Chereads / Alkisah si Pahlawan Palsu / Chapter 2 - Percakapan di Kereta Kuda

Chapter 2 - Percakapan di Kereta Kuda

"Zack," ulang anak laki-laki itu ketika ditanya soal namanya untuk kesekian kalinya. Tampangnya sudah lebih bersih dibandingkan terakhir kali Ksatria Behold menemukannya di Desa Molome. Saat itu, keduanya sedang duduk berhadapan di dalam kereta kuda.

Ksatria Behold baru mendapat kesempatan untuk berbicara dengan Zack, anak yang diselamatkannya itu. Satu-satunya yang selamat dari Desa Molome. Sosok yang mungkin telah membunuh Gharb si Pemantik. Karena seminggu ini, dia mengurusi banyak hal. Termasuk perizinan Zack untuk tinggal di Panti Asuhan Karfis. Zack diserahkan pada Jehan di mansion miliknya untuk pemulihan.

"Baiklah, Zack! Jadi, apa yang sebenarnya terjadi waktu itu?" tanya Ksatria Behold. Dia sudah menahan pertanyaan itu, semenjak seminggu yang lalu.

Zack menghela napas panjang. Tak mengalihkan pandangannya dari jendela kereta kuda. Dia menikmati bangunan kota yang mereka lewati dengan seksama. Lalu, menggeleng. "Saya sama sekali tak mengingatnya." Jawaban sama yang dia lontarkan pada orang-orang yang telah menanyainya. Termasuk Jehan salah satunya.

Zack tidak berbohong. Dia benar-benar tidak mengingat jelas apa yang sebenarnya terjadi. Malahan, dia masih merasa sedih dan takut dengan kejadian hari itu. Ketika Gharb si Pemantik dan pasukannya datang menyerang desanya. Dia masih ingat tubuh Gharb yang membara seperti terbakar. Teriakan orang-orang yang dikenalnya. Orang tuanya yang mati mengenaskan terkena kayu rumah yang jatuh. Terlalu banyak kesedihan.

Yang paling dia ingat, ketika semuanya sedang kacau. Zack pergi ke gudang belakang. Mengambil pedang pemberian kakeknya. Dia berlari menantang Gharb. Satu hal yang membuat, Zack berani melakukannya. Karena dia tak ingin mati sebagai pengecut. Dia mau melawan. Pemikiran naif seorang anak 12 tahun karena sering mendengar dongeng-dongen tentang pahlawan.

Zack berdiri dengan kaki gemetar. Dia menghunuskan pedangnya. Pedang yang hanya tersisa pangkalnya saja. Dia tidak tahu, ujungnya ada di mana. Sejak dulu, sudah seperti itu. Dia berhadapan dengan Gharb si Pemantik yang tubuhnya lima kali lipat dengan dirinya. Kobaran api, menyala dari tubuhnya. Seketika ketakutan langsung melahap Zack. Membuat seluruh badannya bergetar. Bahkan dia menangis. Anehnya dia tidak mundur. Setelahnya, dia tak ingat apa-apa. Bahkan dia berpikir dirinya telah mati. Tapi, tiba-tiba saja, dia telah terbangun di ranjang yang nyaman berpuluh-puluh kilometer dari Desa Molome, mansion milik Ksatria Behold.

"Baiklah, Nak. Aku tak akan memaksmu bercerita. Tapi, dengar. Desas-desus tentangmu telah tersebar."

Zack mengalihkan pandangannya. Kini menatap wajah Ksatria Behold secata langsung. Dia bisa melihat jelas jambang orang tua itu yang sudah berwarna putih seutuhnya. "Desas-desus apa?"

"Desas-desus soal kau yang mengalahkan Gharb si Pemantik. Kau dikenal sebagai seorang pahlawan sekarang."

"Aku, seorang pahlawan?" Mata Zack berbinar. Menjadi seorang pahlawan adalah mimpinya sejak dulu. Dan sekarang, dia telah memperoleh gelar itu di usianya yang ke dua belas. Dia tampak senang. Senyum lebar terukir di wajahnya.

"Jangan terlalu senang, Zack. Menjadi pahlawan itu tanggung jawabnya berat."

Zack mengangguk. Tapi dia tak benar-benar paham apa yang dimaksud dengan Ksatria Behold. Pikirannya malah terbang jauh membayangkan dirinya menjadi seorang pahlawan. Membawa pedang besar sesungguhnya. Bukan pedang jelek peninggalan kakeknya itu. Lalu, melawan monster. Menolong banyak orang. Dia tersenyum membayangkan semuanya.

Setelahnya Ksatria Behold membrikan nasehat pada Zack agar sesampainya di Pantu Asuhan Karfis nanti bisa menjaga sikap dan hal-hal kecil lainnya. Tapi Zack tak benar-benar mendengarkan. Dia sesekali mengangguk kosong. Pikirannya masih tenggelam dalam fantasinya menjadi seorang pahlawan. Dipuja banyak orang.

Hingga akhirnya kereta kuda itu berhenti. "Kita sudah sampai, Zack. Persiapkan dirimu."