Chereads / Because of Ticket! / Chapter 7 - Kejanggalan

Chapter 7 - Kejanggalan

Bab 7 :

Kejanggalan

 

******

 

PERASAAN riang dan gembira benar-benar merasuki Nadya pagi ini. Masalahnya, setelah sebulan lamanya ia menunggu, akhirnya semalam ia berhasil menonton konser Muse di kota Jakarta, atau tepatnya berlokasi di Gelora Bung Karno. Gita dibuat pusing pagi ini, pasalnya sejak Gita menjemput Nadya di rumah cewek itu hingga sekarang saat mereka berjalan di koridor, Nadya tak henti- hentinya berteriak dan girang sendiri. Pancaran bahagia di wajahnya seakan menyebar di udara sampai-sampai Gita merasa ikut sesak.

"Giiiit!!! Mereka keren banget astagaaaa!!!! Demi apa gue ga rela mereka baliiiikkk!!!!" teriak Nadya kencang, tanpa malu, seolah lupa tempat. Gita sampai heran sendiri, tetapi cewek itu akhirnya ikut tersenyum. Ia merasa ikut bahagia, soalnya ia ingat bagaimana Nadya merengek di depannya sewaktu belum bisa membeli tiket konser band rock terkenal itu. Untung saja Aldo memberi Nadya tiket gratisan—eh, bukan gratisan juga, sih.

Gita menghela napas. "Jadi? Dari siang lo udah nyambut mereka dateng di Bandara Soekarno-Hatta?"

"Ya iya, dong! Heheheee," ucap Nadya, dia cengar-cengir. "Harus itu! Gue nggak mau ketinggalan liat wajah mereka pas pertama datengg!"

Gita mengangguk-angguk. Sejenak ia menoleh ke depan, lalu menyadari bahwa sebentar lagi mereka akan menaiki tangga menuju ke lantai dua. Gita lalu kembali tersenyum dan melihat ke arah Nadya yang masih sibuk bercerita tentang betapa ramainya konser itu tadi malam, betapa kerennya Muse, dan betapa ia sangat gembira hingga berteriak dan melompat-lompat di tempat ia menonton konser itu.

Nadya emang aneh dan excited banget kalo soal Muse, pikir Gita. Gita hanya mendengarkan celotehan Nadya sambil sesekali merespons dan mengangguk-angguk. Gita juga sempat bertanya tentang dengan siapa Nadya ke bandara atau diantar siapakah Nadya ke konser itu, dan jawaban Nadya adalah ayahnya. Tampaknya, saking excited-nya Nadya berceloteh, cewek itu sama sekali tak melihat jalan dan beberapa kali hampir menabrak bahu siswa lain yang sedang berpapasan dengan mereka. Hanya Gita yang melihat jalan dan menarik tangan Nadya beberapa kali hanya untuk mencegah kemungkinan terburuk.

Begitu mereka sampai di kelas, Nadya belum juga berhenti berceloteh. Suasana kelas pagi ini agak ribut, masih banyak yang mengobrol tentang ini itu dan masih banyak juga yang baru sampai di kelas. Gita langsung menyadari bahwa ada pasang mata yang memperhatikan mereka saat mereka berjalan menuju bangku mereka dan Gita langsung tahu bahwa itu adalah Aldo.

Aldo pagi ini tampak fresh seperti biasa. Aldo hanya mengangguk singkat dan memberi Gita seulas senyum, sebagai sapaan karena ketahuan memperhatikan ke arah mereka—tepatnya ke arah Nadya—dengan pandangan yang seolah mengatakan, 'Akhirnya yang pengin dilihat tiap hari datang juga...'

Gita hanya membalas senyum Aldo dengan senyuman tipis sambil mengedikkan bahu, menunjuk ke arah Nadya dengan dagunya seolah mengatakan, 'Tuh, dia kayaknya seneng banget. Dia cerita terus.'

Aldo hanya berpaling untuk memandangi Nadya lagi dan hasilnya ia tersenyum geli. Ternyata, Nadya—yang sudah sampai di bangkunya dan sedang menaruh tas itu—masih saja bercerita, padahal Gita yang berjalan lambat di belakangnya karena 'bertelepati' dengan Aldo itu tak terlalu mendengarkannya. Begitu Gita sampai di bangkunya dan menyelip untuk duduk di sebelah Nadya—posisi Gita ada di ujung, dekat dinding—barulah Nadya berhenti bercerita. Kini cewek itu mengakhiri ceritanya dengan sibuk berteriak karena kesengsem sendiri.

Gita menggeleng-geleng sendiri dan menghela napas. Ia kelihatan begitu takjub; ia terpelongo saat menatap Nadya. "Lo jadi heboh banget ya kalo soal Muse. Heran gue."

