Chereads / Doctor Z / Chapter 6 - Aku Kenal Wanita Ini

Chapter 6 - Aku Kenal Wanita Ini

(Di dalam Ruangan Instalasi Farmasi)

"Mel, racikan obat buat pasien a/n Yuliono Iwan sudah selesai?", tanya seorang apoteker senior kepada apoteker junior.

"Sudah mba, ini juga sekalian yang a/n Hani Widyasari", balas apoteker junior itu.

"Ok, sip. Thanks", balas si senior dengan tersenyum.

Di dalam ruangan Instalasi Farmasi saat ini, terlihat beberapa orang apoteker yang sedang sibuk meracik obat.

Ada juga beberapa apoteker yang khusus berjaga di depan loket farmasi untuk menyerahkan langsung kepada para pasien sambil memberitahu mereka aturan meminum obatnya.

Dokter Zein yang saat ini sudah di depan Instalasi Farmasi, segera saja masuk ke dalam.

"Selamat Siang semuanya.. Wah lagi pada sibuk nih?", kata Dokter Zein tersenyum ramah kepada para apoteker.

"Eh, Dok.. Selamat Siang juga. Iya nih, hari ini pasien lagi banyak banget", kata Dini, Kepala Apoteker itu.

"Ok, selamat bekerja. Saya cuma mau ngecek-ngecek aja di sini. Tidak usah ngerasa ke ganggu ya?", kata Dokter Zein kepada para petugas apoteker di sana.

"Silahkan.. silahkan.. Dok", balas Dini, Kepala Apoteker itu.

'Seharian di sini juga gak papa Dok. Saya ikhlas. Biar saya bisa sekalian cuci mata sama kamu Dok', kata Dini di dalam hati.

Sudah sejak lama Dini sangat mengagumi wibawa Dokter Zein. Selain karena kharismanya, tentu saja karena ketampanannya.

Dulu saat Dini pertama kali masuk ke RS Derisa ini, sekitar 5 tahun yang lalu, kebetulan saat itu seharusnya dia tidak di terima bekerja RS ini.

Tapi karena Dokter Zein, HRD saat itu langsung berubah pikiran dan menerima Dini untuk bekerja di RS ini.

Karena itulah, Dini selalu menganggap bahwa Dokter Zein adalah idola dan penyelamatnya. Selain itu, untuk membuktikan diri bahwa RS ini tidak salah memilihnya, Dini menjadi orang yang tekun, teliti, dan cermat dalam bekerja.

Hasilnya sudah bisa di lihat saat ini. Dua tahun setelah Dini di terima bekerja, Dini dipromosikan langsung menjadi Kepala Apoteker di RS Derisa ini.

(Kembali kepada pekerjaan Dokter Zein)

Saat Dokter Zein sedang mengecek beberapa rak-rak obat yang dinilai sudah tidak layak pakai lagi, mendadak matanya tertuju kepada seorang perempuan berhijab memakai seragam putih hitam.

Sudah dipastikan dia adalah seorang apoteker baru. Dan yang lebih mengejutkan lagi, sepertinya Dokter Zein mengenalnya.

"Kamu apoteker baru ya?", tanya Dokter Zein kepada Melati, Apoteker baru.

"Oh.. iya Dok.. Saya baru 3 hari magang di sini.. Saya juga masih... Lho, mas nya kan yang...", kata Melati, Apoteker baru, yang juga merasa seperti mengenal Dokter Zein.

Dokter Zein tertawa,

"Haha.. iya, saya yang waktu itu mau beli obat L******* "(maaf nama obat saya sensor, takut kena pasal).

"Oh iya, iya.. Saya ingat mas, eh maaf Dok..", kata Melati saat mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Dokter Zein.

Apoteker baru itu bernama Melati Dewi Arwiena, 22 tahun. Sebelum bekerja di RS Derisa, Melati pernah bekerja di Apotek Firma Baru sebagai asisten apoteker di apotek tersebut.

