Chereads / WiraCandraTirtha Sang Akalamis(SUB INDO) / Chapter 9 - Episode 8 Bab 13 & 14 :Maha Guru dan Jurang Kematian

Chapter 9 - Episode 8 Bab 13 & 14 :Maha Guru dan Jurang Kematian

Bab 13: Petuah Mahaguru dan Perjalanan Baru

Setelah Mahaguru Shakra selesai menceritakan kisah tentang Empu Tirtha dan artefak-artefak yang dibawanya, Wira merasa lebih memahami takdirnya. Suasana di dalam kuil yang penuh dengan energi itu terasa lebih tenang, meskipun ia tahu bahwa perjalanan masih panjang dan penuh tantangan.

Mahaguru Shakra menatap Wira dengan mata yang penuh kebijaksanaan, lalu memberikan petuah penting. "Wira, setelah kamu keluar dari kuil ini, perjalananmu akan membawamu ke sebuah kerajaan. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana, namanya Rajashi. Dia memiliki seorang putra yang bernama DharmaMahendra. Mereka adalah orang-orang yang bijaksana dan adil, seperti ayahnya. Bertemu dengan mereka akan menjadi bagian dari perjalananmu."

Wira mendengarkan dengan seksama, mengangguk perlahan. "Aku mengerti, Mahaguru. Aku akan ingat petuah ini."

Mahaguru Shakra tersenyum tipis, tampak puas dengan pemahaman Wira. "Kamu akan tahu apa yang harus kamu lakukan saat waktunya tiba, Wira Candra Tirtha. Tetapi ingat, perjalananmu masih panjang."

Dengan itu, Mahaguru Shakra berdiri dan mulai menghilang dalam kilatan cahaya. Wira terkejut, merasa seolah-olah waktu berjalan begitu cepat. Sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, sosok Mahaguru sudah tidak ada lagi, meninggalkan Wira dengan pemahaman baru tentang perjalanan yang akan datang.

---

Wira keluar dari kuil, kembali bertemu dengan Boakarsa dan teman-temannya yang sudah menunggu di luar. Mereka terlihat penuh harap, bertanya-tanya apakah Wira berhasil menyelesaikan ujiannya. Di antara mereka ada Naswira, sahabat setia yang selalu mendampingi, serta Cakrawala, teman yang memiliki semangat tak kenal lelah.

Boakarsa yang sudah berubah menjadi sosok ular besar itu menatap Wira dengan mata penuh keingintahuan. "Apakah kamu berhasil, Wira?"

Wira tersenyum manis dan mengangguk. "Aku berhasil. Perjalanan kita masih panjang. Misi ke-4 adalah untuk menemukan artefak ke-4."

Boakarsa terlihat terkejut, namun ia tetap tenang. Teman-teman Wira juga ikut mendengarkan dengan antusias. Wira melanjutkan penjelasannya. "Perjalanan kita yang berikutnya sangat penting. Mahaguru Shakra berkata bahwa kita akan bertemu dengan sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana, namanya Rajashi. Raja ini memiliki anak laki-laki bernama DharmaMahendra. Mereka adalah orang-orang yang sangat bijaksana dan adil."

Tiba-tiba, suara Mahaguru Shakra terdengar lagi, memecah keheningan di sekitar mereka. "Wira, setelah kamu melewati kerajaan tersebut, tempat artefak ke-4 berada di sebuah tebing yang dikenal dengan sebutan Jurang Kematian."

Suara Mahaguru Shakra menghilang begitu saja, meninggalkan Wira dan teman-temannya dalam kebingungan dan rasa waspada. Wira menatap Boakarsa dan teman-temannya, lalu mengangguk.

"Kita harus melanjutkan perjalanan ini," kata Wira dengan tegas. "Tapi kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi di depan, terutama di Jurang Kematian."

