(Suara alarm di smartphone berbunyi)
"Hoaammmm... Lumayan lah, yang penting udah tidur".
Dan itu adalah kata-kata Dokter Zein sesudah terbangun dari hibernasinya.
Bergegas dia mencuci muka, berganti pakaian dan mengenakan pakaian yang serba santai. Dokter Zein hari ini akan mengunjungi rumah orang tuanya sekaligus menginap di sana.
Tidak lupa, Dokter Zein membeli beberapa oleh-oleh di jalan, hanya sekedarnya saja untuk dibawa ke rumah orang tuanya.
Sampai di depan pintu gerbang, Dokter Zein membuka sendiri pintu gerbangnya yang saat itu kebetulan tidak dikunci, dan kemdian memasukkan mobilnya ke halaman depan rumah.
"Assalamualaikum, abi.. umi..", kata Dokter Zein memberi salam.
Beberapa saat kemudian, jawaban salam terdengar dari dalam rumah.
"Wa'alaikumussalam.."
Seorang wanita yang sebenarnya sudah berumur tapi masih terlihat muda dan sedikit mirip dengan Dokter Zein, keluar dari dalam rumah dan menyambut Dokter Zein.
"Masya Allah, Zein..!!", jawab wanita itu antusias.
Dia adalah ibu Dokter Zein, yang bernama Hajjar Basrah, 64 tahun.
Segera Dokter Zein mencium tangan ibunya dengan kasih sayang dan hormat sebagai anak kepada orang tua.
Di belakangnya, seorang lelaki tua pun menyusul. Dia adalah ayahnya Dokter Zein, bernama Abdullah Al-Ghifari, 68 tahun.
Sama seperti yang diperbuat kepada ibunya, Dokter Zein pun mencium tangan ayahnya sebagai bentuk adab kepada orang tua.
"Zein kemana aja, kok jarang nengok kami?", kata Pak Abdullah kepada Dokter Zein.
"Biasalah bi, sibuk, kan abi tau sendiri kerjaan dokter kayak gimana", balas Dokter Zein kepada ayahnya.
Pak Abdullah hanya menganggukkan kepalanya, dan menyuruh Dokter Zein masuk.
"Oh ya sebentar, kelupaan..", ujar Dokter Zein mengingat sesuatu.
Dokter Zein kemudian berlari kecil ke arah mobilnya, membuka pintu mobil, dan mengeluarkan beberapa oleh-oleh yang tadi sudah dibelinya.
Melihat Dokter Zein membeli cukup banyak oleh-oleh, Pak Abdullah dan Ibu Hajjar tersenyum, merasa bangga kepada anaknya.
Bagaimana pun liarnya kelakuan seorang anak, jika memberi sesuatu meski hanya sedikit, itu sudah cukup untuk membuat orang tua tersenyum.
"Ini buah Jeruk, Apel, Pir, sama Martabak Manis buat abi sama umi", kata Dokter Zein kepada kedua orang tuanya.
Dan sambil membantu membawakan oleh-oleh itu, Ibu Hajjar berkata, "Repot-repot amat sih Zein", balas Bu Hajjar sambil tersenyum kepada Dokter Zein.
"Oh iya tuh ada si Hamid datang tadi, lagi di belakang rumah dia", timpal Pak Abdullah memberitahu Dokter Zein, bahwa sepupu dari keluarga ibunya, Hamid Basrah, 30 tahun, datang berkunjung.
"Wah, mantap bi, ana ke belakang dulu ya nemuin Hamid", balas Dokter Zein lalu meninggalkan kedua orang tuanya dan bergegas ke belakang rumah.
Di belakang rumah, terlihatlah seorang pria berambut cepak ikal, dan mempunyai brewok tebal sedang memberi makan burung kakatua milik Pak Abdullah. Dialah Hamid Basrah, sepupu Dokter Zein dari keluarga ibunya.
Karena sebelumnya salam dari Dokter Zein tidak dijawab oleh Hamid, karena mungkin saking asyiknya memberi makan dan bermain dengan burung kakatua, Dokter Zein pun mendekati Hamid dan memberi salam di dekat telinga Hamid.
"Assalamualaikum..... Hamiiidddd..", teriak Dokter Zein.
Suara Dokter Zein cukup keras dan mengagetkan Hamid.
"Allahu Akbar.. Astaghfirullah.. Yaa Allah Yaa Karim.. A'udzubillahi minasy syaithonirrojim", jawab Hamid terkejut dan spontan menyebut nama Tuhan dan minta perlindungan dari godaan setan.
"Ente bahlul Zein, ngagetin ane aja!!", balas Hamid lagi setelah melihat siapa yang datang mengagetkannya.
"Ya lagian ente ngapain coba, ane salam malah ente kaga jawab salam ane. Ya udah kan, ane teriak ke telinga ente. Dikencingi setan ni kayaknya telinga ente, jadi kaga denger salam ane, hahaha", ujar Dokter Zein yang sedang tertawa terbahak-bahak.
"Iye, iye, Wa'alaikumussalam Zein, akhiy.. Tumben ente ke sini ada acara apa nih", balas Hamid sambil terus memberi makan burung kakatuanya.
"Yaa Allah, harusnya ane yang ngomong gitu Hamid, ni kan rumah abi gue, huh, ngeselin emang ente", ujar Dokter Zein yang merasa sedikit kesal kepada Hamid
"Ooooh iya ya.. ha ha ha ha..", balas Hamid lagi dan sesaaat kemudian tawa mereka berdua bergema sampai terdengar ke depan rumah.