Nadya mengedipkan matanya dua kali. "Eh? Iya, ya?"

Gita memutar bola matanya jengah. Cewek itu berdecak, lalu berkata, "Iyaaaa Nadya! Dari tadi lho, elo cerita."

Nadya cengengesan dan menutup wajahnya, lalu malah tertawa sendiri. "Nggak sadar, Git, hahah! Soalnya pengalaman sekali seumur hidup nih huaaaa! Berharga banget...bakalan gue kenang seumur hidup... Ketemu idola gueee! Yeeheyy!"

"Ck." Gita memutar bola matanya. "Iya, deh.. Selamat ya, Nad," ujar Gita, menepuk pundak Nadya sembari tersenyum manis. "akhirnya lo ketemu mereka."

"He-em! Makasih, Git," jawab Nadya dengan ekspresi bahagia. Rona di wajahnya tampak begitu indah hari ini. Bahkan Gita sendiri merasa ingin terus melihat Nadya bahagia seperti itu setiap harinya.

 

******

 

Aldo menumpukan sikunya di permukaan meja. Ia baru saja menegapkan tubuhnya setelah lama bersandar di kursinya. Memandangi Nadya cukup sulit karena banyak sekali yang lewat sana-sini, bolak-balik entah melakukan apa sebelum bel berbunyi.

Senyuman manis muncul di wajah cowok itu begitu melihat Nadya yang tampak begitu bahagia hari ini. Nadya juga terlihat sangat lucu saat bercerita panjang lebar tentang apa yang disukainya. Seperti anak kecil, begitu lucu dan manis.

Nadya yang biasanya pemalu, jadi banyak bicara seperti itu. Aldo terkekeh pelan. Kekehan pelan yang mampu menggegerkan semua cewek yang memandangnya tanpa ia sadari.

Pantesan pas ditelepon semalem nggak diangkat... Seru banget ternyata pas nonton konsernya.

Aldo tahu dan mengawasi Nadya dari telepon seharian kemarin, berhubung kemarin libur karena tanggal merah dan kemarinlah hari diadakannya konser Muse itu. Ia tidak mengawasi dari dekat karena ayah Nadyalah yang sudah mengantarkan Nadya ke bandara maupun ke tempat dilaksanakan konser itu. Akan tetapi, saat jam sembilan malam, saat Aldo meneleponnya hanya untuk mengecek apakah semuanya lancar-lancar saja, Nadya tak mengangkatnya.

Aldo hanya bisa terkekeh geli. Nadya emang tergila-gila banget sama Muse, kayaknya.

Ngomong-ngomong, kamu datengnya siang banget, sih, Nad...

"Bro," panggil Rian sembari menepuk pundak Aldo. Aldo hanya menoleh pelan dan berdeham.

"Hm?"

"Liat tuh Si Fara. Udah mulai nagihin uang kas," ujar Rian jengkel. "Duitnya nggak seberapa, tapi teriakannya kayak pake toa. Beuh."

Aldo hanya menoleh sejenak ke arah Fara, begitu pula Adam yang duduk di belakang mereka. Terdengarlah teriakan Fara yang ampuh untuk membangunkan orang satu kampung itu.

 

"BAYAR UANG KAAAAAAAASSSSSS!!!!! BAYAAAAAARRRRRRRR!!!!! BAYARRR SEKARAANGGGGG!!!"

 

Rian menutup telinganya dan memasang wajah bosan. Yang enggak bayar siapa, yang kena teriakannya siapa? Kena satu kelas. Lagi pula...ngapain, sih, anak-anak bandel yang duduk di belakang itu enggak bayar? Padahal jajannya banyak. Adam tertawa terbahak-bahak saat melihat reaksi Rian yang sebenarnya selalu seperti itu saat Fara mulai menagih uang KAS.

Begitu Rian menoleh ke arah Aldo, Aldo sudah memasang posisi semula. Wah, tampaknya Rian tadi memang sudah mengganggunya. Saat Rian mencoba untuk memastikan apa yang sedang Aldo lakukan, Rian mencibir.

"Hm... Panteees. Ngeliatin Nadya ternyata," ejek Rian sambil senyum-senyum. Aldo hanya diam.

Adam lalu nimbrung dan sedikit berdiri untuk mencolek Aldo. "Oii, udahan mandanginnya, ntar lagi guru masuk!" ujarnya, kemudian ia tertawa dan bertos ria dengan Rian.

Namun, saat Aldo tiba-tiba menjawab, keduanya terdiam.

Karena jawaban Aldo adalah;

"Wajar kok gue nggak berhenti mandangin. Dia cantik, semua tingkahnya itu alami. Lagi pula, dia itu milik gue."

