Chereads / KEJEBAK CINTA / Chapter 50 - Iseng

Chapter 50 - Iseng

"Pegang tangan ku," kata Sangga.

Natasha meraih uluran tangan Sangga, dituntun meniti anak tangga turun dari pesawat. Di belakangnya, Nichol mengawal dingin, rempong menyeret koper dan menenteng kardus.

"Indonesian, i'am comeback!" teriak Natasha begitu menginjak permukaan bandara.

Sangga membebaskan Natasha berlarian menikmati semilir angin dengan pengawasan di bawah Nichol.

"Gue kebelet buang air, titip Natasha sebentar," pamit Sangga.

"Baik, Tuan."

Selesai berurusan dengan kamar mandi, Sangga mematri langkah mengacuhkan lalu lalang pejalan kaki di sekeliling, hingga insiden menabrak seseorang dari arah berlawanan tak dapat dihindari.

"Sorry," terburu Sangga.

Saat hendak menyambung langkah namun tertahan ketika perempuan tak sengaja ditabraknya meringis di tempat.

"Rambutku tersangkut. Diam sebentar, aku akan melepaskannya," kata perempuan tengah kesulitan melepas helaian rambut yang tersangkut.

Sangga menepis tangan perempuan di depannya, mengusut helaian rambut tersangkut di biji kancing kemejanya.

"Udah," ucap Sangga.

Perempuan berdres biru menarik mundur kepala, berdiri tegak merapikan rambut pirang panjangnya.

"Maaf, aku buru-buru jadi nabrak kamu. Kenalkan, namaku Syaqeela Queenzy," Aqeela mengulurkan tangan.

"Sangga Evans," balasnya menanggapi.

Aqeela memberi remasan pada genggaman mereka membuat Sangga mengulas senyuman tipis, memahami bahasa nyaman kontak fisik.

"Queen, kita berangkat pulang! Rekan kerja Papi sudah menunggu di lokasi," ajak Pria berdasi hitam, datang-datang merangkul Aqeela.

Aqeela melerai jabatan tangan dengan Sangga. Memutar setengah leher menatap pemuda tampan di belakang, melambaikan tangan bentuk harapan jumpa di lain waktu, saat Herdian membawanya pergi.

"Tuan," panggil Nichol menghampiri.

Sangga menoleh.

"Non cantik keseleo," lapor Nichol.

"Kenapa bisa?"

"Sepatu heelsnya tidak kuat dipakai lari-larian, ujung bawahnya sampai patah. Saya sudah mengamankan Non cantik sekarang dia kesakitan di kursi sekitar sini," jelas Nichol.

"Antar gue ke situ," pinta Sangga.

"Mari, Tuan."

Mendapati Natasha memasang ekspresi menahan sakit sambil memijat sebelah pergelangan kaki. Sangga jongkok di bawah, memeriksa cedera pergelangan kaki Natasha dan mulai membenarkan tulang yang sedikit bergeser.

"Aws, pelan-pelan," ringis Natasha.

"Kaki satunya lagi, sakit enggak?" tanya Sangga.

"Yang sakit cuma ini—aws, pelan-pelan!"

"Udah pelan. Tahan bentar ini tinggal diurut." Jeda. "Dibilangin jangan pakai heels, keras kepala. Sekarang kena batunya, enak?" lanjut Sangga menyindir.

"Ya maaf, aku, kan, enggak tahu kalau bakal jatuh gini."

"Untung cuma keseleo coba kalau cederanya di kepala, bisa-bisa masuk rumah sakit. Sembuh kaki, main lagi sana, lari-larian kayak anak kecil biar kesandung lagi!" omel Sangga.

"Maafin, aku nyesel enggak dengar larangan kamu, maaf."

"Udah kejadian, enggak guna minta maaf juga," ujar Sangga.

Mata Natasha mengembun hangat, akhir-akhir ini sering dimarahi Sangga.

"Kenapa sih, kamu berubah?" tanya Natasha menahan tangis.

"Berubah gimana? Aku biasa-biasa aja," elak Sangga.

Natasha memalingkan muka ketahuan meneteskan air mata di depan Nichol yang sedari diam memerhatikan.

"Aku mau pulang," Natasha menghapus kasar pipi basahnya, menelan tangis bulat-bulat ke dasar hati.

"Mobil udah siap, Om?" tanya Sangga tanpa perlu menengok.

"Sudah Tuan," jawab Nichol.

Setelah mengurut, Sangga bangkit berdiri, menggenggam tangan Natasha, membantunya bangun.

"Aku bisa jalan sendiri," murung Natasha.

"Ya udah." Sangga melepas pegangan.

Belum sempat mengayunkan kaki, Natasha dibuat menahan nafas sejenak ketika dengan ringannya Sangga mengangkatnya ke gendongan.

"Nangis terus dasar cengeng," ejek Sangga.

Natasha menenggelamkan wajah di dada Sangga, terisak samar karena sakit hati. "Aku enggak minta kamu buat menggendong aku sekarang turunin aja."

"Yakin minta diturunin? Sanggup menuju mobil di pinggir jalan? Ngadi-ngadi," sinis Sangga seraya melangkah lebar, mengikuti jejak Nichol di seberangnya.

"Aku salah apa sama kamu? Di hotel marahin aku sekarang di sini musuhin aku, benar-benar tega!" isak Natasha tak mampu menyimpan kekesalan.

