Chereads / WiraCandraTirtha Sang Akalamis(SUB INDO) / Chapter 5 - Episode 4 bab 5 & 6 Misi Ke 2 Artefak ke 2 lembah kutukan dan Burung Cindrawasih

Chapter 5 - Episode 4 bab 5 & 6 Misi Ke 2 Artefak ke 2 lembah kutukan dan Burung Cindrawasih

Bab 5: Misi Kedua – Lembah Kutukan

Setelah berpisah dengan Mahaguru Tantrika, Wira dan Niswara melanjutkan perjalanan mereka, membawa bekal pengetahuan baru dan harapan untuk menemukan artefak kedua yang dapat mengungkap lebih banyak rahasia alam semesta. Keduanya berjalan melalui hutan lebat, jauh dari peradaban, di bawah langit yang mulai gelap.

"Lembah Kutukan…" Niswara mengulang kata-kata Mahaguru Tantrika dengan suara yang penuh perasaan. "Tempat itu terdengar seperti neraka di dunia ini."

Wira mengangguk. Meski sudah diberitahu tentang bahaya yang menanti di Lembah Kutukan, ia merasa bahwa itu adalah satu-satunya jalan yang harus dilalui untuk menyelesaikan misinya. "Kita harus siap menghadapi apa pun. Misi ini bukan hanya untuk kita, tetapi untuk keseimbangan dunia ini."

Setelah berhari-hari melewati hutan yang semakin lebat, mereka tiba di sebuah daerah yang sangat sunyi. Tanahnya gelap, berwarna hitam pekat, dan udara di sekitar mereka terasa kering dan terbelah oleh angin kencang. Suasana yang tegang menandakan bahwa mereka sudah semakin dekat dengan Lembah Kutukan.

Tiba-tiba, dari balik pepohonan, muncul seorang lelaki muda dengan wajah tertutup kain hitam, menyelimuti matanya. Tubuhnya tinggi besar, dengan aura yang begitu kuat. Api hitam berkobar-kobar di tangannya, menyemburkan api yang berwarna gelap seperti abu terbakar. Setiap gerakannya terasa seperti kehancuran bagi siapa pun yang berada di dekatnya.

"Siapa kalian?" suara lelaki itu menggelegar, dalam dan berat. "Apa yang kalian cari di sini?"

Wira segera mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk tidak menyerang. "Kami tidak bermaksud mengganggu. Kami sedang mencari Lembah Kutukan, tempat yang katanya menyimpan artefak kuno."

Lelaki itu mengamati mereka dengan mata yang tajam. "Lembah Kutukan bukan tempat sembarangan. Banyak yang telah mencoba masuk dan tak kembali. Aku adalah salah satu dari mereka yang terkena kutukan lembah ini."

"Kutukan?" tanya Niswara, curiga. "Apa yang kau maksudkan?"

Lelaki itu menghela napas panjang, wajahnya dipenuhi kesedihan. "Aku bernama Cakrawala. Aku terkutuk oleh kekuatan yang ada di Lembah Kutukan ini. Ilmu hitam yang kuterima di sini telah mengubah hidupku selamanya. Api hitam yang aku kendalikan adalah buah dari kutukan ini. Namun, aku tidak bisa melarikan diri. Aku terperangkap."

Wira dan Niswara saling berpandangan, merasakan keinginan kuat untuk membantu lelaki itu, namun mereka juga tahu bahwa Lembah Kutukan penuh dengan bahaya yang mengintai.

"Kau tahu cara untuk masuk ke dalam lembah itu?" tanya Wira, berharap Cakrawala bisa membantu mereka.

Cakrawala mengangguk. "Aku tahu jalannya, tapi jika kalian ingin melanjutkan perjalanan, kalian harus siap menghadapi segala macam ujian. Lembah ini dipenuhi dengan kekuatan yang menghancurkan jiwa, dan hanya mereka yang mampu bertahan yang akan berhasil melewati ujian yang menanti."

"Bagaimana dengan kekuatanmu?" tanya Niswara. "Api hitam yang kau kendalikan itu bisa membantu kita, bukan?"

Cakrawala menatap api hitam yang menyala di tangannya. "Api hitam ini adalah kutukan yang aku terima. Ini bukan kekuatan yang bisa digunakan dengan sembarangan. Namun, jika kalian ingin melewati Lembah Kutukan, kita akan membutuhkan kekuatan ini. Aku akan membantu kalian, tetapi ingat—setiap kali api ini digunakan, aku semakin terjerat dalam kutukan yang lebih dalam."

Wira mengangguk dengan penuh tekad. "Kami akan melanjutkan perjalanan ini, Cakrawala. Jika kita bersama-sama, kita bisa menghadapinya."