Boakarsa, yang biasanya diam dan penuh wibawa, mendekatkan diri kepada Wira dengan ekspresi yang tidak biasa. "Wira, apakah aku bisa ikut bersamamu dalam perjalanan ini?" tanyanya dengan nada yang lebih lembut dari biasanya, tampak sedikit malu.

Wira menatap Boakarsa dengan kaget, namun ia tersenyum dan mengangguk. "Apakah kamu serius, Boakarsa? Ingin ikut bersamaku?"

Boakarsa tersipu malu dan menjawab dengan suara lembut, "Iya, saya ingin ikut menemani perjalananmu. Saya ingin membantu."

Wira terkekeh, merasa lucu dengan sisi malu yang baru ia temui pada Boakarsa. "Baiklah, kalau begitu. Ayo kita pergi bersama. Tapi ingat, perjalanan ini akan sangat berat."

Dengan itu, Boakarsa berubah menjadi gelang kecil yang terbuat dari serpihan sisik ular. Wira memakainya di pergelangan tangannya, merasakan energi yang berbeda, namun juga merasakan kekuatan dan kesetiaan yang terpancar dari gelang itu.

Teman-teman Wira mengangguk dan bersiap melanjutkan perjalanan mereka. Kini, dengan Boakarsa yang akan menemani mereka, mereka merasa lebih kuat dan siap menghadapi apa pun yang akan datang di depan.

---

Perjalanan mereka berlanjut, dan ketika tiba di kerajaan yang dimaksud oleh Mahaguru Shakra, Wira melihat keindahan dan kedamaian yang terpancar dari tempat itu. Kerajaan itu benar-benar terlihat berbeda dari tempat-tempat lain yang telah mereka kunjungi. Rakyatnya tampak hidup dengan penuh kebahagiaan, dan di kejauhan, terlihat istana megah yang dipimpin oleh Raja Rajashi.

Namun, Wira tahu bahwa perjalanannya belum selesai. Dia harus menemukan artefak ke-4 yang tersembunyi di Jurang Kematian.

Bab 14: Jurang Kematian

Wira, Naswira, Cakrawala, dan Boakarsa melanjutkan perjalanan mereka menuju kerajaan yang telah disebutkan oleh Mahaguru Shakra. Mereka memasuki wilayah yang dikenal dengan nama Kerajaan Rajashi. Kerajaan ini dipenuhi dengan kedamaian dan kebijaksanaan, tetapi ada sesuatu yang menarik perhatian Wira: meskipun segala sesuatunya tampak tenang, Wira merasakan sebuah kekuatan besar yang tersembunyi di dalamnya.

Saat mereka tiba di istana, seorang penjaga kerajaan menyambut mereka dengan penuh hormat. "Selamat datang, para pejuang," ujar penjaga itu dengan suara lembut. "Saya adalah pengawal kerajaan Rajashi. Apakah kalian datang untuk bertemu Raja Rajashi?"

Wira mengangguk. "Ya, kami ingin bertemu dengan Raja Rajashi. Kami mendengar tentang kebijaksanaannya dan berharap bisa berbicara dengannya."

Penjaga itu memberi isyarat kepada mereka untuk mengikuti. Mereka berjalan menuju istana megah yang terletak di tengah-tengah kerajaan. Ketika mereka memasuki ruang besar istana, mereka bertemu dengan Raja Rajashi, seorang pria yang terlihat bijaksana dan berwibawa. Di sampingnya, berdiri seorang pemuda tampan dengan pakaian kerajaan, yang jelas-jelas adalah DharmaMahendra, putra Raja Rajashi.

Raja Rajashi menyambut mereka dengan senyuman yang penuh kehangatan. "Selamat datang di kerajaan kami, para pejuang. Aku Raja Rajashi, dan ini adalah putraku, DharmaMahendra. Kami mendengar tentang perjalanan kalian. Apa yang bisa kami bantu?"