Setelah dua detik terdiam, Rian dan Adam kemudian bersiul panjang. Adam berkata, "Aseeek, Bro. Semoga langgeng terus yak."

 

******

 

Pelajaran TIK hari ini tidak begitu Nadya mengerti. Nadya kurang paham menggunakan excel dan gurunya sedang memberikan mereka latihan membuat tabel yang berisi perhitungan dengan rumus. Begitu waktu pengerjaan dimulai di lab, Nadya mulai mengerjakan bagian yang ia mengerti. Keningnya bertaut, merasa bahwa lebih baik ia mengerjakan Matematika atau Fisika daripada excel. Ia tahu Gita lebih paham darinya dan ia menunggu hingga Gita selesai dan mengajarinya. Pasalnya ia juga mengerti dengan sangat bahwa Gita tidak suka diganggu saat cewek itu belum selesai mengerjakan miliknya.

Namun akhirnya, Nadya malah gelisah sendiri. Waktu sudah hampir habis dan Gita belum juga selesai. Nadya mulai memaksa untuk bertanya pada Gita yang duduk di samping kanannya dan Gita menjawabnya juga sambil gelisah. Nadya berkali-kali menggaruk kepalanya dan rasanya kepalanya panas karena panik.

Duuh... Gimana, nih... Masih banyak lagi. Mana nggak diterangkan dulu tadi karena ibunya bilang mau ngetes kemampuan excel semua anak-anak di kelas ini...

"Git, ini pake rumus apa? Count ya? Apaan, sih, ini? Duh..." Nadya nyaris terdengar seperti hampir ingin menangis saja—lantaran hasilnya selalu error—meski ia kira ia sudah melihat rumusnya di buku cetaknya. Lagian, mengapa mereka harus mempelajari seluruh rumus yang diberitahukan di buku cetak?

"Lima menit lagi," ujar guru mereka.

Nadya terperanjat. Ia kembali menggaruk kepalanya dan bergerak dengan gelisah, seolah benar-benar panik. Ia adalah tipe orang yang tak mau ketinggalan mengumpulkan tugas, meski hanya satu tugas saja. Ia benar-benar bingung.

Tiba-tiba saja seseorang yang duduk di sebelah kiri Nadya memberikan sebuah flash disk kepada Nadya. Nadya mengernyitkan dahinya pada orang itu—Vina—dan menatap flash disk itu dengan heran. "Kenapa, Vin?"

"Dari Aldo. Katanya buat lo, Nad," ujar Vina sembari tersenyum. Vina lalu kembali sibuk mengerjakan miliknya dan flash disk itu kini sudah ada di tangan Nadya. Dari Aldo?

Spontan Nadya menatap ke arah Aldo yang duduk tak jauh dari tempatnya. Aldo tersenyum manis padanya dan memberi kode pada Nadya untuk membuka file dalam flash disk itu. Mata Nadya hanya membulat bodoh dan ia pun menuruti perintah Aldo. Begitu ia membuka satu-satunya file yang ada di dalam flash disk itu—berekstensi .xlsx—dan melihat isinya, ia terkejut. Itu file tugas saat ini!

Itu...milik Aldo?

Nadya langsung menoleh ke arah Aldo. Nadya menatap Aldo dengan menyatukan alisnya samar. Aldo lalu mengode Nadya agar jangan khawatir. Cowok itu tampak berkata tanpa suara, 'Gapapa. Copy aja. Edit aja warna tabelnya. Oke?'

Nadya tercengang sejenak. Cewek itu akhirnya melipat bibirnya dan memejamkan matanya kuat-kuat.

Duh... Berarti tadi jelas banget kalo aku gelisah karena nggak bisa ngerjain. Aldo liat, ya? Duh, malunya...

Nadya kemudian hanya bisa menatap ke arah Aldo kembali. Ia tersenyum kikuk dan mengangguk. Tanpa suara, ia mengatakan, 'Makasih, Aldo.'

Dengan itu, Nadya berhasil mengumpulkan tugasnya tepat waktu. Tanpa tahu bahwa itu adalah sebuah tindakan tanpa sadar yang memancing orang lain untuk semakin mengetahui apakah Aldo benar-benar serius dengan Nadya atau hanya karena sebuah kewajiban. Namun, berbeda buat Nadya, itu malah membuat Nadya sadar bahwa: pertama, Nadya dapat tiket dari Aldo. Terus, diantar Aldo pulang waktu sakit. Belajar dari buku latihan Bahasa Indonesia milik Aldo. Diberi semangat yang lebih untuk ke sekolah karena jatuh cinta pada Aldo. Sekarang, ia meng-copy tugas Aldo.

Lama-lama, tanpa ia sadari... Aldo kini benar-benar masuk ke dalam kehidupannya. Semuanya...jadi tentang Aldo. Apa mungkin ia bergantung pada Aldo, meski tanpa ia inginkan?