Dengan itu, Cakrawala setuju untuk membantu mereka dan bergabung dalam perjalanan mereka ke Lembah Kutukan. Bersama-sama, mereka melanjutkan langkah menuju lembah yang penuh misteri dan bahaya.

Seiring perjalanan mereka semakin dalam ke Lembah Kutukan, Wira mulai merasakan atmosfer yang semakin berat. Tanah di bawah kaki mereka mulai terbelah, dan kabut hitam mulai menyelimuti sekitar. Setiap langkah mereka seolah-olah membawa mereka semakin dekat dengan takdir yang menunggu.

"Ini bukan tempat yang ramah," kata Niswara dengan suara pelan. "Ada sesuatu yang sangat kuat di sini."

Cakrawala berjalan dengan tenang di depan mereka. "Kalian akan segera merasakannya. Lembah Kutukan ini bukan hanya tentang fisik, tetapi tentang kekuatan pikiran dan hati. Hanya mereka yang memiliki tekad yang kuat yang akan berhasil melalui ujian ini."

Di tengah perjalanan, mereka menghadapi berbagai halangan dan makhluk-makhluk gelap yang melintas. Setiap kali mereka diserang, Cakrawala akan mengeluarkan api hitam dari tangannya, memusnahkan makhluk-makhluk itu dengan kekuatan yang menakutkan. Namun, setiap kali api itu digunakan, Cakrawala tampak semakin lemah, seperti ada sesuatu yang mengikatnya dalam kutukan yang semakin menggerogoti dirinya.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada dirimu?" tanya Wira pada suatu malam, setelah mereka berhasil mengalahkan segerombolan makhluk gelap yang muncul secara tiba-tiba.

Cakrawala menatap api hitam di tangannya. "Aku terkutuk karena mencoba menguasai kekuatan api hitam yang berasal dari Lembah Kutukan. Setiap kali aku menggunakannya, kutukan ini semakin menguat. Namun, aku tidak bisa berhenti. Ini adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup di tempat ini."

Malam itu, mereka beristirahat sejenak, namun Wira tahu bahwa ujian yang lebih besar masih menanti mereka di kedalaman Lembah Kutukan. Mereka harus terus berjalan, melewati segala halangan dan ujian yang ada, untuk menemukan artefak kedua yang mereka cari.

---

Dengan kedatangan Cakrawala, yang terkutuk oleh ilmu api hitam, Wira kini memiliki sekutu baru yang akan membantunya melewati tantangan besar yang ada di Lembah Kutukan. Namun, semakin mereka menggunakannya, semakin dalam Cakrawala terperangkap dalam kutukan itu. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apa ujian yang menanti mereka di dalam lembah tersebut? Semua ini akan terungkap dalam perjalanan mereka menuju artefak kedua.

---

Bab 6: Pertempuran dengan Burung Cindrawasih

Setelah melewati rintangan dan kekuatan gelap yang menguji fisik serta pikiran mereka, Wira, Niswara, dan Cakrawala tiba di sebuah lembah yang luas, dikelilingi oleh tebing-tebing tinggi dan jurang yang dalam. Udara di sini terasa berbeda, seolah-olah setiap nafas mereka membawa kehancuran, sejalan dengan kutukan yang menguasai tempat ini. Lembah ini, penuh dengan kabut misterius dan suara-suara tak kasat mata, adalah tempat yang menakutkan, namun mereka tahu bahwa artefak kedua berada di dalamnya.

Tiba-tiba, di kejauhan, terdengar suara gemuruh yang mengguncang tanah. Suara itu datang semakin mendekat, disertai dengan desiran angin yang semakin kencang. Niswara menoleh, matanya berbinar ketakutan. "Apa itu?" tanyanya, berbisik.

"Suara itu… seperti datang dari makhluk besar," jawab Wira dengan tegas, sambil meraih gelang di pergelangan tangannya, tempat Harimau Putih berada. Saat itu, sebuah cahaya putih menyilaukan muncul dari gelang tersebut. Harimau Putih yang selama ini terkurung dalam gelang kini bangkit dengan kekuatan yang luar biasa.

"Siapkah kalian?" tanya Cakrawala, matanya menyala dengan api hitam yang berkobar. "Kita akan bertarung dengan makhluk yang sangat kuat."

Dengan langkah cepat, mereka menuju sumber suara, dan tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah clearing besar. Di tengah clearing tersebut, sebuah makhluk raksasa muncul di balik kabut tebal. Burung Cindrawasih—berwarna emas dan merah menyala, dengan sayap yang luas dan ekor yang berkilauan seperti api—terbang di atas mereka. Suaranya memekakkan telinga, seolah-olah mengguncang langit itu sendiri. Burung ini adalah penjaga dari artefak kedua, dan tak ada yang bisa menghentikannya.

