Chereads / Doctor Z / Chapter 2 - Berkenalan Dengan Zara

Chapter 2 - Berkenalan Dengan Zara

(Suara alarm di smartphone berbunyi)

"Hoaammmm... Lumayan lah, yang penting udah tidur".

Dan itu adalah kata-kata Dokter Zein sesudah terbangun dari hibernasinya. 

Bergegas dia mencuci muka, berganti pakaian dan mengenakan pakaian yang serba santai.

Dokter Zein hari ini akan mengunjungi rumah orang tuanya sekaligus menginap di sana.

Tidak lupa, Dokter Zein membeli beberapa oleh-oleh di jalan, hanya sekedarnya saja untuk dibawa ke rumah orang tuanya.

Sampai di depan pintu gerbang, Dokter Zein membuka sendiri pintu gerbangnya yang saat itu kebetulan tidak dikunci, dan kemdian memasukkan mobilnya ke halaman depan rumah.

"Assalamualaikum, abi.. umi..", kata Dokter Zein memberi salam. 

Beberapa saat kemudian, jawaban salam terdengar dari dalam rumah. 

"Wa'alaikumussalam". Seorang wanita yang sebenarnya sudah berumur tapi masih terlihat muda dan sedikit mirip dengan Dokter Zein, keluar dari dalam rumah dan menyambut Dokter Zein. 

"Masya Allah, Zein..!!", kata wanita itu.

Dia adalah ibu Dokter Zein, yang bernama Hajjar Basrah, 64 tahun. Segera Dokter Zein mencium tangan ibunya dengan kasih sayang dan hormat sebagai anak kepada orang tua.

Di belakangnya, seorang lelaki tua pun menyusul. Dia adalah ayahnya Dokter Zein, bernama Abdullah Al-Ghifari, 68 tahun. 

Sama seperti yang diperbuat kepada ibunya, Dokter Zein pun mencium tangan ayahnya sebagai bentuk adab kepada orang tua.

"Zein.. kamu kemana aja? kok jarang nengok kami?", kata Pak Abdullah kepada Dokter Zein. 

"Biasalah bi, sibuk, kan abi tau sendiri kerjaan dokter kayak gimana", kata Dokter Zein kepada ayahnya.

Pak Abdullah hanya menganggukkan kepalanya, dan menyuruh Dokter Zein masuk. 

"Oh ya sebentar, kelupaan..", kata Dokter Zein.

Dokter Zein kemudian berlari kecil ke arah mobilnya, membuka pintu mobil, dan mengeluarkan beberapa oleh-oleh yang tadi sudah dibelinya.

Melihat Dokter Zein membeli cukup banyak oleh-oleh, Pak Abdullah dan Ibu Hajjar tersenyum, merasa bangga kepada anaknya. 

Bagaimana pun liarnya kelakuan seorang anak, jika memberi sesuatu meski hanya sedikit, itu sudah cukup untuk membuat orang tua tersenyum.

"Ini buah Jeruk, Apel, Pir, sama Martabak Manis buat abi sama umi", kata Dokter Zein. Dan sambil membantu membawakan oleh-oleh itu, Ibu Hajjar berkata, "Repot-repot amat sih Zein", sambil tersenyum kepada Dokter Zein.

"Oh iya tuh ada si Hamid datang tadi, lagi di belakang rumah dia", kata Pak Abdullah memberitahu Dokter Zein, bahwa sepupu dari keluarga ibunya, Hamid Basrah, 30 tahun, datang berkunjung.

"Wah, mantap bi, ana ke belakang dulu ya nemuin Hamid", kata Dokter Zein lalu meninggalkan kedua orang tuanya dan bergegas ke belakang rumah.

Di belakang rumah, terlihatlah seorang pria berambut cepak ikal, dan mempunyai brewok tebal sedang memberi makan burung kakatua milik Pak Abdullah. Dialah Hamid Basrah, sepupu Dokter Zein dari keluarga ibunya. 

Karena sebelumnya salam dari Dokter Zein tidak dijawab oleh Hamid, karena mungkin saking asyiknya memberi makan dan bermain dengan burung kakatua, Dokter Zein pun mendekati Hamid dan memberi salam di dekat telinga Hamid.

"Assalamualaikum..... Hamiiidddd..", suara Dokter Zein cukup keras dan mengagetkan Hamid.

"Allahu Akbar.. Astaghfirullah.. Yaa Allah Yaa Karim.. A'udzubillahi minas syaithonirrojim", kata Hamid terkejut dan spontan menyebut nama Tuhan dan minta perlindungan dari godaan setan.

"Ente bahlul Zein, ngagetin ane aja!!". Kata Hamid kesal.

"Ya lagian ente ngapain coba, ane salam malah ente kaga jawab salam ane. Ya udah kan, ane teriak ke telinga ente. Dikencingi setan ni kayaknya telinga ente, jadi kaga denger salam ane, hahaha", kata Dokter Zein tertawa terbahak-bahak.

"Iye, iye, Wa'alaikumussalam Zein, akhiy, tumben ente ke sini ada acara apa nih?", kata Hamid sambil terus memberi makan burung kakatuanya.

"Yaa Allah, harusnya ane yang ngomong gitu Hamid, ni kan rumah abi gue, huh, ngeselin emang ente", kata Dokter Zein sedikit kesal.