 

******

 

Koridor sekolah diramaikan oleh murid-murid yang ingin pulang sekolah karena bel sudah berbunyi sekitar lima menit yang lalu. Nadya baru saja melewati tangga untuk menuruni lantai dua saat tiba-tiba ia melihat ke arah jendela dan terdiam. Candaannya dengan Gita terpotong dan ia sedikit memperlambat jalannya saat melihat ke jendela lebar yang ada di dinding sepanjang tangga. Jendela itu ada di tiap tangga lantai sekolahnya. Mata Nadya melebar samar dan berkedip dengan lambat satu kali; ia menatap dengan wajah yang polos, tetapi diamnya itu menunjukkan bahwa sesuatu yang dilihatnya itu adalah sesuatu yang tak biasa. Tepatnya dia melihat ke luar jendela, agak ke bawah. Di belakang gedung sekolah mereka.

Di sana ada Aldo dan Syakila. Mereka sedang berdiri berhadapan seperti sedang memperbincangkan sesuatu yang tidak boleh didengar oleh orang lain. Aldo dan Syakila berbicara di bawah pohon eucalyptus itupohon di mana Aldo meminta Nadya untuk menjadi pacarnya.

Aldo itu...orang populer di sekolah yang nggak pernah kelihatan sekali pun berdua atau ngobrol secara dekat dengan perempuan...'kan? Tapi...dia ngobrol sama Syakila...

"Woi," panggil Gita, menyadarkan Nadya. Nadya kontan langsung menatap ke arah Gita dan tersenyum dengan kikuk.

"Ayok jalan," ajak Gita. "Lo kenapa, Nad? Ga enak badan?"

Jantung Nadya berdegup kencang saat ia mencoba untuk menggeleng. "Nggak kok, Git. Ayo jalan."

 

Ada apa, ya...

 

Sembari lanjut berjalan, Nadya cuma menarik napas dan kembali ikut dalam candaan Gita, untuk menghilangkan kecemasannya sebelumnya. Semoga Aldo enggak lagi ada masalah, itu saja. Selebih itu pun... Entah Aldo mau menceritakannya atau tidak pada Nadya. Soalnya Nadya belum pernah melihat sisi Aldo yang lain, misalnya saat Aldo marah atau sedang ada masalah... Aldo tak pernah menunjukkan semua itu. Yang Nadya tahu hanyalah senyuman tulus Aldo dan tatapan lembut Aldo padanya. Meski Nadya ingin melihat semua sifat Aldo, semua tentang Aldo, Aldo tak pernah menunjukkan semua itu.

Nadya juga tahu bahwa Aldo belum tentu mencintainya. Bagaimanapun juga, mereka jadian karena sebuah kondisi dan bukan karena perasaan sayang. Itu hanyalah...sebuah status. Bukan, Nadya rasa sekarang itu sudah menjadi cinta yang bertepuk sebelah tangan. Sebenarnya, jika Aldo tak tahu tentang perasaan Nadya pun...tak apa. Kemungkinan perasaan berterima kasihlah yang membuat Nadya berpikir seperti itu.

Ia berterima kasih karena Aldo telah mengajarkannya tentang cinta dan juga perasaan lain. Aldo juga begitu menghargainya sebagai seorang perempuan, memperlakukannya dengan sangat istimewa...

Jadi, berharap untuk balasan cinta dari Aldo itu...kini...ia rasa... Mungkin tak perlu. Cukup mengetahui bahwa ia jatuh cinta pada Aldo, itu sudah cukup.

Oleh karena itu, Nadya merasa tidak punya hak untuk meminta Aldo menunjukkan semua ekspresi dan semua sifatnya pada Nadya. Namun tetap saja, Nadya ingin Aldo...menunjukkannya...

Aldo telah mengajarkan Nadya satu hal lagi karena saat ini, ada perasaan lain yang merasuki dada Nadya saat melihat Aldo dan Syakila berbincang berdua. Ada perasaan lain yang muncul selain perasaan cemas dan heran. Aldo dan Syakila, kan, juga berteman seperti Aldo dan teman-teman yang lain, tetapi mengapa ada sebuah feeling yang tidak masuk akal masuk ke hati kecil Nadya saat Nadya melihat cara Syakila berbicara pada Aldo di bawah pohon itu?

Tatapan Syakila juga... Nadya kenal tatapan itu. Nadya kenal karena Nadya juga merasakannya saat menatap Aldo.

 

Tatapan orang yang sedang jatuh cinta...

 

Entah apa alasannya, untuk pertama kalinya, Nadya merasakan ada sesuatu yang seolah menekan dadanya. Itu terasa sakit dan sangat tidak enak. []