Namun, keberuntungannya tidak berpihak. Pemilik kios, seorang pria berotot dengan tatapan tajam, tiba-tiba menyadari tindakannya. "Hei! Apa yang kau lakukan di sini?" teriak pria itu sambil mengejar Thomas yang mulai berlari dengan panik.Thomas berlari secepat mungkin, melewati kerumunan yang mulai berdecak kagum. Namun, di tengah keputusasaannya, dia terpeleset di antara kerumunan, jatuh ke tanah dan terluka. Pedagang itu dengan kasar mengepalkan tangan dan mulai memukuli Thomas tanpa ampun. Tubuhnya terguncang oleh pukulan demi pukulan, darah mulai menetes dari hidungnya yang terkulai. Orang-orang di sekitar mulai berkerumun, tertawa dan mengejeknya tanpa belas kasihan.Rasa sakit dan rasa malu menyelimuti Thomas. Dia mencoba untuk bangkit, namun tubuhnya yang lemah tidak menanggapi. Matanya mulai mengabur, dan dunia di sekitarnya menjadi kabur. Rasa sakit yang mendalam membuatnya merasa ingin menyendiri, melarikan diri dari pandangan semua orang yang menyaksikan penderitaannya.Dengan napas yang tersengal-sengal, Thomas berusaha mencari jalan keluar dari kerumunan. Namun, sebelum dia bisa bergerak lebih jauh, dia melihat sosok yang berbeda di tengah keramaian. Seorang pria paruh baya dengan perawakan gendut dan berjenggot putih, berpakaian rapi meski di lingkungan yang kumuh ini, memperhatikan Thomas dengan penuh perhatian. Pria itu tampak tidak tertarik dengan kerumunan yang berisik, namun matanya tertuju pada Thomas yang sedang berjuang di tengah kerumunan.Thomas, yang biasanya enggan menunjukkan kelemahan, merasa ada sesuatu yang berbeda dari pria ini. Dengan sisa tenaga yang dia miliki, dia memberanikan diri untuk mendekati pria tersebut, meski tubuhnya terasa nyaris tak berdaya."Maafkan saya, Pak," kata Thomas dengan suara serak, suaranya bergetar akibat rasa sakit. "Saya tidak bermaksud...."Pria itu mengangguk tanpa kata, lalu dengan lembut mengulurkan tangan untuk membantu Thomas berdiri. "Aku melihat apa yang terjadi. Kau butuh bantuan."Thomas mengangguk, merasa bingung dan tidak percaya dengan kebaikan yang ditunjukkan oleh orang asing ini. "Aku hanya mencoba untuk mencari uang untuk keluarga. Tapi semuanya tidak pernah cukup."Pria itu tersenyum hangat, mata birunya memancarkan ketulusan. "Namaku Sam, Panggil Aku "Paman Sam" pemilik toko koran di seberang jalan. Aku sering melihat anak-anak sepertimu berjuang di pasar. Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?"Thomas merasa ragu pada awalnya. Dia tidak terbiasa menerima kebaikan dari orang asing, apalagi di saat-saat seberat ini. Namun, melihat ketulusan di mata Sam, dia memutuskan untuk membuka diri. "Saya... saya tidak tahu harus berbuat apa lagi, Paman Sam. Kami benar-benar butuh bantuan."Sam mengangguk penuh pengertian. "Aku tahu betapa sulitnya hidup di sini. Aku pernah berada di posisi yang sama dulu. Mungkin aku bisa menawarkanmu sesuatu yang bisa membantumu."Dengan hati yang cemas dan penuh harapan, Thomas menerima tawaran itu. Sam kemudian mengajak Thomas berjalan ke tokonya yang kecil namun rapi, terletak di sudut jalan yang tidak terlalu ramai. Di dalam toko, aroma tinta dan kertas baru memenuhi udara, menciptakan suasana yang berbeda dari kerasnya pelabuhan.Thomas merasa penasaran dan mulai mengintip ke rak-rak koran terbaru yang teratur tersusun. Dia melihat