Chapter 3 - One

Terlihat beberapa pelanggan sedang memesan makanan lewat sebuah layar di depan pintu masuk. Beberapa sedang duduk ; menyantap makanan nya. Sedangkan aku sedang melayani pembeli.

"Selamat siang, ingin pesan apa?" Ucap Einreign datar.

"Oh, 3 Burger dan satu Coca Cola."

"Baik, silahkan ditunggu ya. Antrian nomor 12."

Beberapa pembeli ada yang memesan lewat layar dan ada yang menghampiri kasir.

"3 Burger, satu Coca Cola." Aku memberi tahu salah satu teman ku.

"Siap."

.

.

"Sepi banget ya?" Ucap teman kerja wanita disamping ku.

"Huh?" Aku tidak memperhatikannya, pendengaran ku agak kurang. lalu, aku memutar tubuh dan mengangkat alis.

"Sepi banget."

"Ohh. memang"

Aku menjawab singkat bukan karena sok dingin atau jual mahal. namun, karena aku tidak bisa berinteraksi dengan wanita. Aku, tidak tahu cara merespon yang baik.

.

.

"Hei?" Teman ku bertanya.

"Kenapa?"

"Kau melamun, ada apa?"

"Maksudnya?"

"Ini, pesanan 12"

Entah, aku merasa pusing. Kenapa tiba tiba pesanan sudah jadi? aku ingat, aku sedang berbicara dengan teman ku tadi. Aku mengambil nampan itu, lalu aku menaruh di meja kasir.

"12 ya?"

"Iya, silahkan. selamat menikmati—"

BOOM.

Aku menyerahkan nampan itu, namun tiba tiba saja ledakan terjadi. Semuanya terasa pusing. aku bahkan terasa seperti tersedot. Apakah kau pernah merasakan pusing? pusing yang berputar. Mungkin seperti itu rasanya.

Seketika, semuanya gelap. Namun aku masih memiliki kesadaran. Beberapa orang terdengar berteriak.

"Kebakaran!"

"Dapur nya meledak?"

"Anak ku!!!"

"Kabur!!"

"Telepon ambulan!!"

Aku membuka mata, melihat aku berada di sebuah pedesaan. Aroma dari lumpur dan hujan memasuki hidung ku, cahaya cahaya dari lentera menerangi jalanan. ada kereta kuda, ada seseorang yang membawa kuda.

Aku bernafas dan menghembuskan nafasku. aku melihat Jalanan setapak ini penuh lumpur, beberapa orang terlalu sibuk akan kegiatan mereka.

"Eh?" Aku kebingungan.

Aku memutar tubuh ku, namun sesuatu telah jatuh. Burger dari nampan ku.

"Huh?" Aku kebingungan, lalu mengambil Burger yang jatuh.

Aku masih memegang nampan berisi 3 Burger yang sekarang telah jatuh semua. Untung saja, tetap terbungkus rapih. Minuman Coca Cola juga jatuh. namun tumpah banyak sekali, hanya menyisakan setengah dan mungkin ada lumpur yang masuk.

"Bukankah tadi lagi kerja ya? tapi—"

kepala ku terasa sakit dan aku mencoba mengingat.

"Ledakan, ada ledakan! Tapi, sekarang aku ada dimana?"

"Hei, pemuda!" Seorang pria paruh baya memanggil ku.

"Aku?"

"Ya, kau. Minggirlah, jangan di tengah jalan."

"Oh—"

Sial, aku lupa akan situasi. Aku berlari ke arah Pria tua itu. Ia sedang berdiri di seberang jalan. Aku berlari, sambil membawa nampan ku. aku melihat, ada sebuah tempat bertulis "Classic Bar" Mungkin, inikah surga? Aku akhirnya sampai ke pria tua itu, ada sebuah meja di depan pintu bar aku menaruh nampan ku disitu dan membersihkan sepatu ku yah penuh dengan lumpur.

"Pak? Ini di desa mana ya?"

"Desa? Ini kota Valentine."

"Hah? Kota?"

"Iya, kau pasti pendatang ya? pakaian mu bagus sekali. apa kau dari keluarga bangsawan?"

"Bangsawan? Ah, bisa saja." Aku tertawa singkat.

"Datang dari selatan ya? Redgrid?"

Aku memasang wajah aneh karena kebingungan, tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Aduh, saya tidak tahu dimana itu. Tapi, kenapa tempat ini seperti di Eropa ya."

"Eropa? Kita ini sebenarnya membahas apa?"

"Eh? Ini dimana?"

"Ya ini di Kota Valentine!"

"Cukup! Oke—di Indonesia mana?"

"Indonesia? apa itu? sebuah bangsa dimana?"

"Tuhan! Ini dimana? sudah cukup prank nya!!!"

"Kau ini kenapa? Mungkin kau tersesat."

"Benar, Ya memang aku sudah tersesat! aku tiba tiba berada disini!"

"Huh? Aku melihat mu berdiri disana sedari tadi."

"Cukup, apakah ini isekai?"

"Ya Tuhan Theo. Kenapa sih kau ini? dari tadi berbicara hal hal aneh."

"Theo? —"

"Yo, Pak Klein. ada apa ini?" tiba tiba saja seseorang? atau hewan? ia memiliki wajah seperti kadal namun berbadan manusia.

"WAH?!"

Aku kaget, berjalan mundur karena melihat orang yang bermuka kadal itu.

"Tuh, dia dari tadi kebingungan."

"Klein, mungkin dia tersesat."

"Dia sendiri bilang bahwa dia sedang tersesat."

"Tch, Tersesat. Tapi jangan Rasis lah!"

"Rasis? Apanya?" Aku kebingungan. "Sudah cukup, dimana kamera nya?" Aku melihat sekeliling.

"Banyak sekali kata kata yang aneh keluar dari anak muda itu. Grag, Coba beri dia minum dulu."

"Hei, kemari lah. siapa nama mu?"

Aku kebingungan, aku mencoba berjalan mendekati mereka lagi. aku berfikir nama ku siapa.

"Einreign."

"Rein Vaal Einreign."