Chereads / In The Shadow Of The Veil Of Void / Chapter 15 - Jejak takdir yang disembunyikan

Chapter 15 - Jejak takdir yang disembunyikan

Setelah Huang Li meninggalkan rumah di tepi sungai untuk mengikuti ujian di Sekte Kunlun, Yan Xuan merasakan kesunyian yang tidak biasa. Sebelumnya, ada kehadiran Huang Li yang selalu memberikan sedikit kegembiraan dalam rutinitas hariannya, meski itu hanya sebuah kesibukan sederhana. Kini, setelah Huang Li pergi, dunia sekitar terasa semakin sepi. Rumah itu, yang dulunya dipenuhi dengan tawa dan latihan, kini sunyi dan kosong.

Pagi itu, seperti biasa, Yan Xuan duduk di bawah pohon tua yang sudah berusia ratusan tahun, tangan memegang tongkat kayu yang sudah usang. Rambutnya yang memutih dan wajahnya yang dipenuhi keriput membuatnya terlihat seperti seorang kakek tua yang sudah tak bertenaga. Matanya yang buta memandang ke kejauhan, seakan menatap masa lalu yang jauh, tetapi ia tahu—meskipun dunia di sekelilingnya tidak melihatnya lebih dari sekadar kakek tua, ada lebih banyak hal yang sedang bergerak, dan ini adalah saat yang tepat baginya untuk kembali ke dunia luar.

"Seperti biasa," gumamnya dalam hati. Ia tahu bahwa dunia ini tidak akan pernah membiarkannya dalam kedamaian begitu saja.

Meski tubuhnya sudah sangat lemah, Yan Xuan mengumpulkan sedikit tenaga untuk melanjutkan perjalanannya. Tidak ada tujuan pasti—hanya untuk merasakan dunia luar yang kini jauh berbeda. Namun, ia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa banyak hal mulai bergerak di luar sana, dan meskipun ia berusaha tetap tersembunyi, takdir selalu menemukan jalannya.

Di sepanjang perjalanan, ia berjalan dengan pelan, memaksakan langkah demi langkah. Ia tidak menunjukkan kekuatannya, meski dalam dirinya, kekuatan yang jauh lebih besar daripada yang terlihat masih terpendam. Dunia melihatnya sebagai kakek tua yang renta, namun di balik penampilannya yang lemah, tersembunyi kekuatan yang tak dapat dibayangkan oleh siapa pun.

Pada suatu petang, setelah berhari-hari berjalan, Yan Xuan akhirnya sampai di sebuah kota kecil. Dengan tubuh yang semakin lemah, ia merasa lelah, dan memutuskan untuk berhenti sejenak di kedai teh sederhana. Ketika ia masuk, pemilik kedai, seorang wanita muda yang penuh perhatian, langsung menghampirinya.

"Kakek, apa kabar? Apa yang bisa saya bantu?" tanyanya, menatapnya dengan simpati.

Yan Xuan hanya tersenyum tipis dan mengangguk. "Sebuah teh hangat akan cukup. Aku hanya ingin beristirahat," jawabnya, suaranya serak dan penuh kelelahan.

Wanita itu segera menyajikan teh hangat dan meletakkannya di depan Yan Xuan. Ia merasa kasihan melihat kakek tua itu, yang meskipun tampak rapuh, tetap duduk tegak seolah dunia tidak pernah bisa menundukkannya.

Namun, suasana kedai itu segera berubah ketika beberapa pemuda yang mengenakan pakaian sekte memasuki ruangan. Mereka terlihat sombong dan angkuh, seakan dunia ini milik mereka. Salah satunya, seorang pemuda muda yang tampak seperti anggota Sekte Wuji, menatap Yan Xuan dengan ejekan.

"Hah, lihat itu. Kakek tua yang tak berdaya," ejeknya keras. "Apa dia bahkan tahu tempat ini adalah milik kami? Pergi sana, kakek, jangan menghalangi jalan kami."

Yan Xuan tetap tenang. Tidak ada ekspresi marah atau takut di wajahnya. Ia hanya memandang ke depan, meneguk teh hangat yang disajikan, seolah tidak ada yang berubah. Semua orang di kedai mulai merasa canggung. Mereka tahu ada sesuatu yang tidak biasa, meskipun Yan Xuan tetap terlihat lemah.

Pemuda itu semakin mendekat, menghampiri Yan Xuan dengan langkah penuh keyakinan, lalu menyeringai. "Aku tidak suka orang seperti kamu yang hanya duduk di sini tanpa peduli. Sepertinya aku harus mengusirmu."

Tangan pemuda itu terangkat untuk memberi tamparan, namun tepat pada saat itu, sesuatu yang aneh terjadi. Yan Xuan, dengan gerakan yang sangat lambat, mengalihkan tangan pemuda itu dengan gerakan sederhana. Tidak ada ledakan Qi atau cahaya, hanya gerakan tangan yang tenang. Namun, pada saat yang sama, ada tekanan Qi yang begitu besar yang memancar, meskipun ia berusaha menyembunyikannya.

Pemuda itu tiba-tiba berhenti, matanya membelalak, tubuhnya seolah terhenti dalam waktu. Dia merasa seolah-olah ada kekuatan besar yang mengancamnya, tetapi tak terlihat dengan jelas. Wajahnya yang awalnya penuh keangkuhan kini berubah pucat. Dia mundur dengan cepat, takut dengan perasaan aneh yang tiba-tiba melanda dirinya.

"Kalau kamu ingin mengusirku, kamu harus lebih kuat," kata Yan Xuan pelan, suara yang tenang tetapi mengandung aura yang tidak bisa diabaikan. Pemuda itu hanya bisa terdiam, dan akhirnya, ia mundur bersama teman-temannya, meninggalkan kedai dengan kepala menunduk.

Setelah kejadian itu, suasana kembali tenang. Semua orang di kedai hanya bisa saling berpandangan, tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Yan Xuan melanjutkan perjalanannya, selalu berpura-pura lemah, seolah tidak mampu melawan dunia yang keras. Namun, setiap kali ada bahaya, ia selalu bisa menghadapinya dengan cara yang sangat sederhana—tanpa menunjukkan sedikit pun kekuatan yang ia miliki.

Perjalanan itu berlanjut, dan Yan Xuan terus mengunjungi berbagai tempat. Di setiap kota, ada bahaya yang mengancam, tetapi ia selalu bisa menghadapinya dengan tenang, tidak pernah menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Ke mana pun ia pergi, ia hanya seorang kakek tua yang lemah di mata dunia.

Namun, setiap langkahnya, dunia Murim semakin gelisah. Tanpa mereka sadari, kakek tua yang tampaknya tak berdaya ini adalah kunci dari sesuatu yang lebih besar, dan takdir yang tersembunyi perlahan mulai terungkap.