berbagai judul menarik dan informasi terkini yang diimpornya. Ketertarikannya terhadap informasi membuatnya semakin dekat dengan Sam, yang memperhatikan keinginannya untuk memahami lebih dalam tentang koran-koran tersebut."Apakah kau tertarik dengan berita-berita ini?" tanya Sam, memperhatikan minat Thomas. "Koran ini bisa sangat berguna untukmu, apalagi jika kau membutuhkan informasi terbaru untuk mencari peluang."Thomas mengangguk, matanya berbinar melihat deretan koran yang diimpornya. "Ya, Paman Sam. Informasi sangat penting bagi saya. Dengan informasi yang tepat, saya bisa mencari cara yang lebih baik untuk menghidupi keluarga saya."Sam tersenyum, terlihat terkesan dengan jawaban Thomas yang jujur dan penuh semangat. "Aku melihat kau adalah anak yang jujur dan pekerja keras. Itu adalah kualitas yang sangat berharga. Aku bisa memberimu sedikit makanan dan uang untuk membantu kebutuhanmu."Thomas merasa terkejut dan bersyukur atas tawaran itu. "Terima kasih, Paman Sam. Saya sangat menghargainya."Sam kemudian mengeluarkan beberapa sisa makanan dari balik meja dan memberikan beberapa koin kepada Thomas. "Ini untukmu dan keluargamu. Aku tahu ini mungkin tidak banyak, tapi semoga bisa membantu setidaknya untuk hari ini."Thomas menerima makanan dan uang itu dengan rasa terima kasih yang mendalam. "Terima kasih banyak, Paman Sam. Saya tidak tahu harus berkata apa."Sam menepuk bahu Thomas dengan ramah. "Jangan khawatir tentang itu. Aku percaya kau akan bisa menggunakan bantuan ini sebaik mungkin. Jika kau butuh sesuatu lagi, jangan ragu untuk datang kembali."Dengan hati yang lebih ringan, Thomas meninggalkan toko koran Sam, membawa makanan dan uang yang telah diberikan. Malam itu, meski tubuhnya masih terasa nyeri akibat pukulan, hatinya dipenuhi dengan harapan baru.Sesampainya di rumah, Thomas mencoba mengatur sisa uangnya untuk membeli makanan bagi Jack dan Murphy. Dengan hati-hati, dia pergi ke toko kelontong terdekat dan membeli beberapa roti dan sayuran. Namun, karena keterbatasan uang, dia hanya bisa membeli sedikit makanan. Tanpa disadari ada sisa makanan itu berada di sudut bibir Thomas setelah dia makan makanan pemberian Sam.Sesampainya dirumah Thomas duduk dan setengah tertidur hingga Murphy, yang sedang tidak sadar akan lelahnya, dengan tangan gemetar mengambil sisa makanan disudut bibir Thomas itu. Dia duduk di samping Thomas, matanya mulai berkaca-kaca. "Kakak, aku lapar," bisiknya sambil memakan sisa roti yang dia ambil dari sudut bibir thomas. Lalu Thomas sadar dan langsung memberikan roti yang baru saja dia beli kepada jack dan murphy.Thomas menatap kedua adiknya tersebut dengan hati yang hancur. Dia merasa bersalah karena tidak bisa memberikan lebih banyak, meski sudah berusaha sekuat tenaga. "Maafkan aku, Murphy. Aku berusaha yang terbaik," bisiknya pelan, air mata mulai mengalir di pipinya.Jack, yang juga merasa lapar, mencoba untuk menghibur adiknya dengan memeluknya. "Tidak apa-apa, Murph. Nanti kita akan mendapatkan makanan lagi."Namun, ketiganya tahu bahwa situasi mereka masih jauh dari kata baik. Thomas duduk di samping mereka, memandang langit yang dipenuhi bintang dengan perasaan campur aduk. Dia merasa bersalah karena harus terus-menerus mencari cara untuk bertahan hidup, namun dia juga merasa berterima kasih atas