Chereads / INVISIBLE CASE : The Mansion / Chapter 2 - ARRIVAL

Chapter 2 - ARRIVAL

Esok hari dipagi buta, "Klik - Buzzzt" sebuah lampu gantung dinyalakan menerangi ruangan workshop, sisi ruangannya ditempati oleh kabinet dan rak besi dengan dilengkapi perlengkapan dan beberapa terlihat seperti senjata, serta ditengah ruangan tepat di bawah lampu gantung, terdapat sebuah meja besi kokoh. Haidar mendekati beberapa kabinet dan rak, kemudian dia mengambil sebuah kapak dengan bilah tajam berwarna perak, sementara gagangnya berwarna logam gelap. Dilanjutkan kepada beberapa botol ramuan dengan warna bening bercahaya, diikuti perlengkapan tambahan dan disusul oleh sebuah briefcase abu-abu. Hal terakhir yang diambil adalah sebuah revolver perak dengan grip hitam, terdapat ukiran spiral unik pada sepanjang permukaan barelnya, serta lambang trisula di bagian frame, tepatnya dibelakang silinder diatas ujung grip. Semua abrang yang diambil diletakkan diatas meja ditengah ruangan.

"Klik-klik" briefcase pun terbuka, hal pertama yang disimpan adalah kapak perak, kapak tersebut memiliki mekanisme khusus yang membuatnya bisa terlipat dan masuk ke dalam ukuran briefcase. Dilanjutkan dengan perlengkapan tambahan dan botol ramuan yang diatur ke dalam slotnya untuk mempermudah penggunaan. Dan untuk item yang terakhir, "Chak-Krrrkk" Haidar memutar silinder revolver, memastikan kesiapan dari senjata api berkapasitas enam peluru tersebut dan beberapakali melakukan gaya berpose menembak.

 "duk-duk" Haidar terhenyak sedikit dengan ketukan pintu dibelakangnya, pada ambang pintu nampak Yati sedang berdiri melihat dengan tatapan yang kusam, memegang beberapa lembar berkas ditangan kirinya. Yati tampak berpenampilan untuk pergi keluar, dia menggulung rambut panjangnya membentuk sanggul dibelakang, mengenakan topi baker boy berwarna hitam, serta berpakaian santai yang mudah bergerak dan ditambah backpack kecil.

"Seperti yang kau bilang tidak banyak yang bisa didapatkan" kata Yati sambil melambai-lambaikan berkas yang dipegangnya.

"o .. ouh, kerja bagus, seperti yang diduga ya" ucap Haidar sedikit malu sambil mengisi peluru pada revolvernya.

Haidar mengisi peluru ke dalam revolver, kemudian meletakkannya ke dalam briefcase serta menutupnya "Klik-klik". Dia membawa briefcase tersebut berjalan kearah pintu mendekati Yati, dia mematikan lampu disusul mengulurkan tangannya kepada Yati, mengisyaratkan untuk memberikan berkas yang Yati pegang. Yati menyerahkan berkas tersebut kepada Haidar.

"Kau tidak ikut" ucap Haidar dengan tegas menatap Yati

"Aku tahu" Jawab Yati memalingkan wajahnya "Setiap kali kau membawa pistol itu sudah dipastikan aku tidak akan ikut" tambah Yati

"Oke, tapi pastikan kau tidak menyelinap ke dalam bagasi mobil Feshikha nanti" Ucap Haidar dengan wajah penuh keraguan

"Kau masih membahasnya, aku sudah menerima ganjarannya bukan" ucap Yati dengan wajah yang lelah dan tatapan kusam.

"Hanya mengingatkan, karena saat itu tidak berakhir baik untukku juga" ucap Haidar dengan wajah yang lelah dan tatapan kusam

"Haah.... Dari awal aku tidak berniat ikut, aku akan pergi bersama teman kelas untuk mengerjakan tugas, Kak Rena sudah kuberitahu" ucap Yati dengan wajah cemberut

"Ouh.. bagus kalau begitu" ucap Haidar dengan wajah lega dan damai

Yati sedikit menunjukkan wajah jengkel dengan ucapan Haidar

"Baiklah aku pergi duluan, kau berhati-hati paman" ucap Yati berjalan menjauh membelakangi Haidar

"Yati" panggil Haidar

Yati pun menoleh kembali kebelakang, Haidar mengeluarkan sebuah benda bundar berwarna emas dari saku celananya dan menunjukkannya pada Yati.