Wira membungkuk hormat. "Terima kasih atas sambutan yang hangat, Raja Rajashi. Kami sedang dalam perjalanan mencari artefak ke-4 yang tersembunyi di Tebing Jurang Kematian. Kami datang untuk meminta petunjuk atau bantuan jika memungkinkan."

Raja Rajashi mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu mengangguk. "Kami mengetahui tentang tebing itu. Sebuah tempat yang sangat berbahaya. Banyak yang telah mencoba mencapainya, tetapi tidak ada yang kembali hidup-hidup. Namun, aku bisa memberikan kalian peta dan beberapa bekal yang mungkin membantu perjalanan kalian."

Wira merasa terharu dengan kemurahan hati Raja Rajashi. "Terima kasih, Raja. Kami akan sangat menghargai bantuan Anda."

DharmaMahendra, putra Raja Rajashi, berjalan mendekat. "Ayah, apakah kita akan membiarkan mereka pergi ke tebing itu sendirian? Itu adalah tempat yang sangat berbahaya. Aku ingin ikut menemani mereka."

Raja Rajashi tersenyum pada putranya. "Anakku, aku tahu kau memiliki keberanian, tetapi ini adalah perjalanan mereka. Mereka harus melewati rintangan ini sendiri. Mungkin saatnya kamu untuk menemukan takdirmu yang sejati."

DharmaMahendra tampak ragu, namun akhirnya ia mengangguk. "Baiklah, ayah. Aku mengerti."

Raja Rajashi memanggil seorang pelayan untuk membawa peta yang akan membantu mereka menuju tebing tersebut. Peta itu terbuat dari bahan kuno yang telah usang, tetapi masih jelas menunjukkan jalan menuju Tebing Jurang Kematian. Peta tersebut juga mencatat peringatan-peringatan mengenai bahaya yang harus dihadapi di sepanjang jalan.

Setelah menerima peta dan bekal dari Raja Rajashi, Wira dan teman-temannya berpamitan dengan Raja dan putranya. "Kami akan berangkat sekarang. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan," kata Wira dengan penuh rasa hormat.

Dengan langkah mantap, mereka meninggalkan istana dan mulai berjalan menuju Tebing Jurang Kematian. Meskipun mereka telah dipersiapkan dengan bekal dan peta, mereka tahu bahwa jalan ke depan akan penuh dengan tantangan yang jauh lebih berat.

Setelah berjam-jam berjalan, mereka akhirnya sampai di kaki Tebing Jurang Kematian. Tebing itu tampak mengerikan, dengan jurang yang dalam dan tebing yang terjal. Di atas tebing, kabut tebal menyelimuti, membuatnya semakin menakutkan. Suara-suara aneh terdengar dari kedalaman jurang, membuat hati mereka semakin cemas.

Boakarsa yang berada di sisi Wira mendesis pelan. "Tempat ini... terasa sangat gelap. Energi buruk terasa begitu kuat."

Wira mengangguk, merasakan aura yang sama. "Kita harus berhati-hati. Artefak ke-4 mungkin berada di sana, tapi kita harus siap menghadapi segala rintangan."

Naswira dan Cakrawala sudah bersiap dengan senjata mereka, sementara Wira menggenggam erat pedang bercahaya yang baru saja ia dapatkan. Boakarsa yang berada di gelang Wira juga memberikan kekuatan tambahan, meski ia tahu bahwa pertempuran di sini akan sangat sulit.

Dengan tekad yang bulat, mereka mulai mendaki tebing yang terjal. Setiap langkah mereka terasa semakin berat, seperti ada kekuatan yang mencoba menghentikan mereka. Tiba-tiba, sebuah suara keras terdengar dari kedalaman jurang, menggetarkan tanah di sekitar mereka. Mereka berhenti sejenak, siap menghadapi apa pun yang datang.

Namun, mereka tidak bisa mundur sekarang. Artefak ke-4 menunggu di ujung perjalanan ini, dan mereka harus menghadapinya.