Bab 7: Perjalanan yang Tidak Terelakkan
Keesokan harinya, Zaon kembali berlatih di ruang ramuan, tetapi pikirannya masih dipenuhi oleh kata-kata pria misterius semalam: "Kau tidak bisa menghindari takdirmu selamanya." Zaon merasa ada sesuatu yang lebih besar yang menariknya ke dalam dunia yang jauh dari kehidupan damainya. Meskipun ia ingin menghindari konflik dan kekerasan, dunia sepertinya tidak memberi pilihan.
Hari-hari berlalu, Zaon semakin banyak belajar tentang obat-obatan dari Liang, kakak seniornya yang selalu mendampinginya. Namun semakin ia belajar, semakin terasa bahwa pengobatan hanyalah sisi lain dari dunia yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Zaon sadar bahwa meskipun ia tidak ingin terlibat dalam pertempuran, takdirnya tampaknya sudah digariskan.
Suatu pagi, Zaon duduk di bawah pohon besar, mengamati ramuan yang ia buat dengan hati yang gelisah. Liang datang menghampirinya dan duduk di sampingnya, menyadari ekspresi cemas yang terpancar dari wajah Zaon.
"Ada apa denganmu, Zaon? Sepertinya pikirmu jauh," tanya Liang, mengamati.
Zaon menghela napas. "Aku merasa seperti terjebak. Aku tidak tahu apakah jalan ini benar. Aku tidak ingin terlibat dalam kekerasan, tetapi dunia sepertinya tidak memberi pilihan."
Liang menatap Zaon dengan serius, memandangnya seolah ingin memberikan nasihat. "Dunia memang penuh dengan pilihan, tetapi ingat, kadang takdir tidak bisa dihindari begitu saja. Ada kalanya kita harus menghadapi jalan yang sulit, meskipun itu berarti harus melindungi orang yang kita cintai."
Zaon menatap kakak seniornya dengan penuh rasa bingung. "Tapi bagaimana jika aku salah? Aku takut pilihan ini akan menghancurkan segalanya."
Liang tersenyum tipis, menepuk bahu Zaon dengan lembut. "Kadang, jalan yang benar bukanlah yang mudah. Tapi itu adalah bagian dari takdir kita. Kau punya kemampuan untuk membawa perubahan, meskipun itu berarti harus berhadapan dengan dunia yang keras."
Zaon merenung, merasa ada kebenaran dalam kata-kata Liang, tetapi hatinya tetap gelisah. Ia masih ragu tentang apa yang harus dilakukannya.
---
Bab 8: Mimpi yang Menuntun
Malam itu, setelah latihan yang panjang dan melelahkan, Zaon tertidur dalam kelelahan. Namun tidurnya tidak tenang, ia terbangun di tengah malam dengan napas terengah-engah. Di dalam tidurnya, ia melihat mimpi yang mengganggu.
Ia berdiri di medan perang yang penuh darah, bau kematian begitu pekat di udara. Di hadapannya, seorang pria besar dengan armor hitam, pedang besar di tangan, menatapnya dengan mata yang memancarkan aura gelap. Wajah pria itu tertutup helm yang tampaknya tidak bisa ditembus oleh apapun.
Tiba-tiba, pria itu menatap Zaon, dan suara beratnya terdengar jelas di telinganya.
"Zaon, jalanmu akan penuh tantangan. Takdirmu tidak akan bisa kau hindari. Dunia membutuhkan tanganmu untuk menyembuhkan, tapi jangan lupakan, setiap pilihan akan membawa konsekuensinya."
Zaon terbangun dengan jantung berdebar kencang. Ia bisa merasakan betapa nyata mimpi itu, seperti ada pesan yang harus ia dengar, meskipun ia tidak tahu apa itu.
---
Bab 9: Kunci Keputusan
Keesokan harinya, Zaon mendekati Liang dan menceritakan mimpi yang baru saja dialaminya. Liang mendengarkan dengan seksama, mengangguk pelan setelah Zaon selesai.
"Mimpi sering kali membawa pesan dari alam semesta, Zaon. Bisa jadi itu adalah peringatan atau petunjuk. Apa pun itu, kau harus memilih jalan yang paling benar bagi hatimu."
Zaon menatap kakak seniornya dengan ragu. "Aku takut keputusan yang salah akan menghancurkan segalanya."
Liang tersenyum, matanya penuh kebijaksanaan. "Tidak ada yang bisa melihat masa depan dengan pasti. Tapi jika kau mengikuti hati dan berpegang pada nilai-nilai yang benar, maka apapun yang terjadi, jalanmu akan membawa kebenaran."
Zaon menundukkan kepala, merenung dalam-dalam. Kata-kata Liang memberi sedikit ketenangan, namun ia tahu bahwa jalan yang ia pilih tidak akan mudah.
Dengan keputusan yang sudah bulat, Zaon tahu satu hal pasti: ia tidak bisa terus menghindar. Dunia ini lebih besar dari sekadar menjadi penyembuh. Ia harus siap menghadapi kenyataan, bahkan jika itu berarti harus bertarung.
---