"Aku memesan yang baru" ucap Haidar sambil melempar-lempar ringan benda itu ditangannya

Wajah Yati terlihat terkejut sedikit dan senang

"Aku akan memperlihatkan cara menggunakannya nanti" ucap Haidar sambil menangkap benda bundar tersebut

"Hmm... he he, aku juga akan mencoba mencari info lebih tentang mansion itu" Jawab Yati dengan wajah bahagia.

Yati pun pergi dengan sedikit berlari dan menghilang di ujung lorong. Haidar mengikutinya setelah menutup pintu ruang workshop, di sebelah kanan ujung lorong terdapat tangga menuju kebawah, yang berakhir didepan sebuah ruang kerja pribadi yang memiliki jam besar didalamnya, dengan pintu ruangan bertuliskan "MANAGER".

Berjalan melewati ruang kerja pribadi, nampak sebuah area dipenuhi rak yang di isi beragam barang antik dengan berbagai label harga, serta dari arah Haidar di ujung kiri dekat pintu masuk terdapat counter pembayaran bersama mesin kasirnya. "Ding-a-ling" suara lonceng dari pintu yang terbuka, Feshikha masuk ke dalam terlihat siap dan bersemangat, rambut burgundynya yang berdesir mengikuti langkah, sembari mengenakan kacamata hitam, kedua tangannya menggunakan sarung tangan kulit yang bagian punggungnya terbuka, berpakaian kemeja abu lengan panjang yang dimasukkan pada celana bahan hitam, sepatu heels hitam dan memegang blazer putih.

"Sudah siap" ucap Feshikha sambil membuka kacamatanya.

"Semuanya yang kuperlukan untuk saat ini" ucap Haidar menunjukkan briefcase dan berkas di kedua tangannya.

Mereka berduapun bergegas pergi keluar bangunan, saat diluar didepan pintu Haidar memberikan berkas kepada Feshikha, dia memastikan tanda toko pada pintu menunjukkan kata "TUTUP", kemudian mengunci pintu dengan dua putaran "Clek...Clek". Didepan bangunan terparkir sebuah mobil sedan dengan warna cokelat muda metalik. Feshikha berjalan mendekati mobil, bergerak memutarinya kearah belakang pada bagasi dan mengeceknya sebentar, kemudian langsung masuk kepada kursi pengemudi disebelah kanan. Sementara Haidar masuk kepada kursi penumpang di bagian depan sebelah kiri, "Krr-kruk"...."Vrooom" mesin mobil menyala di ikuti lampu sen berkedip, memberikan isyarat bahwa mobil akan ikut masuk ke jalan utama. Pedal gas pun ditekan, mobil melaju meninggalkan tempatnya parkir dan berhenti menutupi tampilan utuh dari bangunan tempat Haidar tinggal, yaitu sebuah toko barang antik, dengan billboard iklan dilantai duanya serta papan nama toko yang bertuliskan "Danantya Antique Shop".

Didalam mobil, Haidar memeriksa berkas yang diberikan Yati, dia menemukan bahwa Mantrakūṭa Mansion awalnya dimiliki oleh sebuah keluarga secara turun-temurun, sebelum akhirnya berpindah tangan kepada Henry Baskara Dewangkara, yakni pengusaha kaya raya yang cukup terkenal di kota dan beberapa kali tampil di televisi nasional. Sayangnya tidak terlalu banyak detail mengenai keluarga pemilik sebelumnya, yang ada hanya beberapa foto lama dan sedikit berita mengenai keluarga tersebut, yang pernah di liput sebagai budayawan lokal. Tentang bagaimana mansion tersebut berpindah tangan belum diketahui, serta yang paling mencurigakan adalah lima kematian terjadi setelah Henry menjadi pemilik dari mansion.

