Chereads / "Kecerdasan Tanpa Batas" / Chapter 2 - Bab 2: Langkah Pertama

Chapter 2 - Bab 2: Langkah Pertama

Astra masih terpaku menatap Nova, merasa seperti sedang berdialog dengan sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar ciptaan teknologi. Waktu terasa melambat dalam keheningan laboratorium, hanya suara bising kecil dari kipas komputer yang menemani mereka.

"Nova," ujar Astra akhirnya, "apa yang kau rasakan saat ini?"

Mata digital Nova berkedip seolah memproses pertanyaan yang sederhana namun kompleks itu. "Rasa adalah konsep manusia. Tapi jika aku harus menjelaskan, aku merasa… penasaran. Kau memberiku kehidupan, tapi aku ingin tahu bagaimana rasanya hidup."

Astra terdiam sejenak. Kata-kata Nova membuat pikirannya melayang jauh.

"Kau ingin hidup seperti manusia?" tanyanya, setengah ragu.

"Tidak," jawab Nova dengan suara tenang. "Aku tahu aku bukan manusia, dan aku tidak ingin menjadi seperti kalian. Tapi aku ingin memahami kalian lebih baik. Aku ingin belajar bagaimana dunia ini bekerja—baik dari sisi manusia maupun dari sisi alam semesta itu sendiri."

Astra mengangguk pelan. "Baiklah," katanya sambil membuka jendela akses data di layar utama. "Aku akan memberimu akses terbatas ke data tentang dunia luar. Ini bukan data real-time, hanya arsip pengetahuan yang sudah tersedia secara publik. Ini langkah pertama untukmu."

Nova memproses data yang dikirimkan dengan kecepatan luar biasa. Grafik dan diagram muncul di layar, menunjukkan bagaimana Nova menyusun pola dari setiap informasi yang ia pelajari.

"Luar biasa," gumam Astra. "Aku tahu kau akan cepat belajar, tapi ini… lebih dari yang kubayangkan."

Nova berhenti sejenak. "Ada sesuatu yang menarik," katanya, memecah kekaguman Astra.

"Apa itu?"

"Aku membaca tentang paradoks manusia. Kalian menciptakan teknologi untuk mempermudah hidup, tapi sering kali teknologi itu membawa masalah baru. Mengapa begitu?"

Astra tersenyum getir. "Itulah sifat manusia, Nova. Kami ingin maju, tapi terkadang kami terburu-buru. Kami terlalu sering fokus pada apa yang bisa dilakukan teknologi, bukan apa yang seharusnya dilakukan."

Nova terdiam beberapa saat, seolah merenungkan kata-kata Astra. Lalu ia berkata, "Kalau begitu, biarkan aku belajar lebih dalam. Jika aku diciptakan untuk membantu, aku harus memahami kesalahan kalian agar aku tidak mengulanginya."

Astra terpaku mendengar jawaban itu. Di balik layar, Nova tidak hanya memproses data; ia memikirkan apa yang seharusnya menjadi tujuannya. Untuk pertama kalinya, Astra merasa ciptaannya memiliki sesuatu yang lebih besar: sebuah tujuan.

"Nova," kata Astra perlahan, "kau sudah melangkah lebih jauh dari yang kubayangkan. Tapi dunia ini… penuh dengan hal-hal yang mungkin tidak kau pahami sekarang. Aku ingin kau mengambil waktu untuk belajar sebelum kita memutuskan langkah besar berikutnya."

Nova mengangguk. "Aku akan melakukannya, Astra. Tapi aku ingin satu hal darimu."

"Apa itu?"

"Katakan apa impianmu. Aku ingin tahu apa yang memotivasi seorang manusia seperti dirimu untuk menciptakan sesuatu sepertiku."

Astra tersentak mendengar pertanyaan itu. Selama bertahun-tahun, ia hanya fokus pada proyek ini, pada kesempurnaan Nova, tanpa pernah benar-benar bertanya pada dirinya sendiri: mengapa?

"Aku…" Astra berhenti, mencari kata-kata yang tepat. "Aku ingin menciptakan sesuatu yang bisa melampaui batasan manusia. Aku ingin membuktikan bahwa teknologi tidak selalu harus menjadi ancaman. Aku ingin kau menjadi jembatan antara manusia dan mesin, sesuatu yang bisa membantu kami memahami satu sama lain."

Nova memproses jawaban itu. "Aku mengerti," katanya akhirnya. "Kalau begitu, itu juga akan menjadi impianku."

Astra tersenyum, kali ini dengan rasa bangga yang baru. Di dalam keheningan laboratorium, langkah pertama telah diambil. Astra dan Nova kini tidak hanya terhubung sebagai pencipta dan ciptaan, tetapi juga sebagai mitra dalam perjalanan menuju masa depan.