Lysander, kini terjebak dalam tubuh Lyran Argent, melangkah perlahan keluar dari kamar besar yang penuh ornamen mewah. Dunia baru ini terasa seperti mimpi. Dinding kastil dihiasi dengan ukiran-ukiran megah, dan lantai marmernya memantulkan cahaya matahari yang masuk dari jendela besar. Setiap langkahnya membawa perasaan aneh—antara kagum dan kebingungan.
Namun, di balik keindahan itu, ada tantangan besar yang harus ia hadapi: menyesuaikan diri dengan kehidupan Lyran.
Di luar kamar, pelayan dan penjaga kastil membungkuk saat dia lewat. "Selamat pagi, Tuan Muda Lyran," sapa mereka dengan hormat.
Lys hanya mengangguk kecil, mencoba menyembunyikan rasa canggung. "Tuan Muda, ya? Aku bahkan tidak tahu apa peranku di sini," pikirnya.
Setelah berjalan-jalan tanpa tujuan, dia tiba di taman kastil. Taman itu dipenuhi bunga-bunga berwarna-warni, air mancur dengan patung ksatria di tengahnya, dan pohon-pohon besar yang meneduhkan area sekitarnya. Di sana, seorang pria berambut gelap dengan tubuh tegap berdiri, tengah melatih pedangnya.
"Ah, Lyran!" seru pria itu, yang ternyata adalah kakak sepupunya, Darius. "Kau akhirnya keluar dari kamarmu. Kemarilah, kau perlu berlatih!"
Lysander tertegun. Tubuhnya memang kecil, tapi naluri petarungnya masih tajam. "Latihan pedang, ya? Mungkin ini cara yang bagus untuk memahami dunia ini lebih jauh," pikirnya.
Darius melemparkan pedang kayu ke arahnya, dan Lys menangkapnya dengan gerakan sigap. Tapi tubuh Lyran yang lemah segera mengingatkannya bahwa ini bukan tubuh yang sama seperti di kehidupannya sebelumnya. Pedang kayu itu terasa lebih berat dari yang dia perkirakan.
"Kenapa kau terlihat bingung? Kau biasanya sangat antusias," tanya Darius sambil memasang posisi bertahan.
"Aku... hanya sedikit lelah," jawab Lys, mencoba mencari alasan.
Latihan dimulai. Darius menyerang lebih dulu, dan Lys berusaha menghindar. Gerakannya tidak secepat dan sekuat saat dia masih menjadi Lysander. Dia harus mengandalkan strategi, bukan hanya kekuatan fisik.
Namun, dalam satu momen, ketika Darius melancarkan serangan tajam, Lys reflek mengayunkan pedangnya dengan kekuatan yang tidak biasa. Kilatan cahaya biru menyelimuti pedangnya, membuat Darius terpental mundur beberapa langkah.
"Lyran! Apa itu tadi?" seru Darius dengan mata membelalak.
Lysander menatap pedang kayunya yang kini kembali normal. Cahaya itu muncul lagi—kekuatan yang sama yang dia rasakan di ring tinju saat menghantam Marcus.
"Aku tidak tahu," jawab Lys dengan jujur, meskipun pikirannya penuh spekulasi.
Sebelum mereka sempat melanjutkan latihan, Duke Arin, ayah Lyran, muncul di taman. Sosoknya yang tinggi dan tegas segera menarik perhatian.
"Lyran," panggilnya dengan suara dalam yang penuh wibawa. "Ikut aku ke ruang keluarga. Ada sesuatu yang perlu kita bicarakan."
Lysander mengikuti tanpa banyak bertanya. Di dalam ruang keluarga, Duchess Lirien sudah menunggu, duduk di sofa dengan wajah cemas.
"Lyran, Ibumu mengatakan kau tampak aneh pagi ini," kata Duke Arin sambil duduk di hadapannya. "Dan sekarang, aku mendengar dari Darius bahwa kau menunjukkan sesuatu yang tidak biasa selama latihan."
Lys mengangguk pelan. "Aku tidak bisa menjelaskan semuanya, Ayah. Aku merasa... ada sesuatu yang berbeda di dalam diriku. Seperti kekuatan yang tidak aku pahami."
Duke Arin dan Duchess Lirien saling pandang, seolah berbicara tanpa kata-kata.
"Kau adalah keturunan Argent, Lyran," kata Duke Arin akhirnya. "Keluarga kita memiliki garis darah kuno yang membawa kekuatan langka. Tapi kekuatan itu bukan tanpa konsekuensi."
Lys memperhatikan dengan serius. Kata-kata Duke Arin menguatkan kecurigaannya bahwa dunia ini jauh lebih kompleks daripada yang ia kira.
"Apa maksudnya, Ayah?" tanyanya.
"Warisan kekuatan ini membuat kita menjadi target bagi musuh-musuh kerajaan," jawab Duke Arin. "Jika kau benar-benar mulai membangkitkan kekuatan itu, kau harus belajar mengendalikannya. Dan untuk itu, kau akan berlatih keras—tidak hanya pedang, tetapi juga sihir."
"Sihir?" gumam Lys, terkejut.
Duchess Lirien memegang tangannya dengan lembut. "Kami tidak ingin kau terbebani, Lyran. Tapi kami percaya padamu. Kau akan memahami takdirmu seiring waktu."
Lys mengangguk pelan. Dalam hati, ia tahu ini adalah tantangan besar. Di kehidupan sebelumnya, ia hanya seorang petinju yang bermimpi menjadi juara. Kini, dia adalah seorang pewaris kekuatan besar yang bisa mengubah dunia.
"Aku akan melakukan apa pun untuk melindungi keluarga ini," kata Lys akhirnya, tekadnya bulat.
Duke Arin tersenyum tipis. "Bagus. Besok, kita akan mulai pelatihanmu."
Malam itu, saat duduk di balkon kamarnya, Lys menatap bintang-bintang di langit. Hidup di dunia baru ini akan membutuhkan usaha besar. Tapi satu hal yang ia tahu pasti: kesempatan kedua ini adalah awal dari perjalanan yang jauh lebih besar dari apa pun yang pernah ia bayangkan.