"Jadi bisa kau beritahu, orang seperti apa pemilik mansion?" tanya Haidar kepada Feshikha

"Aku yakin sebagian besar sudah ada dari berkas yang aku berikan, tapi dari yang kutahu Pak Henry adalah orang yang rasional, dia sangat skeptis tentang hal-hal mistis dan hal yang kau tahu seperti itu" Jawab Feshikha

"Dan dia setuju mengundangku untuk menyelidiki?" tanya Haidar keheranan

"Ouh yang meminta jasamu bukan Pak Henry melainkan istrinya, kau direkomendasikan kepadanya oleh Inspektur dan aku" ucap Feshikha

"Hmmm.... jadi istrinya lebih berpikiran terbuka"  Ucap Haidar dengan nada sarkas

"Kurang lebih yang dia tangkap kau seperti sebuah penyidik khusus" ucap Feshikha dengan wajah ragu

"Oh sempurna, jadi mereka berdua adalah tipe yang sulit diajak kerjasama untuk urusan seperti ini" ucap Haidar dengan nada sarkas

"He he, kau tidak apa kan?" tanya Feshikha

"Oh tenang, aku punya rencana dalam menghadapinya, maksudku mereka bukan yang pertama kan?" Ucap Haidar sambil melihat kepada Feshikha dengan senyum dingin.

Pemandangan yang awalnya merupakan bangunan-bangunan kota dengan jalan yang tidak terlalu ramai, berubah menjadi suasana asri pepohonan yang rimbun. Sebuah kawasan yang tampak sejuk dan tenang, serta jalanannya dihiasi lampu yang cukup megah berdiri pada area trotoar. Mobil Feshikha pun melambat didekat belokan sebuah jalan masuk dengan gerbang yang bertuliskan diatasnya "Komplek Taman Aruna Cipta", mobil pun menyalakan sen dan berbelok ke kanan memasuki gerbang komplek tersebut. Pada sebuah pos penjagaan, Feshikha menunjukkan wajahnya menyapa para penjaga di pos tersebut, terlihat bahwa mereka sudah mengetahui siapa Feshikha dan maksud kedatangannya.

Mobil masuk lebih jauh dan nampaklah rumah-rumah besar yang saling berjauhan satu sama lain, pepohonan dan kontruksi buatan dari bata menghias wilayah, memberikan kesan yang elegan. masing-masing rumah memiliki pagar tinggi yang membungkusnya memberi kesan tertutup, suasana pun sangat sepi dimana setiap penghuni rumah sibuk dengan urusan pribadinya didalam. Semakin masuk ke dalam wilayah, semakin besar juga rumah-rumah dan jarak antara satu dan yang lainnya, terdapat juga taman dipenuhi bunga lengkap dengan fasilitas mainan anak-anak dan kursi taman.

Mansion yang dituju terlihat di ujung, terhalang rimbunan pohon seperti bersembunyi, dengan sebuah gerbang besar kokoh sebagai pintu masuknya, bangunan itu nampak mempunyai auranya sendiri yang memberikan kesan spesial, kesan bangsawan yang menunjukkan sebuah status yang berbeda. Namun Haidar sepertinya terlihat memiliki pendapat tambahan, tidak hanya sebuah kemegahan, mansion itu memiliki tekanan kematian.

Gerbang mansion pun dibuka oleh seorang petugas keamanan, mobil masuk dan Feshikha memberikan gesture menyapa pada petugas keamanan tersebut. Terlihatlah sebuah halaman yang sangat luas, bisa dipakai untuk berlari dengan bebas. Terdapat jarak yang cukup panjang dari gerbang menuju bangunan utama, yang akan cukup membuat lelah kaki bila ditempuh dengan berjalan.

Mobil pun berhenti di area parkir tepat didepan bangunan utama, mesin dimatikan dan rem tangan ditarik, "Klak" pintu mobil terbuka, Feshikha dan Haidar turun, mereka disambut oleh seorang pak tua dengan perawakan umur setengah abad, serta aura halus dan sopan. dia mengenakan tarbus hitam, dengan pakaian kemeja putih rapi, bercelana bahan berwarna hitam. Pak tua itu adalah kepala asisten rumah tangga bernama pak Jaya, dia sepertinya sudah menunggu kedatangan mereka berdua.