bantuan yang diberikan oleh Sam. Malam itu, meski penuh dengan luka dan air mata, memberikan sedikit harapan baru bagi keluarga kecil ini.Di balik wajah keras dan cerdas Thomas, tersembunyi sebuah kisah yang penuh liku dan tragedi. Keluarga mereka dulunya adalah simbol kekayaan dan kejayaan di dunia bisnis minyak. Ayah mereka, Edward, adalah seorang pengusaha sukses yang mendirikan perusahaan minyak besar, sementara ibu mereka, Victoria, dikenal sebagai wanita yang anggun dan dermawan, sering terlibat dalam kegiatan amal.Namun, semua itu berubah drastis dalam waktu singkat. Edward dan Victoria mulai terjerumus ke dalam dunia narkoba, sebuah kebiasaan yang dimulai sebagai cara untuk mengatasi tekanan bisnis yang semakin berat. Mereka sering berjudi dalam upaya mempertahankan perusahaan mereka, yang sayangnya, malah mempercepat kehancuran finansial keluarga. Kompetitor mereka, yang lebih licik dan tak segan-segan menggunakan cara kotor, berhasil menguasai pasar, membuat perusahaan Edward bangkrut dalam waktu singkat.Ketergantungan Edward dan Victoria terhadap narkoba semakin parah, hingga akhirnya kedua orang tua mereka tewas karena overdosis. Kejadian itu mengguncang dasar kehidupan Thomas, Jack, dan Murphy. Tanpa bimbingan dan perlindungan dari orang tua, ketiga saudara itu terpaksa harus bertahan hidup di jalanan London, jauh dari kenyamanan dan kemewahan yang pernah mereka nikmati.Thomas, yang masih remaja saat itu, merasa bertanggung jawab penuh atas nasib adiknya. Dengan keberanian dan kecerdikannya, dia berusaha menjaga Jack yang berusia 10 tahun dan Murphy yang baru 7 tahun agar tetap aman dan sehat. Namun, hidup di jalanan tidaklah mudah. Mereka harus menghadapi lapar, dingin, dan bahaya yang selalu mengintai. Setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup, dan setiap malam adalah mimpi buruk tentang masa lalu yang hancur.Malam itu, ketika melihat Jack dan Murphy yang masih tertidur dengan wajah pucat dan tubuh kurus, Thomas tidak bisa menahan dirinya untuk teringat akan hari-hari bahagia yang pernah mereka miliki. Dia mengingat betapa hangatnya rumah mereka dulu, betapa ibu selalu menyiapkan makanan lezat, dan ayah yang selalu memberikan nasihat bijak. Semua itu terasa seperti mimpi yang jauh sekarang.Thomas tahu bahwa untuk menjaga adiknya tetap hidup, dia harus terus mencari cara untuk mendapatkan uang. Namun, setiap upaya yang dia lakukan sepertinya semakin memperburuk keadaan. Kecerdikannya dalam bisnis tidak bisa diterapkan di dunia gelap pelabuhan, dan usahanya yang sedikit nakal sering kali membawanya ke masalah. Namun, dia tidak punya pilihan lain. Tanpa usaha keras, mereka semua akan mati kelaparan dan dingin di jalanan.Malam itu, setelah memberikan makanan yang dia beli dengan uang dari Sam, Thomas merasa kelelahan namun sedikit lega. Dia menyadari bahwa bantuan dari Sam adalah secercah harapan yang mungkin bisa mengubah nasib mereka. Namun, rasa bersalah masih menghantui dirinya. Dia selalu merasa bahwa dia seharusnya bisa melakukan lebih banyak untuk keluarganya.Thomas menatap langit yang mulai berubah warna menjadi biru kehitaman, menandakan bahwa malam semakin larut. Dengan hati yang berat, dia mencoba untuk melepaskan rasa sakit dan kelelahan, berharap bahwa esok hari akan membawa perubahan yang lebih baik.