Sangga mengabaikan tangisan Natasha, memilih terus membawa masuk ke perut mobil milik karyawan mertuanya, kemudian Nichol yang siap dengan stir kemudi dalam cengkraman perlahan mulai menginjak pedal gas, meninggalkan area bandara.

"Pulang ke rumah, jangan ke Sarasa Coffe," perintah Natasha.

"Baik Non," patuh Nichol.

"Lurus ke Cafe. Jangan belok ke rumah," tolak Sangga.

"Aku enggak mau pulang ke Cafe!" protes Natasha.

"Nurut kata suami," dingin Sangga.

"Pokoknya aku enggak mau ke Cafe! Antar aku ke rumah!" ulang Natasha.

"Ya udah, aku naik Taxi, kamu lanjutin pulang ke rumah."

"Mulai nyari masalah, kamu kenapa sih!" ketus Natasha.

"Melangsungkan hukuman buat kamu jalani karena berani pegang-pegang cowok lain pas di Istanbul."

"Masalah itu udah kelar. Masa kamu masih terusik! Ya ampun, aku enggak nyangka kamu tega nyakitin perasaan aku separah ini karena hal sepele udah jelas ku anggap selesai," sungut Natasha.

"Sepele menurut kamu. Serius menurut aku."

"Jangan bilang cara kamu memperlakukanku dingin waktu mengemas barang di hotel, alasannya bukan kepikiran Adara?" todong Natasha.

Sangga tersenyum simpul. "Bukan."

"Iiih, nyebelin banget kamu! Aku kira emang beneran mikirin Adara!"

"Enggak, ngapain mikirin Adara, udah bukan prioritas utamaku lagi. Walaupun aku harus memperhatikan hidupnya sampai melihat dia menikah. Adikku bukan prioritas pertamaku, lagi. Dia prioritas keduaku setelah kamu," tutur Sangga melirik perempuan berwajah sembab di sisi nya.

"Apa lirik-lirik!" galak Natasha.

"Enggak mau di peluk sama aku?" tawar Sangga.

Natasha melempar pandangan ke luar kaca mobil. "Enggak minat."

Sangga menarik Natasha ke pelukan, melabuhkan kecupan sayang ke puncak kepalanya.

"Sayang, maafin aku, ya? Bikin kamu kebingungan dan menangis, kamu tahu aku benci air mata perempuan, tapi dengan sengaja nya aku menguji kamu," bisik Sangga.

"Lepasin. Aku enggak butuh permintaan maaf kamu, aku terlanjur sakit hati diperlakukan semena-mena oleh kamu," ungkap Natasha berontak ingin lepas.

Sangga mengunci pelukan, menggigit pelan pipi Natasha agar tidak berontak. Melalui kaca gantung, menyaksikan betapa impulsif nya menantu dari atasannya, Nichol kembali fokus menyetir. Pura-pura tidak melihat.

"Malu diliatin Om Nichol!" jengkel Natasha.

"Makanya jangan melawan."

Natasha mendorong Sangga dengan sisa tenaganya lalu memojokkan diri di kursi.

"Ya udah kalau enggak mau di peluk," pasrah Sangga.

"Keputusannya saya antar kalian ke rumah atau ke cafe?" tanya Nichol membuka suara.

"Gue ngikut pilihan istri. Tanya Natasha aja," lelah Sangga menyandarkan punggung.

"Gimana Non?" tembak Nichol.

"Tetap pulang ke rumah," teguh Natasha.

"Baik."

*

"Alhamdulillah, Non pulang selamat!" senang Bik Inem.

"Capek banget Bik. Papa ada di rumah?" the points Natasha.

"Tuan Aksan lagi ketemuan sama rekan kerjanya Non," lapor Bik Inem.

"Gitu."

"Den ganteng mana? Tumben enggak nongol? Pindah hidup ke planet lain?" celingak-celinguk Bik Inem.

"Ketiduran di mobil. Aku udah minta Om Nichol bangunin—"

"Tuan Sangga susah di bangunkan," potong Nichol mengadu.

"Ndak apa-apa Tuan. Den ganteng dibangunin pawangnya aja mending Tuan masuk, istirahat di kamar tamu. Lelah juga, toh?" sambar Bik Inem.

"Non, boleh saya istirahat?" ijin Nichol.

"Silakan, Om," angguk Natasha.

Pria kaku memasuki rumah. Natasha putar balik mendekati mobil dan memperhatikan Sangga yang ketiduran pulas di tempatnya duduk.

"Kasihan kalau dibangunin, tapi tidur sambil duduk enggak bagus buat kesehatan. Bangunin aja lah, terserah mau dimarahin juga tinggal aku balik marahin," monolog Natasha.

Baru menepuk sekali pipi, Natasha tersenyum canggung menjadi pemandangan pertama dilihat Sangga.

"Kiss," manja Sangga, tentu saja pura-pura tidur.

Perintah keras Sangga untuk melaporkan gagal membangunkan kepada Natasha, di dengar Nichol. Hebatnya, perintahnya justru diangguki. Dan inilah hasilnya, sesuai keinginan.

Natasha menarik dagu Sangga dan mengecup lembut bibirnya. "Bobo nya pindah ke kamar," ucapnya manis.

"Bobo nya ditemani kamu?"

Natasha mengangguk. "Iya."