Burung Cindrawasih menatap Wira dengan tajam, matanya berkilau merah, penuh amarah. Dengan sebuah teriakan melengking, ia menyerang dengan kecepatan luar biasa, sayapnya yang besar seperti pedang yang meluncur ke arah mereka. Angin yang ditimbulkan oleh terbangnya hampir saja membuat mereka terjatuh.

"Cakrawala, kita harus bekerja sama!" seru Wira.

Cakrawala mengangguk dan segera mengeluarkan kekuatan api hitamnya. Api itu menyembur keluar dari tangannya, membentuk sebuah tembok api yang cukup besar untuk menahan serangan sayap Burung Cindrawasih. Namun, makhluk itu tidak terhenti. Dengan sekali kibas, sayapnya memecahkan tembok api tersebut dan mendekati mereka.

Tiba-tiba, Harimau Putih yang berada di gelang Wira mengeluarkan raungan keras. Dalam sekejap, harimau itu muncul dari gelang dan melompat dengan kecepatan luar biasa. Dengan cakar yang terangkat, Harimau Putih menyerang Burung Cindrawasih, mencakar dada makhluk itu dengan kekuatan yang menggelegar. Burung Cindrawasih melengking marah, tetapi kehadiran Harimau Putih memberinya lawan yang seimbang.

"Serang sekarang!" teriak Wira, sambil menarik pedangnya dan mengarahkannya pada Burung Cindrawasih. Dalam sekejap, ia melompat ke udara, menembus kabut tebal dan menghujani burung itu dengan serangan pedangnya. Niswara, yang berada di sampingnya, menambah serangan dengan kekuatan sihir yang dimilikinya, menciptakan energi besar yang mendorong burung itu mundur.

Namun, Burung Cindrawasih bukanlah musuh yang mudah dikalahkan. Dengan kekuatan magis yang dimilikinya, burung itu berbalik arah dan menyerang kembali, kali ini dengan angin puting beliung yang keluar dari sayapnya, hampir saja menyapu Wira dan teman-temannya dari permukaan tanah.

Cakrawala, yang berada di belakang, melihat kesempatan. Dengan sebuah teriakan, ia melepaskan ledakan api hitam yang lebih besar dan lebih kuat. Api itu mengelilingi Burung Cindrawasih, menghalangi gerakannya dan menyelimuti makhluk tersebut dalam api gelap yang semakin membesar.

"Sekarang, Wira!" Cakrawala berteriak.

Wira melesat dengan pedangnya yang terhunus, meluncur melalui api hitam, dan dalam satu gerakan cepat, ia menyarangkan pedangnya tepat ke tubuh Burung Cindrawasih. Makhluk itu mengeluarkan teriakan terakhir yang mengguncang dunia di sekitar mereka, sebelum akhirnya jatuh ke tanah, tubuhnya terbakar dan menghilang ke dalam kabut.

Wira berdiri terengah-engah, pandangannya terfokus pada tempat Burung Cindrawasih jatuh. Kabut tebal mulai menghilang, dan di depan mereka tergeletak sebuah batu besar bercahaya yang tertanam di tanah, di mana artefak kedua seharusnya berada.

"Ini dia," kata Wira, menghela napas lega. "Artefak kedua."

Namun, sebelum mereka bisa mendekat, suara berat Cakrawala terdengar di belakang mereka. "Ini bukan akhir, Wira. Setiap kemenangan akan membawa konsekuensi. Burung Cindrawasih hanyalah bagian dari ujian yang lebih besar."

Wira menatap Cakrawala, kemudian menoleh pada artefak yang ada di depan mereka. "Apa yang dimaksud dengan konsekuensi itu?"

Cakrawala hanya tersenyum samar. "Kita akan mengetahuinya segera. Tapi untuk saat ini, kita harus melindungi artefak ini, apapun yang terjadi."

Dengan itu, mereka maju mendekati artefak kedua yang berada di lembah penuh kutukan ini. Namun, mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih jauh dari selesai, dan setiap langkah membawa mereka semakin dekat pada ujian yang lebih berat dan tak terbayangkan.

---

Akhir Bab 6

Burung Cindrawasih yang kuat dan misterius kini telah dikalahkan, namun masih banyak teka-teki yang menanti untuk dipecahkan dalam pencarian artefak ini. Dengan kekuatan Cakrawala dan Harimau Putih yang terus menyertai mereka, Wira semakin mendekati tujuan akhirnya. Tapi, apa yang akan mereka hadapi selanjutnya? Perjalanan mereka ke dunia yang penuh kutukan baru saja dimulai.