(Flashback cerita saat pertama kali Melati bertemu dengan Dokter Zein)

Beberapa bulan yang lalu, Dokter Zein yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumahnya setelah berkunjung ke rumah salah satu sahabatnya, tidak tahu kenapa merasa gatal di bagian kulit tangannya.

Muncul beberapa bentolan kecil dan cukup banyak di kulitnya.

Akhirnya Dokter Zein memutuskan untuk membeli obat di apotek yang nanti dia lalui. Dan kebetulan, dia melihat Apotek Firma Baru. Maka Dokter Zein mampir untuk membeli obat alergi.

Di sanalah dia bertemu dengan Melati untuk yang pertama kalinya. Segera, Melati melayani Dokter Zein dengan ramah.

"Silahkan mas", kata Melati menyapa Dokter Zein dengan ramah.

"Iya mba, saya mau beli obat L********, yang tablet aja 1 strip", pinta Zein.

"Ada resep dokternya mas?", tanya Melati kepada Dokter Zein.

"Aduh mba, gini, sebenarnya saya dokter juga, tapi saya gak bawa kertas resepnya", kata Dokter Zein sedikit pasrah.

"Ada identitas kedokteran yang bisa saya lihat mas?", tanya Melati lagi kepada Dokter Zein.

"Di rumah mba, gak saya bawa. Saya baru dari rumah temen, gak bawa identitas apapun", kata Dokter Zein lagi.

Memang ini kebiasaan buruk Dokter Zein dari dulu, selalu tidak membawa identitas apa-apa jika ke tempat temannya. Bahkan identitas seperti KTP pun, jarang sekali dibawanya.

Dokter Zein hanya membawa kendaraannya dan beberapa lembar uang cash jika bertamu ke rumah sahabat-sahabatnya. Alasannya, karena rumahnya cukup dekat.

"Maaf kalau begitu, mas nya tidak bisa beli obat ini", kata Melati tegas meskipun dia tahu tindakannya saat ini beresiko tinggi karena menolak seorang dokter.

Tapi peraturan tetaplah peraturan. Tidak boleh di langgar. Itu prinsip Melati.

"Ya udah saya beli C******** aja", kata Dokter Zein mencari obat alternatif yang khasiatnya hampir sama dengan obat pertama.

"Itu juga harus pake resep mas", timpal Melati lagi.

'Aku yang hampir 20 tahun jadi dokter malah gak tau obat-obatan apa aja yang harus dibeli pake resep. Ngeselin amat', kata Dokter Zein berkata dalam hati.

"Ya udah mba, beli I****** aja, 1 strip", kata Dokter Zein lagi.

"Nah klo I****** bisa mas tanpa resep, sebentar ya", kata Melati menuju rak obat dan memberikan obat itu.

"Maaf Mas yang isi 4 atau 10 ya?", tanya Melati lagi.

"Yang isi 10 aja gak papa", balas Zein.

"Semuanya jadi Rp. 15.000,-. Silahkan mas", kata Melati ramah dan sopan.

Dokter Zein hanya mengangguk, kemudian membayar obat itu dengan uang Lima Puluh ribuan.

Setelah mendapatkan uang kembaliannya, Dokter Zein tanpa pikir panjang langsung memasukkan uang kembalian itu ke kotak amal dekat etalase.

"Makasih mba. Permisi..", kata Dokter Zein lagi sebelum meninggalkan Apotek Firma Baru.

"Sama-sama mas. Hati-hati di jalan", kata Melati dengan tersenyum dan menatap lurus ke arah Dokter Zein.

'Jika kamu memang Dokter, aku harap kita kerja di RS yang sama suatu hari nanti', kata Melati yang secara tidak sadar berharap dalam hatinya. Melati saat itu sudah jatuh cinta dan mengagumi Dokter Zein itu.

Kembali ke masa kini, dimana terlihat Dokter Zein dan Melati yang kini sedang tertawa bersama mengingat kekonyolan mereka saat itu.

Walaupun saat ini Melati sedikit malu, tapi mau bagaimana lagi.

"Eh mba, liat tuh si anak baru lagi bercanda ma Dokter Zein", kata salah seorang Apoteker senior yang bernama Hannah kepada Dini, Kepala Apoteker itu.