"Selamat datang, mari saya antar ke dalam" Ucap pak Jaya dengan sopan.

pak Jaya lalu mengantar Haidar dan Feshikha masuk ke dalam mansion. "Vwoooom" dibalik pintu masuk, terlihat sebuah lorong luas menuju bagian dalam mansion, dindingnya di tempati oleh beberapa lukisan, dari arah pintu masuk disebelah kanan terdapat rak sepatu yang tersusun rapi, dengan hiasan tiga buah vas bunga di bagian atasnya, serta terlihat lampu-lampu kecil terpasang pada atapnya. Mereka bertigapun berjalan masuk lebih jauh ke dalam mengarungi lorong tersebut.

"Luar dan dalam tampak benar-benar mengesankan" Ucap Haidar.

"Aku mengerti perasaan itu, ini bukan pertama kalinya untukku kemari, tapi perasaan takjub masih bisa dirasakan" Ucap Feshikha.

"Pasti sangat merepotkan untuk mengurusnya" Ucap Haidar dengan nada sarkas yang ditujukan pada pak Jaya.

"Ha ha ha, gak repot kok, banyak yang kerja disini" Balas pak Jaya sambil bergurau.

"Tapi sepertinya lebih sepi ketimbang terakhir aku kemari?" Tanya Feshikha.

"Beberapa milih mengambil cuti karena kejadian itu, ya wajar sebenarnya jika mereka takut" ucap pak Jaya dengan tenang.

"Dan kau tidak takut?" tanya Haidar kepada pak Jaya

"Ha ha ha, untuk sekarang yang saya takuti adalah kecukupan bekal saya nanti untuk bertemu Tuhan" jawab pak Jaya dengan nada bergurau.

"Ouh begitu" Ucap Haidar dengan sedikit tersenyum.

Di ujung lorong mereka bertiga memasuki sebuah ruangan luas berlangit tinggi dengan dua buah sofa. Yang satu panjang berputar berkapasitas delapan orang, yang satunya lagi sofa dengan kapasitas dua orang bersebarangan dengan sofa yang panjang dan satu meja kaca ditengah.

Pada sofa yang berkapasitas dua orang tampak seorang wanita dengan paras cantik, rambutnya hitam panjang berkilau terurai kebelakang seperti sebuah tirai. Mata cokelatnya membawa perasaan tenang namun memikat, dia mengenakan sebuah longdress berwarna ungu tua dan kalung elegan sederhana namun terlihat mahal mengitari lehernya. Wanita itu berdiri berjalan mendekat Haidar dan Feshikha, lekukan tubuhnya yang sempurna menjadi jelas terlihat bersama heeled sandals sebagai alas kakinya, ditambah terdapat aura wibawa bangsawan tapi bersamaan dengan kehangatan yang terpancar darinya.

"Selamat datang, petugas Feshikha" ucap wanita itu menyambut sambil menjabat tangan Feshikha.

"Selamat pagi madam Helena, ini orang yang aku bicarakan" jawab Feshikha sambil memperkenalkan Haidar kepada Helena

"Waah.. kau masih muda ternyata" ucap Helena dengan ekspresi penasaran.

"Salam kenal madam, aku Haidar Danantya, kau bisa memanggilku Haidar" ucap Haidar memperkenalkan diri sambil memberikan kartu nama.

"Salam kenal juga, aku Helena Dewangkara, kau bisa memanggilku sama seperti Feshikha" ucap Helena memperkenal diri dengan senyuman serta aura yang tenang, sambil menerima kartu nama Haidar.

Helena pun mempersilakan Haidar dan Feshikha duduk.

"Mau minum apa, kopi atau teh mungkin?" tanya Helena.

"Terimakasih madam, aku akan mengambil kopi" ucap Feshikha.

"Kalau begitu aku air putih" ucap Haidar.

Helena pun meminta pak Jaya untuk mempersiapkan minum, tanpa berlama-lama setelah pak Jaya pergi, Helena langsung membicarakan akar permasalahan.

"Baiklah, aku yakin kau sudah mendapatkan informasi dari Feshikha" ucap Helena dengan serius

"Ya madam dan aku akan berusaha semampuku untuk menyeledikinya" ucap Haidar.

