Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 48 - Selalu Mencintaimu

Chapter 48 - Selalu Mencintaimu

Hari-hari yang tersisa digunakan menjelajah kota Istanbul, diantaranya menikmati pemandangan laut dari tepi Bosphorus, menyantap sajian seafood di jajakan pedagang sekitar pinggir dermaga, menggali sejarah dibaliknya berdiri masjid-masjid berarsitektur klasik, mengabadikan foto setiap pindah tempat dengan kamera digital, yang tentunya selama kegiatan tour di dampingi Kak Trah, pemandu wisata.

"Om, berikutnya kami akan ke mana?"

Nichol melempar pertanyaan Rahsya kepada Kak Trah, dengan terjemahan bahasa Turkish yang kemudian dijawab, dalam bahasa Indonesia. "Melepas lelah di area Hagia Sophia, akhir perjalanan disambung ke Galata Tower, letaknya di distrik kota."

Rahsya manggut-manggut, mengikat kuncir rambut Naura. "Galata Tower itu, apa?" lanjutnya tertarik.

Menerjemah kembali, Nichol berbincang lama dengan Kak Trah, menambah lebih banyak pertanyaan mungkin saja sewaktu-waktu dilontarkan Rahsya, lagi.

"Pipi kamu merah," bisik Rahsya.

Naura meraba pipi dan mengeluh pelan, "Gerah tahu, mataharinya panas banget."

"Pulang ke hotel?" tawar Rahsya menatap lekat.

"Enggak mau. Kita lanjut perjalanan aja aku belum puas lihat-lihat keindahan negara harmoni ini," Naura menolak mentah.

"Ya udah, pakai topi punyaku." Rahsya melepas topi putih melindungi kepala dan memakaikannya di kepala Naura.

"Kamu jadi kepanasan," gumam Naura tak enak hati.

"Enggak papa yang penting kamu terlindungi dari garangnya sinar ultraviolet. Panas-panasan gini udah biasa buat manusia bumi penyuka main basket seperti aku," sahut Rahsya.

Naura merogoh saku kemeja Rahsya, menarik helaian tisu dan menyapu bersih keringat membanjiri paras tampan di depannya.

"Tuan, Non, mari lanjut melangkah ke lokasi berikutnya. Deskripsi Galata Tower, kita bicarakan di sekitar Aya Shopia," jelas Nichol.

"Yuk."

...

"Puncak Galata Tower berbentuk runcing, enggak salah tingginya mencapai hingga enam belas meter, tinggi banget!" seru Rahsya.

"Tinggi sekali. Jika kita naik ke atas menaranya, kita disuguhi pemandangan amazing sekaligus dapat merasakan kilas balik sejarah dahulu kota ini, dan bersuka hati di waktu bersamaan juga menikmati perubahan modern suasananya. Selain itu, menjelang senja ratusan burung camar mengepakkan kedua sayapnya, beterbangan meramaikan cakrawala menyempurnakan panorama," jelas Nichol.

"Gue jadi enggak sabar cepat-cepat mau lihat menara Galata," binar Rahsya.

"Saya tak kalah penasaran ingin mengambil foto di atas sana. Kita tunggu empat jam lagi, sekarang charger dulu energi Tuan sampai penuh supaya makin semangat ketemu Tower," sambung Nichol.

"Gue berasa mau pacarin Tower," celetuk Rahsya tertawa humor.

Nichol menatap aneh mencari di mana titik lucunya percakapan ini sehingga mampu membuat Rahsya tergelak.

"Om, gue heran, kenapa gedung-gedung di kota ini pada rendah enggak tinggi seperti pencakar langit?" tembak Rahsya, mengamati sepanjang kaki meniti jalan, gedung-gedung dilihatnya hampir tak ada yang menjulang menyentuh awan.

"Tuan lihat bangunan megah Aya Shopia di seberang kita," tunjuk Nichol.

Rahsya memusatkan perhatian pada masjid cantik berhalamankan taman bunga tulip yang di sekitarannya dipadati ratusan orang pengunjung campuran penduduk asli.

"Lalu Masjid Sultan Ahmet di belakang kejauhan kita itu, apa Tuan melihatnya juga?" tambah Nichol seraya memutar tubuh.

