Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Because of Ticket!

🇮🇩jihanvelia
14
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 14 chs / week.
--
NOT RATINGS
97
Views
Synopsis
Karena kepengin tiket konser Muse, Nadya sampai merengek-rengek di pohon eucalyptus belakang sekolah. Nadya hampir nangis, cewek itu sampai menelungkupkan kepalanya. Akan tetapi, ketika Nadya mengangkat kepalanya lagi, Nadya melihat sosok cowok ganteng di depannya. Bukan, cowok itu bukan orang asing. Cowok itu adalah Aldo Nugraha, Ketua OSIS sekaligus teman sekelas Nadya yang pinter, ganteng, dan macho. Cuma satu hal yang ditanya Aldo. "Kamu mau tiket konser Muse?" "Iya," ujar Nadya, masih dengan wajah manyunnya. "Aku punya satu tiketnya," ujar Aldo. "tapi kamu yakin?" "Yakin kenapa?" tanya Nadya bingung. "Ada perjanjiannya." "Hah?" Nadya mengernyitkan dahi. Perjanjian apa? Ah, bodo amat dah! Yang penting Nadya bisa dapat tiketnya! "Oke oke, gapapa! Apa aja perjanjiannya asal aku dapet tiketnya," ujar Nadya sembari mengangguk yakin. Habisnya, dia nge-fans banget sama Muse! "Oke. Perjanjiannya itu..." ujar Aldo, matanya menatap Nadya dengan menerawang. Aldo pun tersenyum manis, lalu cowok itu melanjutkan, "Kamu jadi pacar aku."
VIEW MORE

Chapter 1 - 1. Gara-Gara Ticket

Bab 1 :

Gara-Gara Tiket

 

******

 

"Jika kamu punya satu hal yang belum bisa kamu dapatkan saat ini, udah, ikhlasin aja. Bisa jadi, Tuhan itu bukannya nggak mengabulkannya, tapi Tuhan menunggu kapan waktu yang tepat untuk mengabulkannya."

 

******

 

SUARA tangisan Nadya hampir saja merusak pendengaran Gita. Berkali-kali Nadya mengguncang-guncang tubuh Gita, merengek sampai membuat Gita pusing tujuh keliling. Astaga, cuma karena mau tiket konser Muse yang kabarnya mau datang ke Indonesia satu bulan lagi, Nadya sampai merengek habis-habisan begini di depan Gita! Gita memutar matanya dan menutup telinganya, dia sampai malas banget dengerin rengekan Nadya karena Nadya ini udah ngerengek setiap hari semenjak beredarluasnya kabar kedatangan Muse ke Indonesia.

Lagian, kok Nadya bisa sih suka banget sama band rock itu? Dari tampangnya sebenarnya nggak cocok, karena Nadya ini cewek yang sederhana dan nggak tomboy sama sekali. Jadi, bisa suka dengan Muse itu jalan ceritanya bagaimana?

"Ampun, Nad, udahan kali nangisnya," celetuk Gita kesal. "Mau digimanain lagi, 'kan, kalo nggak bisa beli tiketnya! Bahkan kalo kita patungan plus tambahan dikit dari ortu lo, itu masih belum cukup juga!"

Nadya semakin merengek keras-keras, cewek yang memiliki tinggi badan yang sama dengan Gita itu mengentak-entakkan kakinya di tanah berumput belakang sekolah yang ia dan Gita duduki. "Huaaa Git, lo nggak tau seberapa lama gue menunggu-nunggu kesempatan ini! Lo itu nggak bakal ngerti!! Muse itu udah mendarah daging di dalam diri gue!! Huaa Git, gimana dong?!! Apa kita minjem uang aja ya.."

Gita terbelalak. "Gila lo, Nad! Mau minjem ama siapa, coba?!"

Nadya bersandar di pohon eucalyptus yang ada di belakangnya. Posisinya, mereka sedang duduk berteduh di pohon eucalyptus yang ada di belakang sekolah mereka. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar satu jam yang lalu, namun mereka berdua belum memutuskan untuk pulang karena Nadya yang katanya, males jalan. Males jalan karena gak ada mood—sehubungan dengan tiket konser Muse yang tak didapatkannya.

"Iya sih... Tapi Git, huaaaaaa gimana kalo gue nggak pernah ketemu atau ngeliat Muse seumur hidup gue? Gue punya banyak poster mereka di kamar, tapi gue pengin banget nonton konser mereka! Berarti begini lah ya, kalo jadi anak fandom yang nggak punya duit.." Nadya tertunduk, menarik kakinya agar terlipat dan ia memeluk kedua kakinya itu.

Gita menghela napas. "Gue nggak tau gimana rasanya jadi anak fandom, karena gue nggak nge-fans sama siapa pun. Tapi oke, gue ngerti kok perasaan lo. Udah, Nad, jangan nangis lagi. Mungkin saat kita dewasa dan udah kerja, bisa jadi Muse konser lagi di Indonesia, 'kan? Lo bisa beli tiketnya saat itu."

Nadya tertunduk.

Iya, yang dikatakan Gita itu benar. Akan tetapi, apakah Muse akan ke Indonesia lagi? Apakah Nadya bisa berharap? Kalau Nadya keburu nikah, ntar malah tidak kesampaian lagi... Soalnya kalau sudah menikah, urusan rumah tangga akan jadi nomor satu. Terus, gimana, dong?