"Itu dua anak bahlul lagi ngapain mi, ketawa-ketawa nyampe kedengeran kemari", kata Pak Abdullah berkata kepada istrinya sambil menikmati Buah Pir.
"Astaghfirullah, ucapannya bi!!!", balas Bu Hajjar sambil melirik ke arah Pak Abdullah. Pak Abdullah pun hanya cengengesan saja.
"Eh Zein, ane punya kenalan harem nih, pokoknya ajieb deh", Hamid berkata sambil menunjukkan sebuah kontak WhatsApp yang diberi nama Zara.
Hamid meng-klik foto profil Zara, dan terlihatlah wanita berhijab cantik, berhidung sangat mancung, dan keturunan Timur Tengah pula.
Dokter Zein yang melihatnya hanya merasa biasa saja. Lagipula, meskipun Zein juga keturunan Timur Tengah, tapi dia lebih menyukai wanita asli Indonesia.
Itu bisa terlihat dari almarhumah istri Dokter Zein yang merupakan wanita asli Indonesia.
"Gimana menurut ente? He he he..", Hamid bertanya sambil tersenyum penuh makna.
"Biasa aja sih menurut ane", jawab Dokter Zein membalas pertanyaan Hamid.
"Eh, bahlul, ane udah jauh-jauh ke Subang buat nemuin langsung si Zara ini. Ente udah ane kenalin ke Zara. Ni nomor WhatsApp-nya ane kirim", balas Hamid yang terkesan memaksa Dokter Zein.
Dan sesaat kemudian, sebuah pesan masuk diterima. Hamid mengirimkan sebuah kontak nomor WhatsApp, bernomor 081*********.
"Pokoknya ente kenalan dulu ma si Zara ini, dia juga lagi nyari jodoh", lanjut Hamid berkata.
"Lah ente buang-buang waktu aja, males ane kalo kirim pesan ke orang yang gak ane kenal", balas Dokter Zein yang bahkan hampir langsung menghapus nomor Zara, tapi langsung dicegah Hamid.
"Eh, Zein, ente kalo bahlul yang wajar aja, jangan yang super bahlul, hargain ane dong yang udah jauh-jauh ke Subang", timpal Hamid yang merasa bahwa Dokter Zein, sepupunya itu tidak menghargai usahanya.
"Lagian ane kan kaga minta dikenalin ma hareem", jawab Dokter Zein beralasan.
"Ane itu kasihan ma abah umi ente, udah tua. Sementara ente anak pertama, malah belum nikah-nikah, belum ngasih cucu ke abah umi ente", ujar Hamid memberi penjelasan.
Mendengar itu, Dokter Zein berpikir sesaat kemudian mengangguk. Ada benarnya juga omongan si Hamid ini.
"Ya udah nanti, Insya Allah ane coba kirim pesan ke Zara", balas Dokter Zein yang akhirnya sedikit melunak.
Mendengar itu Hamid pun sangat senang. Hamid saat ini merasa sudah cukup berkontribusi untuk Dokter Zein, sepupunya ini.
"Nah gitu dong, masa jomblo mulu, kalo ane punya wajah seganteng ente, udah pasti ane punya istri lebih dari satu. Hahaha", balas Hamid lagi sedikit bercanda kemudian coba merangkul Dokter Zein, namun kesulitan karena tinggi badan Dokter Zein 15 cm lebih tinggi darinya.
Dan akhirnya, percakapan keduanya diakhiri dengan canda tawa kebersamaan.
======================
Di malam harinya, setelah melaksanakan shalat Isya, Dokter Zein mencoba mengirim pesan lewat aplikasi WhatsApp kepada Zara.
'Assalamu'alaikum Zara', kata Dokter Zein mengawali.
Beberapa saat kemudian, masuklah balasan dari nomor WhatsApp Zara.
'Wa'alaikumussalam, siapa ya?', Zara membalas pesan itu.
'Ini Zein', kata Dokter Zein lagi.
'Zein? Zein yang mana ya?', balas Zara singkat.
'Zein Al-Ghifari, sepupunya Hamid Basrah', ujar Dokter Zein memperkenalkan dirinya.
'Oh iya, iya. Sepupu Bang Hamid ya. Aa Zein salam kenal ya', jawab Zara yang juga sedikit merasa antusias.
Dan entah berapa jam Dokter Zein dan Zara saling mengirim dan membalas pesan satu sama lain. Dokter Zein berpikir.
'Hmm.. mungkin saatnya gue harus move on nih, gue coba dulu kali ya, mengenal Zara ini. Hufft'.
Setelah berpikir beberapa saat, waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam.
Beruntung besok adalah Hari Minggu. Itu adalah saat yang membahagiakan karena bisa sehari libur bekerja.
Dokter Zein akan memanfaatkan waktu liburannya kali ini, dengan lebih intens mengenal Zara. Jika perlu, mungkin bisa saling menelepon satu sama lain.
Tapi di dalam hati Dokter Zein, dia masih merasa ragu dengan sosok Zara ini.
Apalagi dari pengakuan Zara sendiri, Zara ternyata masih muda, dan baru berusia 24 tahun. Sementara Dokter Zein tidak memberitahukan berapa usianya.
'Beda cukup jauh juga dengan usiaku yang sudah 43 tahun ini.... Haahhh...!!', kata Dokter Zein dalam hati yang akhirnya menghela nafas kasar setelahnya.
=============