"Ooooh iya ya.. ha ha ha ha..", kata Hamid dan sesaaat kemudian tawa mereka berdua bergema sampai terdengar ke depan rumah.

"Itu dua anak bahlul lagi ngapain mi, ketawa-ketawa nyampe kedengeran kemari", kata Pak Abdullah berkata sambil menikmati Buah Pir.

"Astaghfirullah, ucapannya bi!!!", kata Ibu Hajjar sambil melirik ke arah Pak Abdullah. Pak Abdullah pun hanya cengengesan saja.

"Eh Zein, ane punya kenalan harem nih, pokoknya ajieb deh!!", Hamid berkata sambil menunjukkan sebuah kontak WhatsApp yang diberi nama Zara. 

Hamid meng-klik foto profil Zara, dan terlihatlah wanita berhijab cantik, berhidung sangat mancung, dan keturunan Timur Tengah pula.

Dokter Zein yang melihatnya hanya merasa biasa saja. Lagipula, meskipun Zein juga keturunan Timur Tengah, tapi dia lebih menyukai wanita asli Indonesia.

Itu bisa terlihat dari almarhumah istri Dokter Zein yang merupakan wanita asli Indonesia.

"Gimana menurut ente? He he he..", kata Hamid sambil tersenyum penuh makna.

"Biasa aja sih menurut ane". Kata Dokter Zein membalas pertanyaan Hamid.

"Eh, bahlul, ane udah jauh-jauh ke Subang buat nemuin langsung si Zara ini. Ente udah ane kenalin ke Zara. Ni nomor WhatsApp-nya ane kirim", kata Hamid yang terkesan memaksa.

Dan sesaat kemudian, sebuah pesan masuk diterima. Hamid mengirimkan sebuah kontak nomor WhatsApp, bernomor 081*********.

"Pokoknya ente kenalan dulu ma si Zara ini, dia juga lagi nyari jodoh", kata Hamid menambahkan.

"Lah ente buang-buang waktu aja, males ane kalo kirim pesan ke orang yang gak ane kenal", balas Dokter Zein yang bahkan hampir langsung menghapus nomor Zara, tapi langsung dicegah Hamid.

"Eh, Zein, ente kalo bahlul yang wajar aja, jangan yang super bahlul, hargain ane dong yang udah jauh-jauh ke Subang", kata Hamid yang merasa bahwa Dokter Zein tidak menghargai usahanya.

"Lagian ane kan kaga minta dikenalin ma hareem", kata Dokter Zein beralasan.

"Ane itu kasihan ma abah umi ente, udah tua. Sementara ente anak pertama, malah belum nikah-nikah, belum ngasih cucu ke abah umi ente", ujar Hamid beralasan.

Mendengar itu, Dokter Zein mengangguk. Ada benarnya juga omongan si Hamid ini.

"Ya udah nanti, Insya Allah ane coba kirim pesan ke Zara", kata Dokter Zein kepada Hamid.

Mendengar itu Hamid pun sangat senang. Hamid saat ini merasa sudah cukup berkontribusi untuk Dokter Zein, sepupunya ini.

"Nah gitu dong, masa jomblo mulu, kalo ane punya wajah seganteng ente, udah pasti ane punya istri lebih dari satu. Hahaha", kata Hamid bercanda.

Dan akhirnya, percakapan keduanya diakhiri dengan canda tawa kebersamaan.

==========================

(Malam Harinya)

Di malam harinya, setelah melaksanakan sholat Isya, Dokter Zein mencoba mengirim pesan lewat aplikasi WhatsApp kepada Zara.

'Assalamu'alaikum Zara', kata Dokter Zein di pesan itu.

Beberapa saat kemudian, masuklah balasan dari nomor WhatsApp Zara.

'Wa'alaikumussalam, siapa ya?', kata Zara membalas.

'Ini Zein', kata Dokter Zein lagi.

'Zein? Zein yang mana ya?', kata Zara membalas pesan itu.

'Zein Al-Ghifari, sepupunya Hamid Basrah', kata Dokter Zein.

'Oh iya, iya. Aa Zein ya, salam kenal ya', kata Zara yang juga memperkenalkan diri.

Dan entah berapa jam Dokter Zein dan Zara saling mengirim dan membalas pesan satu sama lain. Dokter Zein berpikir.

'Hmm.. mungkin saatnya gue harus move on nih, gue coba dulu kali ya, mengenal si Zara. Hufft'.

Setelah berpikir beberapa saat, waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam. Beruntung besok adalah Hari Minggu. Itu adalah saat yang membahagiakan karena bisa sehari libur bekerja. 

Dokter Zein akan memanfaatkan waktu liburannya kali ini, dengan lebih intens mengenal Zara. Jika perlu, mungkin bisa saling menelepon satu sama lain. 

Tapi di dalam hati Dokter Zein, dia masih merasa ragu dengan sosok Zara ini. Apalagi dari pengakuan Zara sendiri, Zara ternyata masih muda, dan baru berusia 24 tahun.

Sementara Dokter Zein tidak memberitahukan berapa usianya.

'Beda cukup jauh juga dengan usiaku yang sudah 43 tahun ini.... Haahhh...!!', kata Dokter Zein dalam hati yang akhirnya menghela nafas kasar setelahnya.

========================