Melihat Nadya yang tertunduk lemas, Gita menghela napas lagi.

"Ya udah, Nad, mending kita pulang dulu. Biar gue ambil tas kita berdua di kelas, lo tunggu di sini aja. Takutnya ntar bapak penjaga sekolah keburu ngunci kelas," ujar Gita kemudian cewek berkuncir kuda itu berdiri, menepuk-nepuk rok abu-abunya, kemudian berlari pergi ke kelas mereka.

Nadya semakin tertunduk lemas. Napasnya ia keluarkan dengan ogah-ogahan. Kedua tangannya semakin erat memeluk kedua kakinya yang terlipat, sementara tubuhnya bergoyang-goyang ke depan dan ke belakang. Embusan angin sore membelai dan menerbangkan beberapa helaian rambut Nadya yang hanya terurai, berhiaskan jepit hitam kecil di poninya.

 

"Kamu mau tiket Muse?"

 

Bahu Nadya sedikit terguncang karena terkejut. Nadya melebarkan matanya, napasnya terhenti karena ia mendengarkan suara seorang cowok di depannya.

Nadya perlahan mengangkat kepalanya. Sekitar 45 derajat, Nadya sudah melihat sepasang sepatu hitam bermerk Adidas di depannya. Nadya kemudian mengangkat kepalanya lagi hingga ia mendongak.

Alhasil, Nadya semakin melebarkan matanya. Butuh waktu sekitar dua detik bagi Nadya untuk berkedip sebanyak dua kali karena keheranan dengan sosok cowok yang berdiri di depannya.

Bukan, cowok ini bukan orang asing. Cowok ini adalah Aldo Nugraha, Ketua OSIS sekaligus teman satu kelas Nadya yang pintar bukan main. Cowok macho yang selalu juara satu di kelas. Wajah bening dan alis tebal milik Aldo yang berdarah Perancis-Indonesia itu selalu memukau semua cewek di SMA Kusuma Bangsa, tetapi Nadya dan Aldo selama ini hanyalah teman sekelas yang boleh dikatakan jarang teguran. Hanya jika ada tugas kelompok saja, itu pun kalau pas dapat sekelompok dengan Aldo.

Untuk diperjelas lagi, Nadya juga sosok yang tidak terkenal di kelas. Nadya itu paling banter dapat ranking sepuluh doang. Ibaratnya, Nadya itu cuma anggota kelas yang nyaris-terlupakan, yang mainnya cuma sama Gita doang. Nadya sama Gita itu sebelas-dua belas, sama-sama males cari perhatian dan males jadi perhatian orang-orang. Mereka berdua seperti punya dunia sendiri, tetapi bukan berarti mereka berdua nggak berbaur di kelas. Mereka berdua berbaur apa adanya saja.

Aldo memiringkan kepalanya, menggerakkan sebelah tangannya ke kanan dan ke kiri di depan wajah Nadya. Cowok itu bahkan sampai menunduk cuma untuk melakukan hal itu. "Hei."

Nadya kemudian mengerjap, sadar kembali dengan pertanyaan Aldo sebelumnya. "A—ah, Aldo? Kok kamu masih ada di sekolah?"

Aldo tersenyum, senyum cowok itu sangat manis bahkan membuat kedua mata cowok itu ikut tersenyum. "Aku ngambil jaketku, ketinggalan tadi di kelas," ujar Aldo. "Oh ya, kamu belum jawab pertanyaanku."

Nadya ternganga—mengingat kembali bahwa Aldo datang ke depannya dengan membawa sebuah pertanyaan. Nadya meneguk ludahnya. Apakah Aldo mendengar rengekannya kepada Gita tadi sehingga Aldo mengetahui bahwa dirinya membutuhkan tiket konser Muse?

Nadya menghela napas. Mendadak cewek itu jadi bad mood lagi. "Iya, aku mau tiket konser Muse. Sayangnya uangku nggak cukup buat beli tiket seharga dua juta rupiah itu."

"Aku punya satu tiketnya," ujar Aldo. "dan aku bisa kasih kamu. Tapi, kamu yakin?"

Nadya benar-benar terdongak dan matanya membelalak penuh. Bahkan mungkin, Nadya sekarang jadi memelototi Aldo. Cewek itu tidak percaya dengan apa yang baru saja Aldo katakan.

"APA?! KA—KAMU... PUNYA TIKETNYA?!!" teriak Nadya kencang.

Aldo tersenyum tipis. "Iya, Nadya. Aku punya. Tapi...apa kamu yakin?"

Pertanyaan itu membuat Nadya mengernyitkan dahinya. Namun, suara Nadya masih sama sekali tidak santai saat menanyakan, "Yakin kenapa?!!"

"Ada perjanjiannya." Aldo mengatakan itu bersamaan dengan mata hitam cerah cowok itu yang menatap Nadya dengan menerawang.

"Hah?" Nadya mengernyit. Perjanjian apa? Ah, bodo amat! Yang penting Nadya dapat tiketnya!!

Nadya menggeleng, kemudian cewek itu menatap Aldo dengan tatapan berbinar. Ia tersenyum semringah, wajahnya tampak benar-benar gembira. "Oke oke, apa aja deh, asal aku dapet tiketnya!" teriaknya dengan sukacita.

"Ya udah. Perjanjiannya itu..." Aldo menunduk untuk menatap Nadya dengan fokus, kemudian sembari tersenyum cowok itu berkata:

 

"...kamu jadi pacar aku." []