat.

Di depan pintu, Valeria berdiri, diam-diam mengawasinya.

Mata peraknya bersinar tajam dalam cahaya redup, dan meskipun ekspresinya tetap tenang, auranya terasa lebih berat dari sebelumnya.

Dia melihat semuanya.

Jantung Revian berdebar. Bukan karena takut, tetapi karena dia tahu… dia baru saja melangkah ke dalam sesuatu yang lebih besar dari yang bisa dia bayangkan.