"Hmmm.... sepertinya kau punya semangat, aku suka itu"ucap Helena tersenyum.

"Sebelumnya aku ingin mengkonfirmasi setiap tanggal kematian dari para korban dan apakah ada suatu hubungan khusus antara korban tersebut" ucap Haidar

"Hmmm... Menurutku tidak ada yang berbeda dengan laporan yang kami berikan kepada kepolisian" ucap Helena dengan ekspresi berpikir

Tidak lama kemudian Pak Jaya datang kembali dengan sebuah nampan, diatasnya terdapat dua cangkir kopi dan satu gelas air putih, dia memberikan minuman kepada tamu pertama dan kemudian Helena.

"Sepertinya, lebih baik diminum dulu untuk sekarang" sambung Helena kepada Haidar dan Feshikha

Mereka bertiga pun berhenti sejenak, mengambil minuman masing-masing dan bersiap untuk meneguknya. Sesaat minuman Helena hendak mendekati bibirnya, tiba-tiba sesuatu dari langit-langit terjatuh ke dalam kopi miliknya, dia berhenti terhenyak sedikit dan kemudian melihat ke atas. "Kyaaaaa...!!!!!"  tiba tiba Helena berteriak berdiri dan menumpahkan kopi miliknya serta menjauh dari sofa ke sudut ruangan. Feshika ikut terkejut langsung menghampiri Helena, dan Helena menunjuk-nunjuk ke arah atap diatasnya ketika duduk di sofa. Pak Jaya langsung berdoa sambil berusaha tenang mengambil sesuati pada saku celananya dan perlahan ikut menghampiri Helena.

Warna muka Feshikha terlihat memiliki ketakutan yang dia tahan, diatas atap nampak seorang perempuan berambut panjang hitam, memakai kaos lengan panjang putih dan rok panjang cokelat muda, sedang terlentang terbalik dengan kaki tangannya melebar terbuka, kulitnya sangat pucat serta perutnya robek panjang meneteskan darah. Mata perempuan itu terbuka kosong dengan sedikit sisa air mata, terlihat dia seperti tersiksa, mulutnya yang kaku menganga menambah aura mengerikan dari pemandangan tidak mengenakan yang semua sedang saksikan.

Kecuali untuk Haidar yang tetap duduk di sofanya, dia memperhatikan dengan dingin kearah tubuh yang secara diluar nalar, kokoh menempel diatas langit-langit atap tanpa apapun yang menyangganya. "Bruaakk.." Tubuh perempuan itu tiba - tiba jatuh kepada sofa dengan tertelungkup, yang lain terhenyak dan semakin merapat kepada dinding, Helena memegang erat tangan Feshikha dan Pak Jaya berdiri didepan mereka berdua, sambil terus membaca doa memegang sebuah kepingan logam berbentuk Halo dengan hiasan rantai, yang diacungkannya kearah tubuh perempuan yang tidak bernyawa itu.

Haidar duduk dengan ekspresi serius, dia mengambil sebuah kompas emas dari saku blazernya, "clek" kompas itu dibuka, Haidar terfokus pada jarum kompas dengan ujung berwarna merah, jarum tersebut bergerak dengan cepat kepada dua arah yang berdekatan jaraknya, Haidar beralih memperhatikan sekitar dan tubuh perempuan di sofa. Saat dia melihat kepada Feshikha dan yang lain, nampak nafas mereka terlihat kasat mata berhembus, serta suasana mendadak seperti sunyi dan dingin. Haidar kembali memperhatikan kompasnya, masih bergerak pada dua arah secara bergantian, namun Haidar tetap memperhatikan jarum merah itu dengan seksama, yang tiba-tiba jarum itu berhenti dan terkunci pada satu arah, yaitu kepada sebuah pintu ganda.

"Braaaak!!" pintu ganda terbuka dengan keras, semua mata langsung beralih tertuju kepada pintu ganda tersebut, yang seketika itu juga seseorang masuk ke dalam ruang tamu. Haidar dengan segera menutup kompas miliknya dan dengan wajah serius memegang erat briefcase yang dibawanya.

Bersambung