"Hadeehh, saingan cinta gue tambah lagi", kata Dini menghela nafas pasrah.

= = = = = = = = = = = = = = = =

(Di rumah Pak Abdullah)

"Apaaaaaaa?!!", kata seseorang yang berteriak keras saat menelepon, hingga mengagetkan salah satu penghuni rumah.

Dialah Hamid, yang kini sedang menelepon Zara.

Mendengar suara teriakan, Pak Abdullah mengecek ke tempat dimana sumber suara itu berasal.

"حميد !!! غبي!!! ما هذا؟

"(Hamid!!! bahlul ente!!! ente kenapa?!)". Kata Pak Abdullah.

"لا شيء يا عم، كل شيء آمن، هاهاها"

"(Gak ada apa-apa Paman, aman aman, ha ha ha)". Kata Hamid membalas.

Sambil tetap mengumpat dan kesal karena kelakuan Hamid, Pak Abdullah akhirnya pergi meninggalkan Hamid.

"Lanjut Ra, kamu serius ngomong gitu ke Zein?!", kata Hamid tidak percaya.

"Yee, nanya aja sendiri ke om Zein", kata Zara sekarang yang terdengar ketus.

"Wah.. kemarin panggil aa, sekarang panggil om", kata Hamid sambil menggelengkan kepalanya.

"Jujur Zara malu, kalo temen-temen Zara tau umur om Zein", kata Zara beralasan.

"Ra, kamu bener-bener menolak berlian..", kata Hamid kepada Zara.

"Naon maksudna teh?", kata Zara sedikit bingung.

"Pokoknya, ane ingetin, jangan nyesel nanti!", kata Hamid yang juga ikut kesal dengan sikap Zara.

"Kalo Zara nyesel, Zara gak bakal ngomong gitu ke om Zein", balas Zara lagi.

"Udah ah, bikin kesel aja kamu Ra, huh, Assalamualaikum..", kata Hamid lalu menutup teleponnya.

"Wa'alaikumussalam", kata Zara menjawab salam dari Hamid.

"Bang Hamid sampai bela-belain om Zein? Sebenarnya kayak apa sih Om Zein itu, aahhh.. meni keukeuh aihh", gumam Zara yang kemudian kembali melanjutkan aktifitasnya.

= = = = = = = = = = = = = = =

(Sore harinya jam 16.00 sore, RS Derisa)

Karena hari ini tidak melakukan praktek dan hanya 'berjalan-jalan' di rumah sakit saja, Dokter Zein cukup kelelahan.Sekarang sudah saatnya pulang.

Saat akan mengambil mobilnya di tempat parkir khusus dokter, kebetulan Dokter Zein melihat Melati yang sedang menelepon seseorang.

"Iya om, Mel sekarang kerja di RS Derisa, masih karyawan baru sih. Jadi bisa gak tolong jemput Mel", kata Melati kepada seseorang di telepon.

"Haduhh, Mel, Mel, kenapa harus kerja di RS itu, bukannya di RS lain?", kata om-nya Melati itu.

"Memangnya kenapa om, kan ini RS besar, gajinya juga bikin puas kok", kata Melati berargumen.

"Sudah nanti aja om cerita, kamu di mana sekarang?", tanya om nya Melati.

"Di depan RS, dekat pos security", kata Melati lagi.

"Ok, jangan kemana-mana. Om datang nih", kata Om nya Melati menjawab sekali lagi.

Melati hanya mengiyakan dan setelah itu baru menutup teleponnya. Saai itu juga Melati melihat Dokter Zein yang berjalan mendekat ke arahnya.

'Ni dokter emang ganteng banget, juga tinggi. Aku aja cuma sebahunya, padahal tinggiku kan 160 cm, gak terlalu pendek-pendek amat'. Kata Melati di dalam hati.

Deg deg deg

Itu suara detak jantung Melati yang tidak beraturan saat melihat Dokter Zein.

'Aduh dokter ini ngapain ke sini sih?!. Aahhh... bikin grogi aja', kata Melati lagi di dalam hatinya.

========================