Menoleh. Rahsya bangkit dari bangku tempatnya duduk, mengangguk mantap memandang Mosque Blue.

"Aya Shopia dan Mosque Blue, adalah pasangan masjid saling berhadapan. Tinggi dan luasnya sama-sama megah, melebihi bangunan disekelilingnya, tak heran terlihat dominan diantara bangunan lainnya, alasan seorang arsitek tidak membangun gedung pencakar langit karena berisiko menghalangi dua masjid indah ini, itu mengapa tinggi gedung-gedung di sini tidak lebih tinggi," urai Nichol.

"Mengagumkan!" takjub Rahsya.

"Mas Rahsya cepatan sini!"

Teriakan Naura membalikkan Rahsya dan Nichol. Tampak perempuan bertopi melambai tangan di kawasan taman, dekat air mancur. Kak Trah juga di sana.

"Ayok, Om!"

Rahsya diikuti Nichol berlari kecil mencari jalan masuk ke area taman, kemudian menghampiri Naura dan Kak Trah.

"Tolong, foto kita berdua!" pinta Naura dengan sebaris senyuman polos menggandeng lengan kekar pria putih di sampingnya.

Tertegun menatap lengan Kak Trah dipeluk, Rahsya berderap mundur memotret model dadakan dengan perasaan cemburu.

*

Dari atas menara Galata, ribuan burung camar beterbangan hilir mudik menyambut senja membuat Naura kegirangan.

"Burungnya cantik-cantik! Kita selfie abadikan momen ini, Mas?" antusias Naura.

"Hmmm."

"Cepetan serahin kamera digitalnya ke tangan Om Nichol, kita minta di-fotoin!" rengek Naura menarik-narik ujung kemeja Rahsya.

"Senang-senangnya bareng Kak Trah aja sana, aku lagi sibuk memotret pemandangan," acuh Rahsya menjepret sana, sini.

"Maunya sama kamu!" mohon Naura.

"Akunya yang enggak mau," abai Rahsya.

Memanyunkan bibir, Naura cemberut. Melipat tangan depan dada.

"Tuan, pemandangan sebelah sini aesthetic!" seru Nichol.

Rahsya mengedarkan mata mencari wujud Nichol yang tidak terlihat diantara sesaknya penikmat senja. "Nanti gue ke situ!" teriaknya membalas meski pria itu, tak kunjung ketemu.

Kemudian Rahsya melirik Naura yang kehilangan mood, merasa bersalah mendiamkannya perlahan bergeser mundur memberikan kamera ke tangan Naura.

"Arahkan fokus kamera ke objek menurut kamu bagus dan ambil gambarnya," ucap Rahsya.

"Gimana kalau hasilnya jelek?" ragu Naura.

"Aku ajarin. Kita potret sama-sama," kata Rahsya.

Naura tersenyum manis dituntun Rahsya mengarahkan fokus kamera pada jingganya langit berhias burung camar.

"Tekan," bisik Rahsya.

Naura menekan salah satu tombol pada kamera, mengumpulkan beragam foto memenuhi kapasitas.

"Sekarang bisa?" tanya Rahsya.

"Bisa. Tapi sambil diawasin sama kamu," jawab Naura.

Rahsya tertawa pelan, mencuri cium pipi mulus tak berjerawat Naura.

"Tadi kamu diemin aku, kenapa?" penasaran Naura.

"Cemburu liat tangan Kak Trah dipeluk kamu padahal kamu tahu sejak kita nikah selalu aku tegaskan, jangan nakal pegang cowok selain aku. Sayangnya, peraturan itu justru sengaja kamu lakukan di depan mata kepalaku tanpa peduli bagaimana perasaanku saat itu," jujur Rahsya.

Jepretan gambar terhenti, Naura berbalik memeluk erat pinggang Rahsya. "Lupa! Maafin aku, ya." ucapnya menyesal.

"Jangan melanggar peraturannya lagi kalau mengulang kesalahan serupa itu artinya, maaf kamu main-main, enggak serius."

"Serius, aku minta maaf!"

Rahsya membalas pelukan. "It's okay, aku maafin."