Chereads / LOVE IN TWO ERAS / Chapter 27 - Memori yang Bertahan

Chapter 27 - Memori yang Bertahan

Alia berdiri di depan rak buku di ruang kerjanya, matanya menelusuri barisan buku yang tersusun rapi. Salah satu buku itu adalah naskah yang baru saja ia selesaikan, hasil penelusuran panjang tentang kisah Maya dan Johannes. Setelah berbulan-bulan melakukan riset, mendalami setiap surat, foto, dan dokumen yang ditemukan, akhirnya kisah itu telah selesai ditulis. Namun, meskipun naskah itu telah selesai, Alia merasa bahwa ini bukanlah akhir dari perjalanan. Ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang akan menghubungkan masa lalu dengan masa kini dan menghidupkan kisah cinta yang dulu terkubur dalam sejarah.

Ia membuka naskah yang sudah diprint dan terbuka di meja. Tak dapat dipungkiri, perasaan haru masih mengalir begitu saja setiap kali ia membaca kembali tulisan itu. Setiap kalimat yang ia tulis terasa sangat hidup, menghidupkan kembali kisah cinta yang telah lama terpendam, namun tak pernah terlupakan. Maya dan Johannes, meskipun telah berpisah, masih berbicara dalam bentuk kata-kata yang tertulis, memberi pesan kepada siapapun yang bersedia mendengarkan kisah mereka.

Alia merenung sejenak. "Apa yang sebenarnya aku cari dengan menulis semua ini?" pikirnya, seperti ada pertanyaan yang belum sepenuhnya terjawab. Meskipun ia telah menelusuri setiap detail tentang Maya dan Johannes, merenungkan kisah mereka, dan akhirnya menuliskannya, Alia merasa seperti ada satu hal penting yang terlewat: bahwa kisah cinta mereka bukan hanya sebuah sejarah yang harus dikenang, tetapi juga pelajaran hidup yang harus diteruskan.

Di luar jendela, hujan mulai turun perlahan, menambah kesunyian yang ada di ruangan itu. Hujan selalu mengingatkan Alia pada waktu-waktu tertentu dalam hidupnya—pada saat-saat ketika ia merasa kesepian dan terombang-ambing antara berbagai pilihan dalam hidupnya. Namun, seperti hujan yang selalu berhenti, ia menyadari bahwa setiap perjalanan ada ujungnya, setiap kesedihan ada akhirnya, dan setiap kenangan, meskipun tak bisa diulang, tetap dapat memberi pengaruh besar pada kehidupan yang terus berjalan.

Sebagai seorang arkeolog, Alia sudah terbiasa bekerja dengan benda-benda yang memiliki sejarah panjang. Namun, kisah Maya dan Johannes memberinya perspektif baru. Seperti barang-barang purbakala yang ia gali dan pelajari, kenangan dan cinta juga memiliki jejak yang tak terhapuskan. Mereka membentuk kehidupan dan membentuk cara kita memandang dunia. Cinta Maya dan Johannes, meskipun tidak pernah memiliki akhir yang indah, tetap memberikan makna mendalam dalam hidup Alia, seperti sebuah benda bersejarah yang meskipun terpendam, tetap memberi pelajaran.

Ia mengambil pena dan mulai menulis di margin dokumen, seolah memberi catatan kecil untuk dirinya sendiri. "Mungkin inilah yang harus aku ingat, bahwa meskipun kita tidak bisa selalu memiliki apa yang kita inginkan, kita tetap bisa memegang kenangan itu dalam hati. Kenangan adalah warisan yang bertahan, bahkan setelah kita kehilangan sesuatu yang kita cintai."

Alia teringat pada masa-masa sulit dalam hidupnya, ketika ia merasa kehilangan arah dan merasa bahwa cintanya tak bisa bertahan. Seperti halnya Maya yang harus menerima kenyataan bahwa hubungan dengan Johannes tak bisa berlanjut, Alia juga pernah menghadapi kenyataan pahit dalam hidupnya. Namun, dari pengalaman itu, Alia belajar bahwa terkadang, kehilangan adalah bagian dari perjalanan hidup yang perlu diterima, bahkan jika itu terasa menyakitkan.

Maya, setelah berpisah dengan Johannes, tetap melanjutkan hidupnya. Meski ia merasa kehilangan bagian dari dirinya, Maya tidak menyerah. Dia memilih untuk tetap hidup dengan penuh semangat, meskipun hatinya hancur. Hal itu mengingatkan Alia pada kekuatan manusia untuk bertahan, meskipun dunia sekelilingnya berusaha mengubur rasa sakit itu. Keteguhan hati Maya yang tak menyerah pada hidup dan pada cinta yang telah pergi memberikan Alia pengajaran yang berharga. Cinta, meskipun tak selalu membawa kebahagiaan yang abadi, tetap memberi warna dalam hidup.

Dengan perlahan, Alia mulai menulis lebih banyak, mengungkapkan perasaannya di atas kertas. "Maya mengajarkanku bahwa kenangan adalah bagian dari kita. Seperti barang-barang lama yang ditemukan di bawah tanah, kenangan itu mungkin tampak terlupakan, tetapi sebenarnya tetap ada di dalam diri kita. Ia tidak akan hilang, hanya menjadi bagian dari siapa kita sekarang. Itu adalah warisan, yang meskipun tak selalu bisa kita pegang, tetap akan hidup di dalam kita."

Alia menulis dengan perasaan yang semakin ringan. Ia merasakan sebuah kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ketika ia menelusuri kisah Maya dan Johannes, ia tak hanya menemukan kisah cinta yang tragis, tetapi juga menemukan pelajaran hidup yang lebih dalam. Setiap langkah yang ia ambil dalam menulis buku ini adalah langkah menuju pemahaman yang lebih besar tentang apa arti cinta sejati, tentang bagaimana kita harus menerima kenyataan dan melanjutkan hidup meskipun perasaan kita masih terluka.

Alia menutup buku itu dan merapikan kertas-kertas yang berserakan di atas meja. Ia merasa seperti telah selesai menjalani perjalanan yang panjang. Kisah cinta Maya dan Johannes, yang sempat terhenti oleh waktu dan keadaan, kini hidup kembali dalam tulisannya. Namun, bukan hanya mereka yang hidup dalam kisah ini, tetapi juga dirinya. Maya dan Johannes mengajarkannya bahwa meskipun kita tidak selalu bisa memilih jalan yang kita inginkan, kita tetap memiliki kendali atas bagaimana kita merespon perasaan kita dan menjalani hidup kita.

Sebagai penulis, Alia merasa tanggung jawabnya belum selesai. Buku ini bukan hanya tentang menuliskan sejarah; ini adalah tentang merayakan cinta, meskipun cinta itu penuh dengan liku-liku dan kadang berakhir dengan kesedihan. Alia tahu bahwa kisah cinta Maya dan Johannes akan menginspirasi banyak orang, tetapi yang lebih penting baginya adalah bagaimana kisah itu menginspirasi dirinya sendiri.

"Ini bukan sekadar cerita tentang cinta yang hilang," pikir Alia, "Ini adalah cerita tentang cinta yang bertahan, meskipun waktu dan jarak memisahkannya. Tentang kenangan yang bertahan, bahkan ketika semuanya sudah berubah."

Ketika ia menutup buku itu, Alia merasa seolah-olah sebuah bab dalam hidupnya juga telah selesai. Ia tahu bahwa meskipun perjalanan untuk menulis kisah ini telah berakhir, perjalanan untuk memahami dirinya sendiri—perjalanan untuk menerima bahwa cinta adalah tentang lebih dari sekadar memiliki—baru saja dimulai.